Mianhae...Mianhae....Mianhae....
Sebut aku gila, karena disaat keadaan tak sadarkan diripun hanya suaranya yang dapat memenuhi semua inderaku. Aku bukan sedang berada di dalam halusinasiku, karena anggota perasaku membuktikan kehadirannya.
Tangannya yang besar menggenggam tangan mungilku dengan mudahnya. Cairan bening di ujung mataku bergulir begitu saja menikmati betapa indahnya efek dari keberadaannya.
Aku bahkan tak rela membuka mataku, ketika dia menyebut namaku lembut sembari mengecup keningku dengan hati-hati. Sebuah mimpi yang mungkin tak akan terjadi lagi dalam kehidupanku yang baru, maupun kehidupanku di alam selanjutnya.
Aku terlalu egois karena menginginkan selamanya berada di posisi ini agar aku bisa memilikinya dengan tenang, tanpa ada rasa takut yang membelenggu seperti yang terjadi di masa lalu.
Namun, semuanya telah berakhir.
Kelopak mataku kugerakkan sepelan mungkin mengantisipasi pemandangan pertama yang akan kulihat setelah mataku terbuka.
Teriakan-teriakan samar terdengar mengekspresikan berbagai kebahagiaan yang sedang menyelimuti ruangan ini karena kembalinya kesadaranku.
Wajah sempurnanya yang menyilaukan di bawah terik sinar matahari pagi memacu kecepatan debaran jantung serta denyut nadiku.
Dia tersenyum kaku, dengan guratan-guratan kebahagiaan yang dapat kutangkap dari kedua mata indahnya.
Diangkatnya tangan kami yang bertautan, kemudian dirinya mendaratkan sebuah kecupan manis di punggung tanganku.
" Mianhae", katanya lagi.
" Gwenchana, Oppa. Aku tahu kau hanya mengkhawatirkanku, makanya kau berbuat begitu, benarkan ?", jawabku diimbuhi dengan tarikan kedua ujung bibirku yang masih lemah.Dia mendesah lega tapi tak beranjak sedikitpun dari sampingku meskipun Appa dan Eomma beringsut mendekati satu-satunya ranjang di kamarku itu.
" Lain kali kau jangan bekerja terlalu keras, sayang. Oh ya, Minhyun~ssi tadi menelepon, dia bilang kau tak usah bekerja jika kau belum sembuh." Ada terselip nada girang ketika Ibuku menginformasikan hal itu padaku.
"Aigoo, Eomma tak menyadari putri cantik ini sudah menjelma menjadi seorang gadis yang memikat banyak pria. Eomma tak akan keberatan jika kau berpacaran dengannya, Hyera." Wanita yang terpenting di hidupku itu berujar lengkap dengan kedipannya yang menggoda.
Aku mengalihkan arah pandangku ke arah kakak lelakiku yang menanggapi perbincangan kami dengan ekspresi tak suka.
Dengan posisinya yang terduduk di samping ranjang, membuat aksiku menarik pipinya yang sedikit tembam untuk menjahilinya itu dapat kulakukan dengan mudah.
" Kau dengar, Oppa? Aku sudah besar. Eomma bahkan mengizinkanku untuk segera menyusulmu untuk menikah".
Pipinya yang menggembung kesal menyebabkan tawa geli meledak menghiasi ruangan.
Tanpa sengaja, mataku menangkap sosok yang tak beranjak dari tempatnya. Wanita itu menggigit bibir bawahnya, menahan cairan tak berwarna yang siap kapan saja menganak sungai di pipinya.
Setelah itu aku sadar bahwa kecemburuan yang dimiliki kakak iparku itu benar adanya. Dia bahkan bisa merasakan perbedaan kasih sayang yang ditunjukkan Seongwoo Oppa padaku sehingga membuat hatinya tersakiti karena perlakuan kami.
Bukankah korban dari cinta yang merupakan sebuah dosa ini terlalu banyak?
***
Na Young memusatkan seluruh perhatiannya mengupas kulit dari buah apel merah yang sejak sekitar satu menit lalu ditekuninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Love is A Sin ✔
Fanfic⚠️⚠️warning⚠️⚠️ ini beneran fiksi ya. jangan ditiru. Saranghae. I know this is wrong. But I never regret to choose you as the person who I love". Kata-kata itu tak pernah sekejap pun hilang dari benakku. Ya, aku yakin cinta tak pernah salah. Walaup...