02 GATRA

1.4K 64 1
                                    


"Jangan salahkan apa yang aku sukai, karena kabahagian ku berasal darinya. Mungkin kamu bukan yang utama tapi kamu tetap salah satu sumber kebahagiaanku." -Gatra

---

Pagi ini Gatra sudah duduk di depan meja Sava, menunggu sang empunya datang. Dua menit sebelum bell masuk berbunyi Sava datang dengan wajah ceria.

Melihat Gatra duduk duduk di depan mejanya dengan wajah serius membuat Sava menaikan alisnya, seolah bertanya tumben, ada apa?

Gatra yang seolah mengerti kemudian memperbaiki posisi duduknya menghadap Sava, yang sudah duduk di bangkunya.

"Kenapa Ga?" tanya Sava belum mengerti tujuaan dari Gatra.

"Kemarin pulang sama Bian?" tanya Gatra dengan wajah yang sulit dibaca.

"Iya, kemarin abang nggak bisa jemput katanya ada meeting mendadak."

"Kenapa nggak minta gue buat anter lo pulang?" Sava diam belum berniat untuk menjawab pertanya simpel dari Gatra.

"Kenapa Va? Lo lagi deket sama Bian?" tanya Gatra bertepatan dengan bell masuk berbunyi. Gatra tau cara membuat Sava diam.

"Kita lanjut pulang sekolah," kalimat terakhir Gatra sebelum kembali ke tempat duduknya, disusul dengan guru yang masuk kedalam kelas. Meninggalkan Sava yang masih diam memikirkan perkataan Gatra tentang kedekatannya dengan Bian.

---

"Bareng nggak nih?" tanya Mantra dengan tangan yang sibuk memasukkan buku kedalam tas.

"Duluan ajah Koh, gue ada urusan sama Sava."

"Oke, kalo gitu gue duluan ya Ga." Gatra mengangguk kemudian melirik Sava.

Sava tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Mengatakan apapun yang memang bener adanya dan apapun resikonya.

"Va, sekarang jujur sama perasaan kamu. Sesakit apapun aku pasti denger," ucap Gatra dengan suara lebut dan tegas secara bersamaan.

"Aku bingung mulai dari mana."

"Dari awal kedekatan kamu dengan dia, dan sejauh apa. Ceritain semua," manik hijau Gatra kini menatap lekat wajah cantik Sava.

Lima belas menit Sava masih diam. Gatra harus memancingnya dengan cara lain agar Sava mau angkat bicara.

"Sava jujur sama perasaan kamu," ucap Gatra meyakinkan Sava, dengan tangan yang berada pada bahu Sava sebagai penguatnya.

"Ga, kamu tau jujur itu nggak gampang? Kamu harus bisa tanggung resiko dari kejujuran kamu? Kamu tau sakitnya jujur?Sekarang aku tanya, apa kamu cinta sama aku?"

Gatra terkekeh kecil sebelum menjawab pertanyaan Sava. "Va, cinta itu cuma untuk mereka yang udah nikah sedangkan kita itu nafsu. Anak SMA belum ngerasanin cinta yang sebenarnya,"

Sebelum melanjutkan kalimatnya Gatra meraih tangan Sava yang berada diatas meja, "terlepas dari apapun itu jenis cinta yang kita jalanin, dua hal yang perlu kamu tau aku nyaman dan bahagia bareng kamu." mempertegas enam kata di akhir kalimatnya dengan menatap mata Sava.

"Tapi kenyataannya kamu lebih nyaman sama game kamu, kamu yang selalu cuekin aku, kamu lebih milih malam mingguan sama stick game atau main di warnet sampe larut, daripada habisin waktu sama aku. Aku juga mau kayak perempuan lain yang kalo ke kantin bareng sama pacarnya bukan ketemu di kantin, padahal kita satu kelas. Kamu tau, posisi kamu perlahan terganti sama Bian yang selalu ada." Gatra sudah membuka mulutnya tapi lain dengan suara yang enggan untuk keluar.

"Kamu tau motong pembicaraan itu nggak sopan." Gatra kembali menutup mulutnya, membiarkan Sava melanjutkan kejujurannya.

"Kamu terlalu sibuk sama dunia game kamu sampe lupa sama aku, lupa kalau ada yang nunggu kabar dari kamu, lupa kalau ada yang minta perhatian bukan sekedar pengakuan." Ucap Sava dengan melepas genggaman tangan Gatra secara perlahan. Gatra membenarkan sebagian ucapan Sava, dan Gatra menyesal.

"Bukannya kita udah sepakat kalo kita bakal saling ngertiin. Kamu tau aku gamers
dan kamu dukung aku, tapi kenapa sekarang kamu berubah?"

"Itu dulu Ga, sebelum kamu yang selalu menuntut untuk dimengerti. Ga, harusnya kamu tau semua perempuan juga mau dipahami bukan sekedar dimengerti. Aku nggak sepenuhnya dukung hobi kamu. Tapi aku nggak bisa larang apa kesukaan kamu, aku nggak bisa suruh kamu berhenti main game itu semua karena game salah satu sumber kebahagian kamu selain aku. Tapi aku rasa aku bukan sumber utama kabahagian kamu, karena jadi prioritas cowo gamers itu ibarat panjat pinang sendirian, bisa dilakuin tapi susah." Pandangannya turun menatap sepatu hitam yang Gatra kenakan.

"Va, sejauh apa hubungan kamu sama Bian?"

"Aku nggak tau seberapa jauh hati ini pergi ninggalin kamu. Ga, kamu pasti tau kalimat 'yang bikin nyaman akan kalah sama yang selalu ada' ". Gatra mengadahkan kepalanya keatas menarik nafas sedalam dalamnya, perkataan Sava sudah menggambarkan dengean jelas perasaanya.

Gatra merubah tempat duduknya, mendekatkan diri berada disampaing Sava, "Apa selama ini kamu bahagia sama aku?"

Wajah Sava hanya menunduk, menyembunyikan matanya yang sudah tidak kuat menahan bulir bening yang akan jatuh jika menatap wajah Gatra.

"Sava.. "

Sava menyandarkan kepalanya pada bahu Gatra, "Kebahagiaan itu nggak ada yang abadi, sekarang aku merasa perih dengan kebahagiaan aku." Cicit Sava yang terdengar menyakitkan untuk Gatra.

"Ga, aku sayang sama kamu." Senyuman mengejek terbentuk dari bibir Gatra, "tapi aku nyaman dan bahagia bareng dia." Sava tidak dapat menyembunyikan getaran pada suaranya. Gatra cukup tau betul siapa yang dimaksud dia dalam kalimat Sava, Bian.

"Aku berhenti disini, kamu terus kejar kebahagiaan kamu. Terimakasih Sava." Sepeninggalan Gatra, Sava menangis.
-
M

aaf, visual Gatra saya ganti. Semoga kalian suka, terimakasih.

 Semoga kalian suka, terimakasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
GatraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang