Prolog

8.1K 141 0
                                    

Floana Moriarty Hamid meliukkan badannya yang semampai itu di atas dance floor. Kakinya mengenakan heels setinggi tujuh senti. Cewek yang biasa dipanggil Ana itu kini mengenakan dress tipis dan juga pendek, mempertontonkan separuh paha putihnya dan juga belahan dadanya. Semuanya terlihat begitu seksi dengan padanan make up yang sensual.

Di depannya kini sudah ada seorang cowok yang baru dia kenal hari ini, di club ini, lebih tepatnya di dance floor. Cowok itu kini ikut meliukkan tubuhnya dengan tangan sibuk menggerayangi tubuh Ana, mulai dari lengan hingga merayap ke bagian bawah. Namun Ana tak terusik tapi malah menikmatinya ditambah dia juga sudah menenggak dua gelas vodka tadi. Dirinya semakin merasa terbang.

Tak lama gerakan tangan cowok itu makin menjadi, kini malah kepalanya tersuruk di tengkuk Ana. Hidungnya mengendus wangi tubuh Ana yang memabukkan dan dengan cepat bibirnya gantian yang menyapu tengkuk cewek itu dalam. Tak cukup hanya menikmati tengkuk Ana, cowok itu menarik Ana keluar dari sana menuju tempat yang berada di luar cahaya. Gelap dan sepi.

Dia memojokkan Ana ke tembok. Wajah Ana sudah memerah ntah karena pengaruh alkohol atau suasana di antara keduanya. Hal itu membuat pandangan cowok itu kian menggelap, dia menjilat bibirnya sejenak sebelum akhirnya bergerak maju mencium bibir sensual Ana. Tapi hal itu tak terjadi ketika seseorang menarik dirinya dan menonjok rahangnya pas.

"Apa-apaan sih, lo?!" Ana memekik marah karena suasana intim itu pecah. "Lo ganggu tau, gak?!"

Cowok yang menjadi pelaku pemukulan—tak lain tak bukan adalah Arga—hanya memandang jengah sejenak sebelum kembali memukul cowok yang hampir mencium Ana.

"Udah, cukup!" Ana menarik Arga agar berhenti menonjoki cowok malang itu. "Apa-apaan lo?! Lo bisu, hah? Gak bisa jawab?!" Ana berdiri menantang di hadapan Arga.

"Kamu gak seharusnya ada di sini. Sekarang pulang!" perintah Arga tak terbantahkan. Tangannya menarik satu tangan Ana tapi segera ditepis kuat.

"Lo kira lo siapa nyuruh gue pulang seenak jidat?!"

"Saya tunangan kamu."

"Stop. Gue gak pernah terima lo jadi tunangan gue!" Ana berbalik dan bersiap berjalan ketika sebelah tangannya ditarik oleh Arga dan dalam hitungan detik Arga menempelkan bibirnya pada bibir Ana.

Ana terkejut apalagi ketika tangan Arga menekan tengkuk dan juga pinggangnya, menguncinya hingga Ana hanya bisa pasrah dikala Arga semakin memperdalam ciumannya.

Take My Hand✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang