Cinta Tapi Takut

1.3K 157 13
                                    

Al berlari kecil ke arah ruang kesehatan. Dengan wajah cemas, dia membuka pintu ruangan itu. Di sana terlihat Febri sedang membantu Prilly duduk bersandar.

"Prilly!" pekik Al dengan napas memburu.

Febri dan Prilly menoleh ke arah pintu, Al langsung masuk dan mengecek keadaan Prilly.

"Kamu kenapa bisa pingsan?" tanya Al khawatir seraya menangkup pipi Prilly.

Bibir pucat itu hanya tersenyum tipis. Matanya sayu, terlihat jelas jika dia sedang sakit.

"Kata Dokter Salsa, asam lambungnya naik. Ternyata ... tadi pagi si Cabe Rawit ini belum sarapan," jelas Febri memberikan sepotong roti agar Prilly memakannya.

Cabe rawit adalah julukan sayang Febri kepada Prilly. Dikerenakan tubuh Prilly yang mungil tapi lincah, membuat dia memberikan julukan itu padanya.

"Kamu tadi pagi nggak sarapan?" tanya Al menatap Prilly meneduhkan hati.

Prilly menggeleng sambil meminum teh hangat pemberian Febri. Prilly memakan roti yang Febri berikan.

"Kenapa?" tanya Al mengelus rambut Prilly lembut.

"Tadi pagi aku telat bangun terus bantu Bunda, cuci pakaian dan nyiapin sarapan. Nggak sempat sarapan karena aku takut terlambat ke kampus," jelas Prilly membuat Al menghela napas dalam.

"Kenapa kamu ikut kerja sih? Kan itu sudah ada tugasnya sendiri-sendiri?" kata Al merasa bersalah melihat Prilly sampai sakit begitu.

"Aku nggak mau jadi benalu di keluarga kamu, Al. Aku cuma bisa membalas budi dengan tenaga yang aku punya. Ini yang bisa aku lakukan saat ini untuk keluargamu," ucap Prilly menyentuh hati Febri.

Al menarik kepala Prilly ke dalam pelukannya. Al mengelus pipi Prilly lembut dengan ibu jari tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengelus rambut Prilly pelan.

"Jangan lakukan itu lagi, ya? Aku nggak mau lihat kamu sakit. Kamu sabar dulu, aku janji akan melakukan sesuatu untukmu," ujar Al lembut mencium pucuk kepala Prilly, membuat hati Prilly tenang dan nyaman di dalam pelukan pria yang diam-diam sudah mencuri hatinya.

***

Hari-hari dilalui penuh dengan sukacita, meski hati berbicara, tetapi mulut tetap setia bungkam. Masihkah nanti ada kesempatan? Jika bukan sekarang, kapan lagi?

"Prilly, tolong bantu Tante jemurin baju, ya?" pinta Mora ketika Prilly membantunya mencuci baju.

"Oke, Tante," jawab Prilly mengangkat keranjang pakaiannya.

Mora yang sedang mengeluarkan pakaian dari pengering, memerhatikan wajah Prilly yang terlihat sedikit pucat.

"Prilly." Mora menahan tangan Prilly dan meneliti wajahnya.

"Iya, Tan?" Prilly menatap Mora heran.

"Kamu kurang tidur, ya? Itu kenapa kantung mata sampai hitam?" tanya Mora perhatian.

Prilly hanya tersenyum. "Ini karena aku semalam belajar dan menyelesaikan tugas kuliahku, Tan."

Mora pun mendengus kasar menatap Prilly dengan tatapan tak suka. Prilly hanya melempar cengiran yang memerlihatkan barisan giginya.

"Sudah, biar Tante nanti yang jemur. Kamu istirahat saja sana!" Mora berniat menggapai keranjang dari tangan Prilly, tetapi Prilly menghindarinya.

"Biar aku saja, Tan. Nanti habis jemur, baru deh aku tidur, ya?" tolak Prilly dengan senyuman terbaiknya.

Mora tak dapat membantah jika Prilly sudah menginginkan suatu hal, pasti tak ada satu orang pun yang dapat menghalanginya.

"Ya sudah deh, terserah kamu. Tapi jangan sampai kamu memaksakan diri, ya? Nanti Tante dipikir orang tua yang kejam, memaksa anak gadis orang bekerja keras," ujar Mora membuat Prilly terkekeh.

Anak Singkong dan Anak Keju (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang