Enam

4 0 0
                                    

"Sudah sampai nih," suara Dante yang membuyarkan lamunanku.

"Makasih,".

"Hei," Dante memanggilku dan aku menoleh heran kenapa dia memanggilku.

"Apa?" tanyaku lirih.

"Helm," katanya datar. Kulihat aku masih menggunakan helmnya. Dasar bodoh itu yang kupikirkan. Langsung saja kukembalikan dengan wajah yang mungkin sudah merah.

Mama yang dari tadi melihatku dari kejauhan langsung menghampiriku. Tentu Dante sudah pergi. "Siapa Len?" tanyanya sambil mengelus rambutku yang berantakan. "Anak aneh," jawabku masih heran dengan tingkah laku Dante. "Pacar?" tanya mama yang membuat mataku kaget. "Apaan sih ma," jawabku dan langsung meninggalkan mama yang masih di pagar rumah.

Di kamar aku sendiri merebahkan tubuhku ke kasur dan masih terpikirkan Dante. Kenapa dia disana? Itu yang kupikirkan. Teringat juga saat dia di taman itu. Suaranya yang begitu indah masih teringat jelas. Tanpa sadar aku memikirkannya dengan senyum-senyum sendiri.

"Anak mama kenapa?" tanya mama yang tiba-tiba masuk ke kamar tanpa ketuk pintu.

"Mama, kok nggak ketuk pintu dulu sih?" tanyaku cemberut. Aku jadi malu sendiri saat mama melihatku senyum-senyum sendiri.

"Sudah lama mama nggak lihat senyummu itu," kata manisnya membuatku diam sejenak. Apa iya aku nggak pernah senyum? Itu yang kupikirkan. "Mama bersyukur kalau kamu senang Len," Mama melanjutkan nasihatnya.

"Iya ma," jawabku sambil membalas senyumannya.

"Oh ya temenmu yang tadi ajak main ke rumah," Mama menggodaku lagi dan meninggalku sendiri.

"Mamaaaaa!" teriakku.

***

Kali ini aku berangkat sekolah naik bis. Akhirnya aku bisa naik bis. Kali ini aku sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan kota ini. Aku duduk di dekat jendela sambil mendengarkan musik lewat earphone yang kubawa. Sudah sebulan aku di sini, walaupun terkadang aku kangen dengan Azka. Tapi aku bisa melewati itu, mengingat Rere yang selalu menghiburku.

Sesampai di gerbang sekolah seseorang yang kukenal memanggilku, iya dia Rere. "Woiii," teriaknya sambil merangkulku. "Apa?" tanyaku sambil masukan earphone yang kubawa. "Main yuk," ajaknya. Sedikit cerita, aku juga sering diajak main sama Rere. Kali ini aku lebih terbuka dan tidak menutup diri. Dan Rere lah teman yang selalu mengajakku untuk mengenal kota ini lebih dekat. "Iya," jawabku. "Ok," jawab Rere.

Kelas sudah ramai, aku langsung duduk di tempatku dan kulihat tempat duduk si Dante. Dia juga sudah datang, entah kenapa semenjak aku diantarnya pulang sekarang aku penasaran dengan apa yang dilakukannya. Aku yakin dia adalah anak baik itu yang kupikirkan. "Ahhh Dantee," Rere mengagetkanku dan aku hanya senyum melihat tingkahnya.

Sebenarnya aku juga belum cerita tentang dia mengantarkanku pulang. Aku takut dia salah paham. Tapi tenang saja itu yang pertama dan terakhir. Brakkkk.... suara itu membuat kelas menjadi hening sejenak. Suara itu berasal dari bangku Dante. Apa yang membuatnya marah dan menendang bangkunya? Tidak ada yang tahu. Dante langsung pergi meninggalakan kelas.

"Kenapa sih?" tanyaku lirih.

"Apa?" tanya Rere yang sepertinya mendengarku.

"Eh, nggak," jawabku.

***

Jam istirahat aku duduk di taman sekolah mencari suasana sepi untuk membaca novel yang kubawa dari rumah. Kulihat langit yang biru pas sekali cuaca saat ini untuk baca buku di sini. Dalam hati juga berkata, sedang apa kamu ka?.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 05, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RINDU AZKAWhere stories live. Discover now