Selamat datang hujan!

130 8 2
                                    

Kita duduk saja, menikmati secangkir kopi. Memesrai wanginya, jarak itu adalah asap. Kau dan aku sesungguhnya sangat dekat, hanya tidak bisa saling menyentuh. Yakinkanlah kalimat itu dalam hatimu.

"Bagaimana kalau aku tidak yakin?"
"Kamu syahadat lagi."

Kamu langsung mengucapkan syahadat. Hujan di luar sana tidak bisa memahamimu. Tertawa. Aku tersenyum menatapmu. Kali ini pipimu lebih mirip 'comhu' yang hangat-hangat ingin kumakan.

"Tahu gak? Aku menganut hujanimisme"
"Apa itu?"

Hujanimisme adalah keyakinan bahwa hujan turun dengan menumbuhkan berbagai paham dalam hati atau pikiran manusia. Hujan menumbuhkan kenangan. Hujan menumbuhkan kegelisahan. Hujan menumbuhkan kesadaran. Hujan menumbuhkan pengabdian. Hujan menumbuhkan ketenangan. Dan hujan pun bisa membuat orang pindah agama.

"Kau bercanda?"
"Aku tidak bercanda."

Lihatlah mataku, tidak ada badut di dalamnya. Nanti kau paham. Hujan itu punya banyak kekuatan. Terlalu berat berpikir ke arah sana.

Kau melipat kembali senyummu. Aku mereguk gelas kopi. Kau hilang di ruap asap terakhir. Ini pertemuan yang getir. Aku mengusap bibir, hujan tidak mau berhenti sejak tadi. Hujan, kenapa kau mencampuri isi hati? Tuhan saja belum tentu berani. Aku menatap rintiknya dalam-dalam, hampir saja aku berpindah agama.

Aku tertawa, ternyata dari tadi aku berbicara sendiri. Terimakasih hujan, telah menyuburkan khayalan dalam pikiranku. Hati-hatilah kalau pulang, di jalan banyak orang yang tidak senang denganmu.

Cianjur, 2018

PROPAGANDA HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang