Joy terbangun dan mendapati Irene tersenyum ke arahnya.
"Syukurlah, kau sudah bangun."
Irene menggenggam erat tangan Joy dan tersenyum, tetapi Joy juga tidak melupakan pemandangan di sekitarnya. Dia tahu bahwa kondisinya sangat buruk, melihat bahwa ia terbangun dengan semua kabel menempel pada tubuhnya.
"Irene unnie....." Joy menatap sedih Irene. "Mianhae."
"Tidak apa-apa, Joy. Kau tidak salah apa pun, unnie bersyukur kau masih bisa membuka kedua matamu. Setidaknya kau masih hidup, dan itu cukup untuk membuat unnie senang." Irene mengusap pelan punggung tangan Joy.
Joy dapat melihat keletihan pada wajah kakaknya itu. Keringat yang tidak berhenti menetes, kantung mata yang sedikit terlihat, suara hembusan nafas, dan rasa kantuk yang tertahan hanya untuk melihat dongsaengnya terbangun.
Satu detik kemudian, Seulgi masuk ke dalam kamar Joy dan Irene menggeser posisinya mempersilahkan Seulgi untuk mengecek kondisi dongsaengnya.
"Bagaimana perasaanmu, wonder woman?" Seulgi mengecek mesin-mesin yang berada di sekitar kasur. "Apakah kau lupa kalau kau bukanlah salah seorang pahlawan super?"
Joy menggigit bibir bagian bawahnya, menundukkan kepalanya. Seketika, ia teringat pada Yeri.
"Yeri.... Apakah Yeri baik-baik saja?" Joy berbisik pelan.
"Yeri? Dia baik-baik saja, kok." Seulgi mengangguk. "Namun, kondisinya sangat turun drastis, sekarang dia sedang beristirahat."
Joy menganggukan kepalanya, dan mendesah kecil begitu ia mendengar kondisi terkini Yeri.
"Aku duluan ya, aku harus mengecek kondisi pasien yang lain." Seulgi berjalan keluar dari kamarnya.
"Ah, aku juga harus pergi. Unnie harus pergi menemui dokter Hwasa untuk membicarakan masalahmu. Annyeong, Joy." Irene mengecup pelan kening Joy.
Seulgi dan Irene berjalan keluar bersamaan, meninggalkan Joy sendirian. Blam. Pintu pun tertutup dan suasana kamar kembali menjadi begitu sepi.
Joy menyenderkan kepalanya dan menatap sekat-sekat langit kamarnya. Joy tiba-tiba memikirkan tentang Irene selagi ia menatap kosong sekat-sekat langit. Setidaknya kau masih hidup, dan itu cukup untuk membuat unnie senang. Mendengar kalimat itu, Joy yang seharusnya tenang, justru malah merasa sedih, karena ia sudah berulang kali merepotkan Irene.
"Setidaknya kau masih hidup, ya...?" Joy bergumam pada dirinya sendiri. Joy menarik selimut dan segera menutupi tubuh kecilnya, hendak tidur. Sungguh lucu, mengapa ia bisa menjadi sangat mudah lelah saat ia hampir mendekati ajalnya, pikir Joy. Disaat ia akan menutup matanya, Joy merasa takut, berpikir ia takkan pernah bisa lagi membuka kedua matanya disaat ia tidur.
.
.
.Yeri menatap kosong film yang sedang ia tonton sekarang di dalam kamarnya. Meskipun film yang sedang diputar itu adalah film favoritnya, namun tetap saja membosankan.
Yeri mematikan TVnya, menghela nafasnya berat. Yeri turun dari kasurnya, pergi menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Saat sedang membasuh wajah, Yeri berhenti sebentar dan menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin.
Wajah yang pucat, kulit yang seperti zombie, bibir yang semakin berubah menjadi warna ungu pucat, jiwa yang sebentar lagi akan diambil dari tubuhnya, tatapan matanya yang kosong, itulah Yeri yang ia tatap dari cermin. Yeri seperti tidak lagi mengenali dirinya sendiri, dirinya yang sekarang ini sangat jauh berbeda dengan dirinya yang dulu.
Yeri merasakan bahwa sebentar lagi jiwanya akan direbut dari tubuhnya oleh sang kematian, yang sepertinya sudah tidak sabar untuk membawa jiwa malang milik Yeri yang sudah hilang separuh pergi menuju surga atau neraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I Love You | PSY • KYR
Romance"Mencintaimu itu anugerah, keajaiban, juga hal terindah. Karena cintamu, aku bisa bertahan sampai sekarang. Terima kasih telah terlahir ke dunia ini, dan juga telah mencintaiku setulus hatimu, Joy." ~ Yeri