Monte

31 3 0
                                    

Hujan adalah puisi

Karena ketika hujan

kau akan lebih dekat dengan perasaanmu

...

Duaarrr!

Gelegar halilintar membelah angkasa. Kilatnya menyebar bagaikan akar yang merayap di udara. Kumpulan awan hitam terus berarak mengikuti arus angin kemudian membentuk sebuah payung yang melindungi bumi dari siraman cahaya mentari. Gerimis mulai jatuh satu-satu. Angin mendadak mati suri. Siluet sang mentari tercetak samar layaknya bohlam lima watt yang dibungkus kain hitam.

Di depan gerbang kampus, Rannan menghentikan langkahnya. Dia berdiri mematung dengan kepala mendongak ke langit. Matanya terpaku pada awan hitam yang bergumpal-gumpal. Dalam penglihatannya, gumpalan awan hitam itu membentuk sebuah raut wajah yang teramat seram. Iblis. Benar, ia yakin, wajah itu adalah iblis bertanduk satu yang tadi malam ia lihat dalam mimpinya. Tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Dia merasa mata iblis itu seolah-olah sedang menatap dirinya.

"Ran!"

Sebuah tepukan di bahu mengejutkannya.

"Sedang apa kau? Ada bidadari yang turun dari kayangankah?"

Rannan menengok ke belakang. Ia kenal suara itu.

"Ah, kau Monte." Rannan kemudian kembali mengarahkan pandangannya ke langit. "Mon, coba kau lihat itu! Apakah kau melihat wajah iblis di sana?" tunjuknya.

"Iblis? Wajah Monte bengong. "Mana ada iblis, Ran? Kau itu terlalu sering nonton film horor. Cobalah sekali-kali nonton drama Korea..."

"Memangnya kenapa dengan drama Korea?"

"Ah, kau ini. Benar-benar takgaul. Korea, Ran, Korea. Seluruh dunia tahu tentang film-filmnya. Romantis banget, Coy..." Rannan tersenyum kecil melihat kelakuan sahabat barunya itu. Wajahnya yang khas—bibir sedikit off side dan rambut jambul ayam—membuatnya sering didaulat menjadi pelawak di kelas.

Monte bukanlah nama aslinya. Nama aslinya adalah Muhammad Al Fattah. Nama yang gagah dan berwibawa. Nama itu pemberian almarhum ayahnya. Saat ia masih di dalam kandungan, ayahnya meninggal karena kecelakaan. Menurut ibunya, ayahnya ingin agar kelak ia menjadi lelaki yang tangguh, tegas, dan berkharisma seperti Presiden Soekarno atau Steven Seagal. Akan tetapi, sepertinya rendah gunung tinggi harapan. Justru kini, Monte tumbuh menjadi pribadi yang humoris. Raut wajahnya jauh dari kata tegas, apalagi berkharisma. Wajahnya sebelas dua belas dengan Temon, pelawak terkenal yang sering muncul di televisi.

"Ran," lanjut Monte, "Seandainya sekali saja kau mau nonton film drama Korea, aku yakin, hidupmu akan berubah. Tidak ada lagi yang namanya bayangan hantu, iblis, ataupun kuntilanak dalam pikiranmu. Yang ada hanyalah gadis-gadis cantik yang mulus dan aduhai," jelasnya sambil cengengesan.

"Ah, kau Mon. Itulah kenapa aku enggan menonton film Korea."

"Kenapa emang?"

"Takutnya, aku nanti bisa salah lihat."

"Hah, salah lihat? Maksudmu?"

"Ah, kau ini pura-pura taktahu saja," Rannan tersenyum kecil. "Nanti, ada cewek jadi-jadian yang lewat kukira gadis Korea!" ucap Rannan sambil tertawa.

Wajah Monte memerah. "Ah, kampret kau, Ran!" makinya. "Tak usahlah kau ingatkan itu lagi, mau muntah aku!"

Rannan tertawa melihat wajah sahabatnya itu yang berubah masam. Mungkin Monte kembali teringat kejadian itu. Kejadian yang takkan pernah mereka lupakan.

"Sudahlah, jangan diingat-ingat lagi. Jadikan kenangan terindah saja," ucap Rannan mencandainya.

"Huueeekk! Huueeekk!" Monte tampak mual-mual. Bukannya kasihan, Rannan malah tertawa senang. Apa pun yang dilakukan Monte, itu terlihat lucu baginya

PORTAL ANOMALITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang