hehe
"Ngapain, sih?" omel Sejeong sewot ketika melihat Jaehwan mengobrak-abrik tas ranselnya.
"Bentar, Je. Buku catetanku kayanya ketinggalan, deh," ujar Jaehwan panik sambil membuka semua resleting tasnya.
Sejeong memutar bola mata jengah. "Makanya, Wawan. Kalo kelasnya udah selesai itu jangan buru-buru ngacir! Udah tau bukunya penting!" omel Sejeong.
Jaehwan meringis. Tangannya menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Bodoh sekali. Bagaimana dia bisa meninggalkan buku catatan yang penting itu?
"Udah, deh. Biarin. Nggak hilang juga. Siapa emang yang mau ngambil buku catetan lusuh kaya gitu," ujar Jaehwan enteng dan mendapat satu cubitan dilengan.
"Aw! Sakit, sayang. Jangan dicubit, kamu pikir lengan aku kue?!" protes cowok berpipi chubby itu sambil bersungut.
Sejeong melepas cubitannya dilengan Jaehwan. Memandang wajah kekasihnya dengan sebal.
"Enteng banget, sih, ngomongnya. Please, deh. Kamu udah bukan anak SMA. Yang bener sedikit dong otaknya,"
Jaehwan merangkul pundak Sejeong, menjawil hidung kekasihnya gemas. "Iyaa bawel. Mau nungguin aku balik ke kelas dulu? Atau kita kesana aja sekalian ke parkiran?"
"Terser—"
"JAEHWAN!"
jaehwan dan Sejeong otomatis menoleh. Mendapati teman sekelas Jaehwan—Kim Hanbin—berjalan sambil membawa buku.
"Eh, Pak Ketua. Kenapa? Belom balik?"
Hanbin menampilkan cengiran khas-nya. "Nungguin Jennie, masih ada kelas dia. Eh, ada nyonya. Hai Sejeong!"
Sejeong membalas sapaan Hanbin dengan senyum dan anggukan tipis. Tidak ada mood untuk berbicara banyak.
"Kenapa, Bin?" tanya Jaehwan to the pint. Menyadari gelagat Sejeong yang terlihat lemas. Pasti gadisnya itu lelah.
"Buku catetan lo ketinggalan di kelas. Untung aja gue liat. Coba kalo enggak, besok mau belajar pake apa lo?" Hanbin menyodorkan buku catatan Jaehwan kepada si pemilik.
Jaehwan langsung tersenyum sumringah. "Wah, makasih ya, Pak! Sampe panik gue nyarinya, hehehe..."
"Yoi. Makanya lain kali jangan teledor. Hari ini yang ketinggalan buku. Besok apa? Pipi lo ketinggalan juga?" gurau Hanbin yang hanya dibalas cengiran Jaehwan.
"Eh, btw gue duluan ya. Kayanya Jennie udah keluar. Awas lo besok ketinggalan lagi, gue bakar bukunya," ancam Hanbin bercanda.
Jaehwan tertawa kecil. "Haha iya, tenang. Makasih loh. Gih sana buruan!"
Hanbin hanya mengacungkan jempol dan tersenyum pada Jaehwan dan Sejeong, lalu berlari menuju kelas kekasihnya, Jennie.
"Tuh, untung ada yang baik mau ngambil bukumu. Besok-besok jangan diulangi lagi ya, Wawan. Oke?" bak seorang Ibu kepada anaknya, Sejeong menepuk puncak kepala Jaehwan pelan.
Jaehwan hanya meringis.
"Kemarin gitarnya ketinggalan, sekarang bukunya ketinggalan, besok-besok jangan sampe aku ya yang ketinggalan," gurau Sejeong.
Jaehwan menatap gadis disebelahnya dengan senyuman. Menautkan jemari keduanya dalam genggaman erat.
"Nggak akan. Ninggalin kamu itu bakalan jadi kesalahan terbesar buat aku. Aku bakalan jadi orang paling bodoh sampai bisa ninggal salah satu perempuan yang berarti buat aku, selain ibuku. Yaitu kamu."
Sejeong tersenyum malu. Wajahnya merona. Ucapan Jaehwan bagaikan menggelitik perutnya. sangat cheesy.
Mereka pun berjalan menuju tempat parkir dengan tautan tangan dan senyuman tulus terukir dibibir masing-masing.
Bahagia itu sederhana, kan?
+++
hehehehehehe aku hadir bersama bonchapt^_^
ada yang kangen gombalan jaehwan gak?
kata jaehwan mah, jangan kangen. berat. tapi lebih berat lagi kalo disuruh gendong sejeong:(
yhaaaa
btw apakah kalian ingin ada bonus chapter lagi???? kalo engga juga gapapa huehehe^_^
sekian dan tengkiyu♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaehwan, 1996.✔️
Poetry[completed] Namaku Jaehwan. Bukan awan, bukan wawan, apalagi sawan. Dan yang paling penting, aku bukan Dilan. Tapi aku adalah seseorang yang akan mewarnai harimu. Iya, kamu. Bahkan jika kamu bukan milea sekalipun. Karena kamu bukan Milea. Maka dari...