Don't like Don't readT︵T
Happy reading ^_^
.
.
.
.
Keadaan benar-benar hening. Siswi-siswi yang tadi terlihat antusias membicarakn si murid baru yang katanya berwajah tampan bak anggota boyband Korea itu, kini terdiam. Jenny masih sibuk dengan buku Fisika yang ia baca. Ia tak berminat melihat ke depan barang sedetik pun.Kasak-kusuk pun mulai terdengar. Siswi berambut pirang yang duduk di depannya tampak meringis. Entahlah, Jenny tak tahu apa yang terjadi di depan. Dan Jenny tak ingin tahu. Waktunya terlalu berharga untuk memperhatikan hal sepele di depan sana. Hari ini ada ujian Fisika. Ia tak ingin nilainya jeblok lagi. Sudah cukup dirinya mengecewakan sang ayah semester lalu. Semester sekarang, ia tak ingin mengecewakan kembali sang ayah. Hatinya sakit saat sang ayah membandingkannya secara tak langsung dengan sang adik yang masih duduk di bangku kelas lima sekolah dasar.
Jody, adik perempuan satu-satunya yang ia punya. Tumbuh menjadi gadis berkepribadian seperti sang ayah yang arogan dan menjunjung kesempurnaan. Diusianya yang masih 10 tahun itu, Jody sudah berhasil memenangkan Olimpiade Matematika di tingkat Internasional. Saat itu, ayahnya terlihat sangat bangga akan keberhasilan sang adik. Meskipun Jenny sedikit iri akan kejeniusan sang adik, tapi Jenny juga ikut bangga dan bahagia akan keberhasilan yang Jody dapat.
Meskipun adiknya itu sedikit arogan, Jody kerap menunjukkan sikap manja dan sifat anak-anak lainnya di hadapan Jenny. Bagaimana pun juga, Jody masih membutuhkan sosok seorang ibu. Dan Jody bisa mendapatkannya dari sosok sang kakak yang kini tengah menempuh pendidikan di SMA . Meskipun Jenny masih duduk di bangku kelas XI, Jenny sudah terbiasa melakukan hal-hal yang ibu rumah tangga lakukan. Termasuk memasak dan membereskan isi rumah.
Di kediaman Jenny memang terdapat beberapa orang pelayan. Tapi, Jenny kerap memaksa untuk turut terjun langsung ke dapur. Setiap pagi, Jenny selalu menyempatkan diri untuk menyiapkan sarapan untuk ayah dan adik tersayangnya.
"...Ny! Jenny!"
Jenny mengerjap. Suara Pak Guru berhasil menyadarkan dirinya. Wajahnya ia angkat dan menghadap ke depan. Uh, oh!
Pak Guru tampaknya sedang kesal sekarang. Wajahnya masam sekali.
"Ma-Maaf, Pak Guru!" Jenny menundukkan kepalanya dalam. Ia menyesal telah berkelana kemana-mana. Ini teguran pertama yang ia dapatkan. Semoga Pak Gurunya itu tak melaporkan hal ini pada ayahnya. Bisi gawat kalau hal ini sampai di telinga ayahandanya.
"Sudahlah, Jonathan. Kau duduk di sebelah Jenny. Semoga kalian dapat berteman baik." Pak Guru tersenyum dengan mata yang hampir terpejam. Ya, hanya Jenny yang duduk sendirian. Yang lainnya duduk. Tapi, Jenny tak peduli. Meskipun duduk sendiri, ia masih punya teman. Daniel dan Michael. Dua sahabat baiknya dari kecil tak pernah meninggalkannya.
Begitu mendengar suara Pak Guru, Jenny kembali menegakkan tubuhnya. Matanya membulat. Bu-bukan karena perintah Pak Guru pada si murid baru. Tapi, karena membaca tulisan di papan tulis yang ternyata berhasil membuat siswa dan siswi menjadi hening.
'Jonathan. Aku tidak dapat bicara.'
Jadi? Dia bisu? Yang benar saja!
.
.
.
.
.TBC
*SILAKAN BERIKAN KRITIK DAN SARANNYA YA,...^O^
Tunggu chapter berikutnya ya...
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇
Next chapter 2
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mute
Teen FictionJenny terdiam di bangkunya. Ia tak memperdulikan seseorang di depan sana yang dipanggil Guru tengah mengoceh memperkenalkan seorang siswa pindahan dari luar negeri. Yang Jenny tahu, pemuda itu bernama Jonathan. Tak banyak yang ia dengar. Karena sesu...