Pass The Gone With You

279 21 2
                                    

"I'm not immune," itu yang menghantui pikiranku semenjak aku merasakan virus ini yang perlahan-lahan membuatku gila di dalam kepalaku.

Hidup di dunia yang telah habis terbakar ledakan sinar matahari, radiasi yang ditimbulkan membuat hawa panas yang sangat panas membakar apapun yang dilewatinya, air laut naik yang mendidih, dan muncul virus menular dan mematikan yang menyerang otak yang membuat orang yang terjangkit berubah menjadi monster kanibal seperti zombie yang disebut Flare.

Tanda bahwa virus ini makin menyebar membuatku ketakutan, ada semacam luka terbuka yang muncul di lengan kanan ku, pembuluh darah yang membesar terlihat jelas seakan ingin keluar dari kulitku, rasa sakit yang menyesakkan disertai batuk , terkadang berbuat hal gila yang tidak kusadari, aku jadi lebih sensitif dan cepat marah. Aku tahu tak lama lagi aku akan berubah menjadi monster kanibal itu. Mereka menyebutnya Crank.

Ada seorang dokter disini yang mempunyai obat dan mengetahui cara memperlambat penyebaran virus itu dan juga bisa memberikan lebih banyak-sedikit waktu mencapai fase Gone. "At least maybe there's still a hope" kupikir. Banyak sekali orang terjangkit yang datang-hampir setengah populasi penduduk dunia mati terpanggang, dan sedikit orang kebal yang kebanyakan masih anak-anak dan remaja-untuk mendapat bantuan dokter itu dan tentu saja bayarannya pun sangat mahal dan antriannya sungguh panjang dan melelahkan. Terkadang telah mengantri seharian pun mungkin bisa tidak mendapat apa-apa. Aku berjuang sendiri, sejak ledakan sinar matahari itu, aku terpisah dengan orang tuaku, adik-adikku, teman-temanku, apakah mereka masih hidup? Ataukah mereka juga sedang berjuang sepertiku? Sungguh, aku tidak tahu, dan aku sangat merindukan mereka. Akupun mencari cara untuk tetap hidup dan mendapatkan uang, sisa uang yang kupunya kukumpulkan untuk membayar dokter itu. Kira-kira hampir setiap hari aku datang mengantri, dan hanya beberapa kali aku dapat diobati, dan itupun sedikit sekali. Luka yg terbuka itu memang sembuh dan aku tetap waras dalam beberapa hari, namun luka itu muncul lagi di bagian tubuh yang berbeda, aku mulai kembali batuk dan dada ku terasa lebih sesak, aku frustasi, dan aku merasa virus itu kembali menggerogoti otakku dan mengambil alih kewarasanku, akupun menyerah. Aku tidak mengantri pengobatan lagi. Aku tahu aku akan mati-berubah adalah kata yang lebih tepat-cepat atau lambat.

Disaat aku sedang melamun, menikmati sedikit kewarasanku yang tersisa, di tempat yang mungkin dulunya tempat pertunjukkan besar dan megah yang atapnya terbuka, sekarang yang tersisa hanya pemandangan mengerikan-panggung besar yang terlihat seperti monster berkarat dan terbungkus pasir, besi-besi mencuat dari sela-sela penyangga terlihat menyerupai taring monster yang sangat besar, tiang-tiang penyangga yang keropos, kursi-kursi penonton berkarat dan bau panas yang menyengat menusuk hidung-disitulah aku melihat seorang laki-laki berambut pirang dengan jaket merah gelap, celana panjang coklat, dan sepatu hitam kusam. Dari kelihatannya dia seperti seseorang yang baru saja kembali dari perang. Dia kelihatan sangat lelah, tetapi dengan wajahnya yang pucat, dan pembuluh darah yang membesar berwarna hijau kehitaman di sekitar leher sampai ke pipi nya aku tahu bahwa dia sama denganku, "He is not immune too," aku berkata dalam pikirku. Dia sedang duduk di barisan kursi penonton paling atas sendirian, aku berjalan menghampirinya. Dia bilang namanya Newt, dan dia menceritakan tentang kisah hidupnya melawan orang-orang yang ingin melakukan percobaan menemukan obat untuk virus ini terhadap mereka, aku tidak bisa bilang itu kisah hidup yang seru karena dalam usahanya merekapun kehilangan banyak teman-orang yang mereka sayangi. Dari caranya berkata-kata aku bisa menilai bahwa dia juga menyerah melawan virus itu, menyerah mencari obat, sama denganku saat ini, dan dia juga tahu tak lama lagi dirinya akan kehilangan semua kewarasannya dan mencapai tahap Gone. Dalam keadaan seperti ini yang terpikirkan hanyalah menunggu waktunya kau mati.

Kami saling bertukar kisah seakan mengobrol dengan sahabat lama yang baru berjumpa lagi. Beda denganku dia dulunya punya banyak teman, banyak diantara mereka yang kebal, bahkan beberapa diantaranya mati karena Crank itu. Tetapi virus itu memaksanya untuk meninggalkan mereka, dia tak ingin berada di sekitar teman-temannya saat memasuki tahap Gone, dia tidak ingin menyakiti teman-temannya dan dia tak ingin teman-temannya melihatnya berubah menjadi monster, jadi dia pergi, dan bertemu denganku. Akupun tak tahu dia menganggap aku teman atau hanya seorang yang dikenalnya, tapi mungkin berteman dengan yang bernasib sama dengannya membuatnya merasa sedikit lebih baik, dan akupun jadi ingin lebih lama menikmati sisa-sisa kewarasanku yang sedikit ini bersama Newt. Dia pun tak akan khawatir kehilangan kewarasannya di depanku, dan mungkin jika aku yang lebih dulu berubah aku tak akan takut.

Ditemani sinar matahari yang warnanya semakin oranye, di bekas kursi penonton barisan paling atas, kita sepakat berteman, hingga saat itu tiba.

-------------------------------------------------
yassss.. so this is my first story, yea i know this is not good enough but I kinda glad this story have a few readers yey

see y'all soon

xoxo,
b.s

MAZE RUNNER FANFICTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang