Re-Try 2

7.1K 585 14
                                    

"Kamu sudah pernah menikah, Nabila?" tanya Gilang berdiri dihadapan Nabila dengan wajah yang dibuat kaget.


Jarak mereka berhadapan hanya sekitar 15 cm. Ini membuat Nabila risih, matanya membola, segera di dorongnya bahu milik Gilang.



"Kalau sudah menikah, masih tetap mau ganggu aku?" tanya Nabila menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu beneran sudah menikah? Udah punya suami?" tanya Gilang.

"Iya, sudah" ucap Nabila berlalu dan melewati Gilang begitu saja, senyuman mengejek keluar dari bibirnya.



Gilang terpaku di tempatnya berdiri. Namun segera ia sadar dari lamunannya. Ia berbalik dan segera berlari menyusul Nabila.

Nabila yang tahu Gilang kembali mengikutinya hanya menarik napas panjang.

"Kalau kamu sudah menikah, ya kita kan masih bisa berteman. Tapi kalau kamu sudah menikah lalu bercerai...." ucapan Gilang terhenti.

"Kalau aku bercerai, kenapa?" tanya Nabila.

"Ya, aku tetap mau ajak kamu nikah" ucap Gilang menaik turunkan kedua alisnya.

"Jangan ganggu aku, aku sudah punya pacar, calon suami" ucap Nabila.

"Sebelum janur kuning melengkung di depan rumah kamu, aku akan tetap terus ajak kamu nikah" ucap Gilang.

"Aku gak bakalan nikah sama kamu Gilang, jadi berhenti ganggu aku" ucap Nabila.



Mereka sudah tiba di kantin, semua pandangan tertuju pada Nabila dan Gilang.

Mereka sudah biasa melihat Gilang yang selalu membuntuti Nabila, tapi hari ini, mereka berdua berjalan beriringan. Dan itu terlihat aneh bagi mereka, pemandangan yang sangat tidak mungkin bagi mereka.

Nabila dan Gilang duduk disudut kantin, tak ambil pusing dengan tatapan mata orang-orang kantor yang lain, merekapun duduk berhadapan.


"Kamu pesan apa? Biar aku pesankan" ucap Gilang.

Nabila menggeleng, "Aku bisa pesan sendiri".

Gilang ikut menggeleng, "Aku gak suka penolakan".



Gilang mengacak sebentar rambut Nabila lalu berlalu menuju meja kasir, memesan makanan untuknya dan Nabila.

Nabila menarik napasnya kasar.



"Nab, kamu sama Gilang pacaran?" tanya seseorang tepat dibelakang Nabila.


Nabila menolehkan kepalanya, tersenyum menahan malu, ia menggelengkan kepalanya.



"Gak, kita berdua cuma teman satu ruangan" ucap Nabila.

"Tapi kalian itu keliatan deket banget Nab, kayak orang pacaran".

"Itu cuman perasaan kamu aja, aku sama dia teman satu kantor, satu ruangan kerja, itu saja" ucap Nabila.



Gilang datang dan segera duduk didepan Nabila.


"Tapi gosip-gosip bilang kamu sama Gilang pacaran".

"Pacaran? Gak...." ucapan Nabila segera dipotong oleh Gilang.

"Kita bukan pacaran tapi mau nikah" ucap Gilang santai.



Nabila melotot ke arah Gilang.



"Hah seriusan, Lang?".

Gilang mengangguk antusias, "Tunggu aja undangannya".



Tak lama, pesanan Gilang pun datang.



"Ayo makan" ucap Gilang.



Nabila menatap kesal pada Gilang, ingin rasanya memukul mulut lelaki itu karena sudah berani mengatakan bahwa ia akan menikah dengannya. Bisa-bisanya ada lelaki menyebalkan seperti Gilang, dan mereka terjebak dalam satu ruangan kerja yang intensitas pertemuannya lebih dari 8 jam. Menyebalkan sekali.

Untuk saat ini, ia lebih memilih sendiri, ia masih perlu mengobati hatinya. Setahun lebih Nabila meninggalkan rumah milik Andrew dan Lisa, hidup sendirian dirumah, tidak memberi kabar sedikitpun pada Lisa. Dan yang lebih parahnya ia tidak keluar dari rumah kecuali ada keperluan mendesak atau bekerja. Sisanya ia habiskan dirumah.

Ia takut jika takdir malah mempertemukannya kembali dengan Andrew, atau keluarganya yang lain. Cukup sudah cerita masa lalu itu ia hadapi, sekarang ia bisa hidup sendirian, tanpa ada orang-orang penting disekitarnya lagi.

Andrew memang setiap bulan mengiriminya uang bulanan sesuai janjinya pada Nabila sebelum mereka bercerai. Tapi uang itu tak pernah tersentuh sedikitpun olehnya.

Ia sudah belajar melupakan segalanya dimasa lalu. Ia tidak ingin terus-terusan terluka. Kini, ia sudah melupakan 49% memori kisah masa lalunya itu. Ia perlu melupakan, semuanya.

Lamunan Nabila terhenti ketika Gilang sudah menempelkan minuman dingin ke pipinya. Wajah mereka berdekatan, dilihatnya Gilang tersenyum jail padanya.



"Kamu ngelamun ya?" tanya Gilang.



Nabila menjauhkan wajahnya dari minuman dingin itu. Moodnya benar-benar buruk hari ini. Bisa-bisanya Gilang terus-terusan mengganggunya.

Berada seruangan dengan Gilang bagai berada dalam sebuah wahana berhantu, menakutkan. Gilang terus-terusan mengganggunya, menggodanya, bahkan terus-terusan mengajaknya menikah.

Dia kenal baik dengan Gilang saja tidak, bagaimana bisa ia menerima ajakan menikahnya? Lagi pula, ia sudah trauma dengan yang namanya pernikahan, apalagi dengan sebuah keterpaksaan. Ia tidak ingin akhirnya bercerai lagi.


"Jadi, kapan kita menikah, Nabila?" tanya Gilang.

"Aku sudah menikah Gilang" ucap Nabila mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

"Tapi kamu belum menikah denganku" ucap Gilang.

"Bagaimana bisa aku menikah lagi, sementara aku sudah punya suami" ucap Nabila.

"Jangan berpura-pura, umur kamu masih muda, aku tahu kamu belum menikah" ucap Gilang tertawa pelan.


Nabila mendelik kearah Gilang.



"Aku serius Gilang!" ucap Nabila.

"Aku juga serius, ayo menikah" ucap Gilang mengulurkan tangannya kearah Nabila.



Banjarbaru, 06 maret 2018

RE-TRY [Stories 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang