2

149 17 4
                                    

Seperti biasanya, klub malam yang terletak di daerah terpencil ini ramai oleh pengunjung yang ingin berfoya-foya sampai para pencari hiburan baru akan kehilangan sosok kekasih dalam hidup. Lokasi strategis yang tidak termasuk kawasan patroli polisi, klub ini juga disponsori oleh sebuah perusahaan sehingga semua perabotan di dalamnya cukup memadai. Tempat yang cocok untuk didatangi (name) malam ini.

Selepas bermandi air hujan di sore hari, (name) segera berlari kecil menuju apartemen. Kunci pintu diambilnya dari dalam saku celana dan memasukkannya ke lubang lalu diputarnya. (Name) masuk ke apartemennya dan tak lupa mengunci pintu. Seketika tetes-tetes air hujan membasahi lantai sehingga (name) harus berhati-hati saat berjalan. Kemudian menyambar pakaian serta handuk, ia memasuki kamar mandi dan mulai membersihkan badan sekaligus mengeluarkan isi hatinya kencang-kencang sampai mengganggu tetangga sebelah yang pada akhirnya berteriak menyuruh (name) diam.

Itu terakhir kali yang diingat (name) sebelum ia merasa kepalanya berat. Gadis itu meletakkan gelas di atas meja secara kasar dan berseru, "Segelas lagi!"

Bartender yang sudah terbiasa dengan pelanggan seperti ini, cepat-cepat membuat minuman beralkohol yang dimaksud dan menyajikannya. Pria tampan berjas itu lalu bersiap mendengarkan segala curhatan yang keluar dari bibir gadis ini seraya membuat pesanan orang lain.

Tubuh (name) yang lunglai hampir terjengkang ke belakang. Sudah tahu tidak bisa menahan minum alkohol, ia tetap memaksakan dirinya. Mata berkunang-kunang menyebabkannya tidak bisa melihat dengan jelas dan hampir menyamakan gelas pesanannya dengan tangan bartender kenalannya. Pikirannya kemana-mana, tidak bisa fokus pada kejadian yang dialaminya tidak lama. Setelah beberapa saat, (name) mendapat sebagian kesadarannya dan mulai bercerita. Sementara bartender itu mendengar setiap kata dengan saksama.

Pria itu mengangguk-anggukan kepala. "Singkat kata, kau tidak ingin berpacaran," komentarnya sembari menuangkan minuman ke gelas kaca.

Muka (name) langsung terlipat. "Siapa yang bilang tidak ingin pacaran, hah!" balasnya tambah mabuk. Gelas kosong yang dipegangnya segera diganti oleh sang bartender. Diperlukan hanya seteguk untuk menghabiskannya dan mendapat helaan napas lelah. Bartender itu lantas menyediakan lima gelas lagi sebelum menasihati (name).

"Sudah terbukti bahwa kau juga salah dalam hubungan ini." Si bartender, Iwaizumi Hajime, menarik kursi dan duduk berhadapan dengan (name). Tatapan matanya terlihat serius dan dirinya melipat kedua tangannya.

"Hah?" Respon yang diberikan (name) segera dijawab oleh Iwaizumi.

Ia berdeham pelan lalu berkata tegas, "Akaashi dapat kau salahkan karena ia berselingkuh. Tetapi, (name), kau dari awal tidak pernah mempercayainya. Segala perbuatan yang dilakukan Akaashi selali dicurigai olehmu. Bagaimana mungkin ia tidak bosan denganmu setelah setiap hari ditanyai terus."

Ocehan Iwaizumi disambut (name) dengan membuat beberapa orang terkejut akan diletakkannya gelas di atas meja yang menimbulkan bunyi bising. (Name) jelas merasa sebal di kondisinya yang mabuk. Rambut yang setengah acak-acakan disampirkannya ke belakang kemudian tubuhnya condong ke depan sehingga wajah mereka sangat dekat.

"Aku! Aku hanya peduli! P, e, d, u, l, i!" Gadis itu mengeja seraya tubuhnya kembali ke posisi seperti semula. Sementara itu, Iwaizumi memandang jijik ke arahnya. "Mulutmu bau sekali dengan alkohol," ucapnya cepat. Ia segera mengambil sisa gelas dan menyimpannya sebelum (name) meminumnya lagi.

"Eeehhh, aku masih, masih mau minum!" serunya kencang tanpa peduli keadaan sekitar. Lantas Iwaizumi menggeleng.

"Kau sudah terlalu banyak minum alkohol. Cepat sana pulang. Aku tidak mau ada pengunjung yang muntah di hadapanku," tandasnya kembali mengerjakan pekerjaannya.

"Tidak! Mau!"

Iwaizumi pun mengambil ponselnya yang disimpan di dalam saku dan mulai menekan angka di layar. "Aku akan menelepon taksi dulu. Kau. Tunggu. Disini." Ia lalu pergi menjauh untuk mendapat ketenangan saat menelepon.

Gadis itu menatap kepergian Iwaizumi dengan senyum penuh kemenangan terulas di wajahnya. Masih setengah sadar, ia berusaha menggapai botol merek favoritnya yang kemudian diambil oleh seorang pria tinggi dan menawan. (Name) menoleh ke arah pria tersebut dan mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Huh?" (Name) baru sadar ketika melihat botolnya ada di tangan pria itu. "Kembalikan! Itu punyaku!"

Pria itu awalnya tidak bergerak. "Iwaizumi berkata kau tidak boleh lagi minum," ujarnya santai. Ia meletakkan botol tersebut jauh dari jangkauan (name) yang mulai marah.

"Kembalikan!" Nadanya membentak pria itu. Dibalasnya dengan seringai. "Oh?"

Jujur, (name) yang dalam keadaan mabuknya masih bisa berkomentar bahwa pria di hadapannya ini sungguh menarik. Bak seperti model, tubuhnya yang sudah dibentuk dengan baik menampilkan secara malu-malu otot-ototnya. Dikurung dengan jas hitam mahal, pria it berdiri di depannya dengan sebuah seringai yang sangat cocok dengannya. Terkesan licik, tetapi menggoda. Hampir saja (name) akan termakan olehnya, jika tidak mengingat kejadian yang dialaminya sore hari tadi.

(Name) membalas dengan kasar. "Kalau tidak mau mengambilnya! Lebih baik, kau, kau pergi saja!" Mendadak sesuatu bergemuruh di perutnya. Lantas kedua tangannya memegang perutnya. Bersamaan dengan ini, Iwaizumi berlari menuju (name) sambil mengatakan sesuatu. Matanya menangkap sebuah sosok familiar dan langsung berteriak, "Kuroo! Sedang apa kau bersama (name)?"

Pria itu merasa terpanggil dan mencari-cari orang yang memanggilnya. "Ah, Iwaizumi. Jadi, gadis ini bernama (name)?" Kuroo kembali menatap (name) yang sedang kesusahan menahan suatu hal. Wajahnya menampakkan kekhawatiran melihat (name) seperti itu.

"Ada apa?" tanya Iwaizumi sambil berjalan mendekati mereka berdua. Ia tidak bisa melihat wajah (name) dan hanya menemukan wajah Kuroo. "Kenapa wajahmu pucat sekali, Kuroo?"

"Ehm," Kuroo menatap Iwaizumi seraya menunjuk ke arah (name), "sepertinya dia akan..."

Seakan ada yang membantunya, semua isi perutnya dikeluarkan lewat perutnya yang bertransformasi menjadi hal bernama muntah. Kuroo tidak sempat menghindar, alhasilnya terkena muntahan (name) diringi sebuah jeritan, "Kuroo!"

Kuroo adalah satu-satunya kata yang ditangkap (name) sebelum dirinya kehilangan kesadaran dan ambruk bersandar ke meja.

Something Called Trust ▪ Kuroo TetsurouWhere stories live. Discover now