**
Gadis dengan rambut kucir kuda itu sedang duduk dipinggir lapangan, membaca novelnya. Sesekali menghembuskan nafas kasar.
Fanaya Deralin Asyifa, nama gadis cantik itu.
Ia termasuk dalam jajaran murid berprestasi di SMA Cakrawala. Ia pernah menjadi wakil dari SMA Cakrawala dalam ajang lomba Olimpiade Matematika Nasional. Tapi sayang, luka yang menimpanya membuat Naya menjadi orang yang dingin.Ia cantik, tapi ia jarang tersenyum. Lukanya belum sepenuhnya kering, bukan luka fisik, namun luka hati.
Naya bukannya tidak peduli pada sekitarnya, tapi ia hanya takut, takut akan kejadian yang membuat hidupnya berubah. Tapi ia akan merubah sifatnya itu saat bersama keluarga atau sahabat-sahabatnya.
'Syuuut'
Naya menoleh, melihat dua sahabatnya yang mempunyai maksud untuk membuat Naya terkejut. Menatap mereka dengan pandangan datar.
"Gara-gara lo! Nggak jadi kan acara kaget-kagetannya," Marah Vella pada Deva.
"Kok gue sih, kan lo tadi yang berisik." Ujar Deva menatap garang Vella.
Vella, sahabat perempuan Naya satu-satunya. Sedangkan Deva, cowok dengan beribu kejahilan yang bisa membuat semua orang disekitarnya tertawa ngakak, tapi tidak dengan Naya, ia hanya mengulas senyum tipis.
"Ngapain?" Pertanyaan dari Naya menengahi perdebatan antara Vella dan Deva.
"Hehe, gini lho Na, tadi gue ketemu kakak kelas cakep banget. Tadi dia tanya sama gue gi-"
'Tak' Sentilan dari Deva membuat Vella mengentikkan ucapannya.
"Sakit oy! Berantem yok?!" Tantang Vella sambil menatap tajam Deva.
Sedangkan yang ditatap hanya menunjukkan cengiran tak berdosa."Sana, pergi aja, jangan ganggu!" Usir Vella sambil mendorong Deva menjauh.
"Elah mbak, sensi amat sih." Gerutu Deva.
"Apa lo bilang?!" Gertak Vella.
"Bye! Cowok ganteng mau kekantin dulu." Deva berlalu, menyisakan Naya dan Vella yang masih ditempat semula.
"Gue baru ingat Na, nama kakak kelas tadi Daffa Nareza. Lo kalau ketemu dia pasti lo bakal meleleh." Ucap Vella menggebu dengan pipi merona.
"Lo tau kan?" Tanya Naya memberi kode.
"Tapi Na, gak selamanya dia ada dihati lo terus. Inget apa yang udah dia lakuin ke lo waktu itu," Vella tahu apa yang Naya rasakan, tapi bagi Vella, Naya harus berubah.
"Lo gak bakal ngerti Vel." Lirih Naya.
"Gue ngerti, gue ngerti apa yang lo rasain. Kejadian itu udah dua tahun yang lalu, udah saatnya lo pergi." Vella menatap Naya dalam, menyalurkan harapan untuk Naya.
"Gue belum bisa. Dia berharga buat gue, mungkin malah melebihi itu Vel." Masih dengan suara yang lirih Naya menjawab sambil mendongakkan kepala menatap langit.
"Lupain dia Na, lupain. Gue tahu, memang berat ngelupain orang yang udah ada dihati kita, tapi lo juga harus tau, apa lo masih ada dihatinya?" Pertanyaan dari Vella membuat Naya membeku, perlahan ia menitihkan air mata.
"Dia penting buat gue, dia berharga buat gue. Gue udah coba lepasin dia, tapi hati gue nolak Vel." Jelas Naya menangis.
"Buka hati lo buat orang lain, itu cara ampuh buat lupain dia." Vella menatap Naya dengan senyum hangat.
"Gue gak bisa." Kekeh Naya.
"Sekarang, terserah lo aja Na. Kalau itu yang terbaik buat lo, gue dukung."
Vella membawa Naya kepelukannya."Makasih Vel."
"OOOOYYYYYY!"
"Acara pelukan, gue nggak diajak lagi. Sini gue peluk." Siapa lagi kalau bukan Deva.Bughh...
"Sakit Vel, gue kan cuma bercanda."
"Bercanda lo bilang? Sini maju, berantem sama gue!"
"Maaf, elah. Kan gue cuma bercanda, gue juga mau pelukan." Deva menunduk, menghindari mata Vella yang melotot.
"Udah, yuk balik kelas aja," ajak Naya.
"Ayo Na." Deva mengapit tangan Naya, sedangkan Vella, ia menggerutu tidak jelas.
"Naya sama gue!" Teriak Vella sambil melepas tangan Deva.
"Gue duluan yee!" Deva menyahut tak terima.
Sebelum pertengkaran itu berlanjut, Naya memutuskam untuk menengahi.
"Ayo! Bareng-bareng aja." Ucap Naya tersenyum tipis.
Ketika sedang ngobrol dengan Vella dan Deva, tiba-tiba-
Dughh
"Awwww," Naya meringis sakit. Deva segera mengulurkan tangannya membantu Naya.
"He! Lo sia-?!" Vella yang tadinya marah tergantikan oleh senyuman manis yang dibuat-buat.
"Dek, lo gapapa kan? Maaf, gue buru-buru." Ucap Daffa sambil menyentuh tangan Naya. Daffa lah yang menjadi penyebab Naya jatuh.
Sedangkan Naya, ia langsung menarik tangannya.
"Gapapa." Jawab Naya dengan suara datar.
"Kak, Naya gapapa kok. Dia mah dah biasa jatuh." Siapa lagi kalau bukan Vella. Salah satu sifat negatif dari Vella adalah dia kalau ketemu cogan entah dimanapun, dia pasti lupa segalanya.
"Sekali lagi maaf. Gue harus pergi dulu." Pamit Daffa.
"Aaaaaaa! Sumpah? Itu tadi Kak Daffa kan? Mimpi apa gue semalem?" Teriak histeris Vella.
Sedangkan Deva dan Naya diam-diam melangkah pergi meninggalkam Vella.
"Gue gak mimpikan Nay-" Ucapan Vella terputus saat mengetahui sahabatnya sudah tidak ada disampingnya.
"Yahhhhh, gue ditinggal. Oyy! Tungguin napa?!" Teriak Vella dengan suara pecah.
*
Bukannya aku belum
melupakannya, tapi aku
tidak ingin melupakannya.Segitu dulu, sbnrnya aku itu bingung mau nulis cerita apa, tapi setelah perdebatan yang lama dengan hati, aku mutusin untuk buat cerita ini.😂😂
See you!
Naffayl_
Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
Teen FictionTuhan terkadang menciptakan seseorang untuk membuat kita berubah. Seseorang yang membuat kita mengerti tentang jalannya perasaan. "Untuk apa semua itu?"