Terkadang, orang yang kita benci, malah akan membuat kita semakin ingin mendekatinya.
***
Satu hal yang belum pernah dimengerti manusia, yaitu perasaan. Karena, setiap manusia terkadang tidak yakin dengan apa yang ada dihatinya, diperasaannya. Tetapi, manusia terkadang juga memantapkan hatinya untuk mengikuti perasaannya walaupun dengan rasa yang plin-plan. Hal itu sudah menjadi sabuah fase bagi remaja, yang sudah layak untuk merasakan bagaimana dan apa itu cinta. Mereka memang sudah layak untuk mencintai dan dicintai. Walaupun, mencintai dengan sepenuh hati dan usaha yang dinanti-nanti.
Tetapi, lain halnya dengan seorang wanita atau lebih baiknya seorang gadis bernama Lisa Armaesya yang tidak tertarik dengan apa itu cinta. Walaupun, hatinya sudah menemui rasa kepada seseorang. Seorang Lisa hanya mengikuti apa isi fikirannya dan bukan dengan isi hatinya. Hatinya bertolak belakang dengan fikirannya yang masih plin-plan tidak menentu. Dia hanya ingin seseorang mencintai dan bukan ia yang mencintai. Itulah prinsipnya. Walaupun, sudah ada benih rasa kepada seseorang. Lisa masih muda, masih banyak orang yang menantinya, jadi dia tidak perlu mencarinya.
Lisa kini sedang menunggu angkutan umum untuk pulang kerumahnya. Ia bersama ketiga temannya yang selalu pulang bersama dengan dirinya. Hari ini sekolah pulang lebih awal, karena ada rapat penting antara guru-guru dengan kepala sekolah. Hawa yang panas tidak pernah menggoyahkan Lisa dan teman-temannya untuk tetap menunggu angkutan. Malah mereka senang dengan suasana seperti ini. Tidak lama kemudian, sebuah angkot berhenti di depan mereka, lantas mereka berempat langsung masuk kedalam angkot dan memilih tempat duduk berdampingan. Angkot menjalankan rodanya. Lisa yang sedang menatap dari luar jendela melihat sosok laki-laki yang dikenalnya. Siapa lagi kalau bukan Alvaro yang membonceng Kevin. Entah mengapa, Lisa menjadi terpana dengan ketampanan laki-laki yang dibencinya. Ia menatap Alvaro terus dari balik jendela. Sampai Alvaro yang juga tidak sengaja melihat Lisa di dalam sebuah angkutan. Lisa yang terkejut langsung mengganti arah penglihatannya. 'Huft, dia tahu kalau gue ngeliatin dia gak ya?' batin Lisa dengan jantung yang berguncang dengan cepat. Lisa merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Kenapa, dia menjadi malu kalau dilihati Alvaro.
"Itu tidak mungkin! Aku tidak akan pernah jatuh cinta dengan dia." Kata Lisa dengan nada histeris. Membuat seluruh penumpang angkot termasuk ketiga temannya terkejut sekaligus bingung dan heran. Ada apa dengan Lisa, itulah batin dari teman-temannya.
"Lis, Lis, hey ada apa dengan diri lo? Kenapa, lo jadi histeris kayak gitu?"
"Iya, bener kata Zena, apalagi ditambah kata-kata aku tidak akan mencintainya. Sebenarnya lo kenapa? Apa yang lo fikirin?" Gesha sangat kebingungan dengan Lisa, begitu juga Shella, tapi ia memilih untuk diam dan tidak bertanya saja.
"Emm, gue gak apa-apa kok" jawab Lisa menutupi kebenarannya.
"Pasti lo mikirin Kak Alvaro ya?" kali ini Shella bersuara dengan menebak. Kali ini tebakannya benar.
"Gak kok, tau ah, jangan ganggu gue dulu" elak Lisa. Kalau sudah begini, teman-teman Lisa tidak berani menganggu dirinya lagi. Takut ngambek.
Dua puluh menit perjalanan, angkot berhenti didepan rumah Lisa, yang notabenya dekat dengan jalan raya. Lisa turun dari angkot, lalu membayar ongkosnya. Ia membuka gerbang rumahnya. Rumah berwarna putih bersih itu terlihat megah. Dengan bangunan berarsitektur Eropa menambah kesan dinamis. Walaupun kaya, Lisa tidak pernah sombong dan tidak pernah menunjukan atau bahkan mempamerkan kekayaannya pada orang lain. Lisa masuk kedalam rumah dan disambut oleh pembantunya, Bu Asih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight Sonata
Teen FictionKatanya hatinya sulit untuk diluluhkan. Katanya hatinya dingin seperti es. Mungkin, aku harus banyak berkorban untuk dirinya. Tetapi, apakah dia juga melihatku dari sisi hatinya. Bagaikan Beethoven yang rela berkorban demi orang yang dicintainya.