Chapter 3

15 3 0
                                    

“Asem bener muke lo.”

Anna memberengut pelan dan kembali menyesap teh miliknya.

Saat ini, Anna sedang bersama Rachel di salah satu penjual sarapan pagi di pinggir jalan. Cewek bernama Yaranna itu menelepon Rachel pagi-pagi sekali dan cerita kalau ia sedang ingin jogging. Rachel, sebagai sahabat yang baik, menemani Anna.

Tapi, begitu sampai di tempat janjian mereka--penjual sarapan pagi langganan Anna--, bukannya langsung jogging, Rachel malah mendapati muka kusut dan masam milik sahabatnya.

“Gue kesel,” ujar Anna.

“Kenapa lagi? Razza?”

Mendengar nama Razza disebut-sebut, wajah Anna semakin kusut. “Hm.”

“Ngapain tuh bocah?” tanya Rachel sambil tangannya menggulung lengan bajunya yang kepanjangan.

“Ya gitu.”

Rachel menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Anna yang sudah menatap nyalang lapangan di seberang, seolah-olah itu adalah orang yang dibencinya. “Udahlah, gak usah dipikirin.”

“Chel, lo pindah ke sekolah gue aja, deh,” celetuk Anna, tak menanggapi ucapan Rachel sebelumnya.

“Enak aje lo ngomong.” Rachel menggetok kepala Anna menggunakan sendok makannya. “Lo kata pindah sekolah gak ribet? Lo tau sendiri gue gak suka ribet. Lagian, lo tega nyuruh gue jauhan sama pacar gue?”

“Yaudah, putusin.”

“ENAK BANGET LO NGOMONG!” Rachel mencak-mencak. “Otak lo belom dicuci, ya? Perlu gue cuci?!”

Selanjutnya, Anna merengek sambil menarik-narik baju yang Rachel kenakan.






[•]








“Kita ngapain sih, ke sekolah lo?”

Anna memberengut sambil menatap ke kanan dan kiri. Banyak anak SMA Mentari yang menatapnya, baik terang-terangan ataupun secara diam-diam. Tidak ada yang Anna kenal selain Rachel disini. Pastinya akan membosankan.

“Daripada lo menggembel gak jelas di rumah, mending kesini. Gue yang ngurus pensi, jadi gak boleh lari dari tanggung jawab. Udahlah, nikmatin aja. Lagian nanti ada band dateng, kok.” Rachel mencoba membujuk.

Anna mengangguk singkat. Masih merasa asing. Walau sering menginjakkan kaki di sekolah sahabatnya ini, tetap saja. Selama ini, Anna hanya berhenti di parkiran. Cuma pernah sekali masuk ke dalam saat ingin ke kamar mandi. Sisanya tidak pernah, lagipula Anna bukan orang yang suka bersosialisasi.

“Eh, gue udah dipanggil nih,” ujar Rachel, masih memainkan ponselnya walau sedetik kemudian menoleh pada Anna. “Gakpapa gue tinggal?”

“Ih, lo mah tega!”

Rachel memutarkan bola matanya. “Stay cool ajalah, biasanya juga gitu. Udah ya, gue nanti diaduin Ketua nih. Berabe entar urusannya. Bye bye sayangku!”

“Eh, eh, tunggu! Kalau gue ilang gimana?” tanya Anna, masih tidak rela ditinggalkan sendiri di kerumunan yang tidak ada satupun ia kenal.

Rachel mendecak. “Siapa sih yang mau nyulik lo? Goblok kali penculiknya. Telfon gue kalau ada apa-apa,” putus Rachel final.

Anna menghela nafas. Melirik ke kanan dan kiri kembali hingga akhirnya memilih untuk duduk di kantin.

Anna mendesah kecewa melihat kantin yang tutup. Perut Anna berbunyi. Ia belum makan siang.

“Ini kan minggu, kantin tutup.”

Anna menoleh, selanjutnya membelalak dengan senyum yang merekah.

“Ih, Ta, ngagetin aja!”

Anta tertawa ringan. “Dari awal gue liatin udah kayak anak ilang aja. Yaudah gue ikutin. Eh, taunya ke kantin. Masih aja ya fokus utama lo tuh makanan?”

Anna mengeluarkan cengirannya lalu menggandeng tangan Anta. “Temenin gue makan, yuk. Gue udah gila sendiri gak ada nemu tempat makan. Mana anak Mentari ngelihatin gue mulu!”

Anta masih tertawa, tapi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Wajar diliatin. Elo kan cantik. Dah, dah, gue temenin ke cafe depan. Baru buka, masih ada promo. Lumayan lah.”

Ah, Anna hampir lupa kalau Anta bersekolah di sini. Sudah terhitung enam bulan sejak Anna dan Anta putus kontak. Padahal, mereka masih berada di kota yang sama.

Let's go!”







[•]









“Pelan-pelan makannya, Na.”

Anta menatap Anna takjub. Walaupun sudah biasa melihat kebrutalan Anna, Anta masih tidak menyangka cewek itu masih sama seperti yang dulu. Anta kira, Anna ingin berubah menjadi sedikit anggun gitu. Tapi, gak usahlah. Toh, dia lebih nyaman dengan Anna yang brutal begini.

“Sumpah, Ta. Lo harus ajak gue kesini lagi lain kali!”

Anta tersenyum. Menampakkan kedua lesung pipinya yang manis. “Iya, gue janji. Udah habisin dulu. Udah kayak gak makan setahun aja.”

Anna mengangguk-angguk semangat. Selagi Anna sibuk dengan makanannya, Anta memilih membuka sosial medianya sambil menyeruput jus mangganya yang tak kunjung habis.

“Eh, eh, Ta,” Anna menelan makanannya sebelum kembali melanjutkan, “lo masih sama Fea?”

Anta menggeleng pelan dengan senyum miris. Anna yang mengerti meneguk ludahnya kasar. “Ng.. gue gak mak--”

“Iya, iya. Gak papa. Selo aja sama gue mah. Udah berapa lama sih kita sahabatan?”

Anna meringis kikuk, tidak lagi bertanya. Ingin cepat-cepat menyelesaikan acara makannya.

“Gue langsung anter lo ke apartment, ya.”

Anna mengangguk, sedikit semangat. Anta memang paling mengerti kalau ia tidak ingin pulang ke rumah.

“Oki doki, Ta.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MeandersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang