Bertentangan Dengan Prinsip Keluarga

803 119 2
                                    

Semenjak kejujuran Al saat itu, Prilly tak habisnya selalu menangis di pelukan Lia. Pintu kamar Lia terbuka keras hingga mengagetkan orang yang berada di dalam. Prilly menegakkan tubuhnya tak berani menatap mata yang penuh amarah itu.

"Mommy! Cukup!" Al menahan Risma yang kalut dan marah, menghampiri Prilly ke kamarnya.

"Dia nggak pantas buat kamu!" pekik Risma menunjuk Al dengan tatapan tajam. Amarahnya berapi-api.

Al menarik Risma keluar dari kamar Lia. Sebelum pergi, Al sempat membungkukkan badannya meminta maaf atas keributan itu.

"Bun, Prilly sebaiknya keluar dari rumah ini. Untuk sementara waktu, Prilly akan tinggal di luar." Prilly segera membereskan beberapa barangnya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Lia bingung mencoba menahan Prilly.

"Bun, kalau Prilly masih di sini, semua akan kena imbasnya. Prilly akan coba cari kontrakan, setelah nanti Prilly dapat, Bunda boleh keluar dan berhenti kerja dari sini. Prilly sudah dapat pekerjaan para waktu di kafe House." Prilly tetap memasukkan beberpa bajunya ke tas.

Lia tak dapat berbuat apa-apa selain membiarkan Prilly keluar dari rumah ini untuk sementara waktu, agar keadaan mereda.

"Kamu hati-hati, ya? Selalu kabari Bunda, di mana pun kamu berada," ujar Lia melepas kepergian Prilly dari rumah Al.

"Maafin Prilly, ya, Bun?" Prilly memeluk Lia, dia melepaskan pelukannya dan melenggang pergi dari rumah Al.

Lia menatap nanar kepergian Prilly, hatinya pilu harus membiarkan anak semata wayangnya berjuang sendiri di luar pengawasannya.

"Lia?" panggil Mora.

Lia membalikkan badan lalu memeluk Mora, menumpahkan kesedihannya. Mora dapat merasakan kesedihan Lia, tetapi saat ini dia tak dapat melakukan apa pun.

"Ayo, kita masuk." Mora mengajak Lia masuk ke rumah, tanpa melepaskan dekapannya.

Prilly berjalan terus melangkah, entah harus ke mana tujuan dia malam ini. Dia merogoh ponselnya, melihat panggilan tak terjawab dari Al hingga sampai 10 kali. Prilly mengabaikannya, dia terus berjalan mencari tempat yang dapat ditinggali untuk beristirahat.

"Harus ke mana lagi aku pergi, ya Allah," gumam Prilly bingung. "Febri!"

Segera Prilly menghubungi Febri, hanya sahabatnya itu tujuan dia malam ini.

"Feb, lo di rumah nggak?" tanya Prilly yang sebenarnya merasa sungkan jika harus menginap di rumah Febri.

Namun, tak ada pilihan lagi, daripada dia terlantar di jalanan, lebih baik menginap di tempat yang jelas.

"Ada. Kenapa, Pril? Tumben malam-malam telepon?" tanya Febri yang ada di seberang sana.

"Ceritanya panjang, Feb. Bisa nggak, kalau malam ini gue nginep di tempat lo?" tanya Prilly segan.

"Ya bisalah, dengan senang hati. Sini, langsung aja datang ke rumah, Pril," ujar Febri berbaik hati menampung Prilly, membuat Prilly sedikit merasa lega karena ternyata masih ada di dunia ini teman setulus Febri.

"Iya, makasih sebelumnya, Feb," ucap Prilly, sebenarnya dia tidak mau merepotkan siapa pun, tetapi tak ada lagi tujuan selain Febri.

"Okay, gue tunggu, ya." Panggilanpun terputus.

Prilly melanjutkan perjalanannya di bawah sinar bulan sabit. Keramaian orang yang masih berlalu lalang tak membuatnya takut untuk terus menyusuri jalan menuju rumah Febri. Ponselnya terus berdering, Prilly tak mengacuhkannya.

Anak Singkong dan Anak Keju (Komplit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang