0

11 1 0
                                    

Kamar bernuansa baby blue menelan dua gadis yang masih mengenakan seragam sekolah yang bertulis Jio High School. Zaza masih fokus dengan buku Matematika sesekali ia mencoba mengerjakan soal yang sudah ada.

Ichi memandang Zaza datar, melihat rumus saja rasanya ingin muntah jadi ia hanya memakan snack yang di sediakan pembantu Zaza sewaktu mereka tiba di rumah gadis yang rambutnya dicepol menggunakan bolpoin itu.

"Besok gue nggak mau ngasih contekan" Zaza melirik Ichi yang sudah menghabiskan setengah toples kripik tela miliknya.

"Baik bu ini saya belajar tapi jelasin ya yang gue nggak ngerti" Zaza menangguk ia kembali menghitung bunga majemuk kadang ia berfikir uang milik siapa kenapa dirinya harus pusing-pusing menghitungnya. Oke semuanya ilmu.

Renata menatap tumpukan buku soal Matematika yang di susun anaknya menjadi menara.

"Hijaz kenapa kamu malah main game bukanya belajar untuk ulangan besok?! Pak Imam sms mama kalau kelasmu besok ulangan!" Hijazi segera duduk di meja belajar setelah bersantai dengan kasur empuk.

"Iya ini Hijaz belajar" Hijazi membuka buku apapun yang berada dimeja agar Renata tidak mengeluarkan ceramah yang lebih panjang lagi.

"Anteng kayak gitu. Awas lagi kalau ulangan kali ini nilaimu masih lima" Renata keluar dari kamar Hijazi.

Setelah memastikan aman Hijazi kembali berguling ke kasurnya. Tak sampai lima detik pintu kamarnya terbuka.

"Astaga" jantung Hijazi hampir saja lepas karena kaget.

"Kamu itu di bilangin masih ngeyel"

"Hijaz nggak paham yang di contohin Pak Imam rumusnya ganti-ganti terus jadi bingung mau hafalin yang mana?"

"Kenapa nggak tanya Pak Imam? Malah lapor ke mama lagi emang mama guru matematikamu apa?"

"Ya emang gitu nyatanya"

"Kalau orang tua ngomong jangan di sahutin. Kebiasaan"

"Mama nggak mau terima alasan apapun. Mama harus cari guru les buat kamu. Milih belajar apa ponsel dan motor mama sita?"

"Kalau di tanya jawab!" bentak Renata.

"Allahhuakbar tadi katanya nggak boleh jawab" Hijazi mengusap wajahnya kasar. Ia tidak pernah tahu jalan pikiran seorang wanita.

"Ini beda. Mama mau menemani papa dinner dengan client. Jadi besok mama harap ada kabar baik dari Pak Imam" setelah menyelesaikan kalimat Renata angkat kaki dari kamar.

Hijazi duduk dan melihat deretan rumus yang selalu mental di otaknya jika dirinya mencoba mengingat.

Dia sangat pasrah dengan mata pelajaran satu ini. Hijazi harap besok ada yang berbaik hati memberinya contekan. Ia tidak ingin menjadi gembel ketika motor dan ponselnya di sita.

ㅡㅡ

Nggak tahu mau nulis apa untuk mengawali cerita ini. Setelah cerita ke hapus semua punya niatan berhenti menghidupkan imajinasi orang lain.

Tapi terlalu lemah jika menyerah pada keadaan.

Kalau galau keteman jawabanya selalu "buat lagi aja". Dan saya merenungkanya. Selama satu minggu saya puasa senin-kamis setiap malam shalat tahajud untuk meminta petunjuk dari Allah. Saya selalu meminta nasihat dari guru bk saya takut jika pilihan yang saya ambil berakibat fatal yaitu sistem terhapus again TT

Eh nggak deng. Receh? Bodo.

Terimakasih teruntuk Rose, Jisso, Lisa.

Sekarang sudah bisa move on dan bisa nulis-nulis lagi 🙌

Saranghae 🙆

ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang