Matahariku #1

6 1 1
                                    


       seminggu kemudian setelah arka memberikan bunga dan surat itu, aku tak pernah bertemu dengannya lagi. sempat aku bertanya dengan temannya, namun arka tidak ada. seminggu itu pun aku dihantui oleh kehilangannya, terpikir oleh ku tentang kalimat kalimat romantis dari suratnya.

saat pulang sekolah, seperti biasa aku menikmati hujan sambil mendengarkan musik di halte bis dekat sekolah ku. aku menyesuaikan musik ku dengan moodku dan mulai menyanyi. Dibawah hujan yang cukup dingin dan deras, aku mulai terhanyut dalam musik dan suasananya. Pikiran tentang kegelisahan ku tentang arka mulai hanyut terbawa suasana. Aku melihat orang orang didepan ku berlarian mencari tempat yang teduh saat hujan mulai menderas lagi. Jalanan pun semakin lama semakin sepi, kurasakan suara hujan yang begitu mendalam dan menenangkan. Aku merasa ingin menari di bawah hujan saat itu juga, aku mematikan musik di hpku, melepas earphone yang kukenakan, melepas sepatu dan menggantinya dengan sandal sehingga tidak basah. Perlahan ku ulurkan tanganku untuk merasakan hujan.

Aku pun membayangkan sebuah musik dengan alunan melodi yang pas. Aku mulai turun dari halte dan menari sesuai melodi yang kumainkan. Hujan semakin deras, namun aku tak peduli dan terus menari. Tak lama kemudian aku merasakan tangan ku digenggam dan dia ikut menari bersamaku. Kita menari seperti pada kisah putri di dunia dongeng. Perlahan ku buka mataku, betapa terkejutnya aku ternyata itu adalah Arka. Arka membawaku jatuh pada tariannya seperti seorang putri yang berdansa di istana, hingga aku berada pada dekapannya. Aku mengamati setiap titik pada wajahnya. Matanya teduh dan pupil hitamnya yang tajam, senyumnya yang menghangatkan, sangat tampan.

"arka? Kenapa gk pernah muncul? Aku mencarimu..." (Pluvia)

"jangan pernah sekali pun mencariku walaupun untuk hal yang mendesak sekalipun."(Arka)

"kenapa?"(Pluvia)

" tak apa, terlalu sulit jika dijelaskan sekarang. Ayo kita kembali ke halte"(Arka)

Aku berjalan kembali ke halte untuk meneduh. Hujannya tak mereda sekalipun, malah semakin deras dan awan makin menggelap menutupi matahari. Arka menyodorkan ku handuk untuk mengeringkan badan dan memberiku coklat panas yang ada didalam botol.

"mungkin coklatnya sudah sedikit dingin, tapi minumlah semoga masih cukup hangat untuk tubuhmu." (Arka)

"kamu sengaja menyiapkan ini semua? Untuk ku?"(Pluvia)

"iya... maaf tak terlalu banyak yang dapat kuperbuat. Yang kuperbuat hanyalah membuat mu khawatir."(Arka)

"tidak apa.... ini sudah lebih dari cukup." Aku memberikan senyuman terbaikku agar dia tak merasa bersalah. Arka menatapku begitu dalam seakan ada sesuatu yang membuatnya resah. Aku melepaskan tatapan ku karena pipiku mulai memanas.

"arka... jika kau ingin aku menjadi tempat dimana kamu berkeluh kesah, aku bersedia. Aku bersedia mendengar semua cerita mu baik itu sedih maupun senang. Setidaknya jika kau mau." Aku mengucapkan hal itu kepadanya tanpa ada ragu sekalipun. Arka hanya menanggapi nya dengan senyuman. Aku menganggapnya sebagai penyetujuan.

Triiiing.... tringgg....

"sorry via... aku harus pergi sekarang. Maaf aku tak bisa menemani lebih lama, besok aku janji aku akan menemanimu lagi, bye..." (Arka)

"hati-hati Arka..." ucapku setelah melihatnya tersenyum dan mulai berlari menjauh, Tak lupa dia berbalik dan memberikan senyuman. 'indahnya....' batin ku. 

Bersambung....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PluviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang