■
■
■
■Malam harinya, setelah menerima pesan dari Anza, Daffa memutuskan untuk menghubungi Naya lewat nomor telepon yang tadi ia dapat dengan susah payah dari Dimas.
Bayangkan saja, Daffa hanya meminta satu nomor telepon, tapi Dimas mengajukan syarat yang sangat menjengkelkan. Ia minta dibelikan bakso dua mangkuk dikantin, mie ayam satu mangkuk, es jeruk dua gelas, es teh dua gelas, contekan selama sebulan penuh, dan parahnya lagi ia minta dicarikan pacar. Untungnya Daffa memaklumi syarat yang terakhir, ia tahu sahabatnya itu adalah jomblo akut yang perlu ditolong. So, ia memberikan nomor adik kelas yang selalu menghubunginya lebih tepatnya menyukainya.
Daffa : Na,
Daffa : Naya,
Daffa menutup Hp-nya lalu memejamkan mata. Ia masih bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Anza sudah memberitahunya, tapi tetap saja ia gelisah.
Sudah 15 menit Daffa memejamkan mata, 15 menit juga Naya belum membalas pesannya. Ia membuka mata, mengecek notifikasi di Hp-nya, tapi yang muncul malah pesan dari grup kelas yang begitu ramai, entah apa yang dibahas. Daffa mengirimkan pesan lagi kepada Naya,
Daffa : Maaf Na.
Sementara di lain tempat, Naya sedang menatap bintang-bintang yang begitu memikatnya.
"Seandainya kamu tahu, Ri." Lirih Naya masih dengan posisi yang sama. Bintang seakan mengingatkan Naya dengan Ri-nya, seseorang yang mengisi hatinya hingga kini.
"Kamu tahu, Ri? Aku udah ikhlasin semua itu, tapi tetap aja Ri, aku belum bisa untuk memulai."
"Aku juga udah tahu, kamu ngelakuin itu buat aku. Tapi kenapa kamu pergi, Ri?"
"Dua tahun ini, Ri. Rasanya masih sama. Dingin dan mencekam untuk hati aku. Dua tahun ini juga Ri, aku berusaha untuk ngelupain semua, tapi nyatanya, semakin kekeh aku buat nglupain, semakin melekat juga dipikiranku." Air mata Naya luruh begitu saja, semakin lama semakin deras.
"Ri, aku harus gimana? Harus ngelakuin apa?"
"Dua tahun, Ri. Aku nggak tahu kamu kemana sekarang." Ucap Naya masih terisak.
Naya menghapus air matanya, melangkah masuk menuju kamarnya, dan tidur. Berharap besok ia bisa lebih baik.
______________________________________
Keesokan harinya, Naya membangunkan Dio yang masih di alam mimpi.
"Kak, elaaaah. Gue capek lama-lama bangunin Lo terus." Ucap Naya sambil menggoyangkan badan Dio.
"Oooo, atau gue berangkat sendiri?" Ucap Naya berpura-pura, tidak mungkin ia mau berangkat sendiri.
"Eeeeh, jangan. Ok, gue bangun." Dio bangun, lalu mengacak-acak rambut Naya.
"Lo! Kebiasaan deh," Naya mendumel kesal.
"Ayo berangkat! Lo lama,"
"Bentar kali, dek. Cuci muka dulu biar ganteng."
"Ciih,"
"Gue tunggu diluar, 5 menit gak keluar, gue berangkat sendiri."
Naya keluar dari kamar Dio, kemudian ia menunggu Dio di teras rumah.
"Ayo!" Seru Dio.
Naya melangkah menuju Dio, lalu mereka berangkat ke SMA Cakrawala.
Sepanjang jalan, mereka hanya diam. Dio yang sedang bad mood dikarenakan tidurnya diganggu oleh adik tersayangnya, sedangkan Naya ia malas untuk memulai pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
Teen FictionTuhan terkadang menciptakan seseorang untuk membuat kita berubah. Seseorang yang membuat kita mengerti tentang jalannya perasaan. "Untuk apa semua itu?"