Pagi itu langit mendung seperti biasa. Entah mengapa aku lagi-lagi terpaku dengan langit yang seolah akan menurunkan air matanya ke bumi. Aku sebenarnya suka hujan, tapi aku jadi ingat padanya. Karenanya, aku membenci hujan. Hujan mengingatkanku padanya.
Kepada orang yang mencintaiku lebih dari diriku sendiri.Kepada senyum yang kini menjadi hal paling kurindukan di kala hujan.
Hujan menjadi sedikit merepotkan.
Aku terduduk, membuka buku harianku ditahun itu sambil mengenang apa yang terjadi sebelum semuanya sirna, seperti doaku di masa lalu. Tuhan, jika Engkau mengizinkan aku kembali pada masa itu barang 5 menit saja, aku akan mensyukuri setiap detik yang kuhabiskan dengan orang itu.
Dengan tubuh laki-laki yang ingin ku rengkuh saat ini.
Maafkan aku, Daniel.
"Pagi princess,"Shit lagi-lagi dia, umpatku dalam hati. Sungguh pagi ini moodku sedang sangat buruk. Dan dia semakin membuatku ingin menendang siapapun di depanku saat ini.
"Lagi badmood ya? Mau coklat ngga?" Tanyanya sambil menyodorkan sebungkus coklat yang sebenarnya kesukaanku, namun karena gengsi kutepis coklat itu hingga terlempar. Sesaat, aku merasa tak enak melihat ia memungut coklat itu dan memberikannya kembali kepadaku.
"Maaf," ucapku tertunduk lalu menerima coklat itu. Senyumnya yang manis terukir. Rasanya ingin kutarik kembali kata-kataku yang mengatakan bahwa senyumnya manis.
"Iya gapapa, kamu makan ya princess biar moodnya naik lagi. Daniel pergi dulu," pamitnya lalu pergi menuju kelasnya. Aku hanya memandangi coklat yang saat ini ada digenggaman tangaku dengan bertanya-tanya, pantaskah aku bersyukur ada dia yang selama ini selalu disisiku? Yang tetap dengan senyum mengejarku yang bahkan menoleh padanya saja tidak. Kim Sejeong, apa yang kau pikirkan?
Aku terduduk melihat teman-temanku berlarian kesana kemari di lapangan, sedangkan aku disini hanya bisa melihat. Aku menderita anemia kronis yang jika lelah sedikit saja aku akan jatuh pingsan. Dari kejauhan, terlihat sosok yang tidak asing dimataku,Itu Daniel yang juga duduk mengamati sama sepertiku. Memang, biasanya Daniel ikut pelajaran olahraga seperti biasa, namun hanya beberapa permainan tertentu. Selama yang aku amati, ia akan minggir jika permainan basket, lempar tangkap atau sepak bola. Sedangkan lari? Dia yang terbaik disini.
"Wah ada princess cantik," sapanya lengkap dengan senyuman. Aku hanya mendengus kesal lalu memalingkan wajah saat ia berjalan mendekatiku.
"Sudah minum obat? Kok di tempat yang panas-panas sih princess, nanti pingsan loh kek dulu," lanjutnya lalu duduk di sampingku.
"Bukan urusan kamu." jawabku ketus tanpa mengalihkan pandangan pada kolam air mancur disisi kananku.
"Tapi aku nanti sedih kalo kamunya sakit."
"Elah gombal mulu, dikiran gue cewe gampangan yang denger gituan langsung melt"
"Kata siapa kamu gampangan? Kamu itu susah, aku yang ngemis bertahun-tahun aja gak kamu toleh sama sekali." ucapnya tegas. Aku tertegun mendengarnya. Sedingin itukah kamu, Kim Sejeong?
"Kamu kenapa ngga pernah main basket atau sepak bola sama yang lain?" tanyaku memberanikan diri demi memuaskan rasa penasaranku.
"Ciee udah mulai perhatian, aku ini sukanya lari bukan main bola," jawabnya lembut.
"Main bola kan juga lari, Kang Daniel."
"Iya ya, tapi nanti banyak cewek yang naksir aku kalo jago main bola."
"Pede banget,"
"Kamu emang pengen banget liat aku main bola?"
"Ngga sama sekali, makasih."
"Nanti, kalo saatnya udah tepat aku bakal main basket didepan kamu."
"Oh iya."
"Gak percaya?"
"Percaya." jawabku sambil tersenyum.
"Kamu cantik kalo senyum." Mendengarnya, aku terang saja langsung mengubah sudut bibirku. Malu? Iya memang ku akui aku malu mendengarnya. Pipiku merona, rasanya ada kupu-kupu yang sedang terbang di dadaku. Perutku mual. Kang Daniel, shit sekali lagi kamu buat aku terbang.
"Daniel, itu mulut kamu berdarah," ucapku panik melihat bibirnya mulai kemerahan penuh darah.
"Iya udah biarin, tadi aku kegigit," jawabnya sambil mengelap darah dibibirnya yang terus mengucur, "Aku gak papa, Sejeong. Aku mungkin cuma terkena kutukan karna biasanya yang gini ini cuma anak laki-laki. Aku balik dulu ya," pekiknya diujung kalimat sambil terus menutupi mulutnya. Dan kali ini, dari kejauhan aku melihat ia menutupi hidungnya.
Aku membuka jendela kamarku lalu menghirup aroma tanah yang semerbak karena tetesan hujan. Dengan secangkir coklat panas membuatku sejenak larut dalam kenangan tak berujung.
Dear Daniel, apakah kamu mendengar doaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
dear, daniel✔
Historia CortaKang Daniel, bahkan mendengar namanya saja Sejeong sudah jengah. Setiap pagi, ia tak ubahnya seperti mesin absen bagi Sejeong. Dengan menampakkan gigi kelincinya, laki-laki itu tetap ramah di depan perempuan paling dingin dalam hidupnya. "Dear Danie...