Secret Guardian

1.2K 180 26
                                    


"Makanya tugas itu diselesein, jangan disimpen ditunggu mateng," cerca Lea menatap geli pada Dinda, teman sekelasnya yang baru saja keluar dari  ruang guru.

"Mau ke mana lo pada?" tahan Dinda menarik lengan Lea tak rela.

"Nonton voli. Kelas XII yang tanding sekarang. Seru nih," Rahma yang menjawab.

"Lo tega lo!" gerutu Dinda merengut.

"Gue tau ni Ma, dia masih ada tugas yang belom lengkap lagi. Tugas siapa?" tebak Lea tak kuasa menahan tawanya.

"Gara-gara sakit kemaren nih tugas gue jadi banyak yang keteteran."

"Udah kerjain dulu gih," Rahma merangkul pundak Lea siap pergi, "daripada jelek nilai rapor lo!" ucapnya terkikik bahagia.

Meninggalkan Dinda yang mengutuknya, Lea dan Rahma mendekat ke lapangan bola voli di halaman belakang. Pertandingan voli putra antar kelas XII itu sudah dimulai. Banyak penonton yang mengerumun karena serunya babak pertama. Jika itu voli putra, tidak hanya kaum perempuan yang akan rela berdiri untuk menonton, kaum laki-laki pun begitu. Ritme permainan dan adu smash yang mumpuni menjadi alasan olahraga ini cukup banyak menarik perhatian siswa Bina Nusantara.

"Kak Fahri!!" seru Rahma bersemangat ketika melihat idolanya melakukan servis.

"Malu-maluin lo!" gumam Lea menjauhkan bahunya dari rangkulan Rahma.

"Kita itu harus dukung anak IPA Le, lawannya itu kan kelas IPS," ujar Rahma membuat alasan.

"Gue mah ngedukung yang menang aja. Biar nggak sakit hati kalo semisal kalah,"

"Ih, apaan begitu?" protes Rahma tak terima.

Lea hanya tersenyum menanggapinya. Matanya lebih fokus menatap ke arah kerumunan kelas IPS yang menonton di samping kanan lapangan. Di sana, Kai dan rombongannya baru saja datang. Mereka mengenakan baju olahraga untuk persiapan pertandingan selanjutnya. Kai dan Dirga memang terkenal sebagai siswa serba bisa di bidang olahraga. Tiap ada pertandingan olahraga semacam ini, mereka selalu terpilih mewakili kelasnya. Entah itu futsal, bulutangkis, voli, bahkan atletik. Jika ditanya spesialis, Kai ahli bermain futsal dan lempar lembing.

Hati Lea seperti ikut tertawa bersama dengan Kai yang asik bercanda bersama Frans di sampingnya. Ada kupu-kupu memenuhi rongga perut Lea yang keroncongan. Pesona Kai begitu menawan meski sebelumnya Lea sangat paham siapa Kai dan bagaimana tingkahnya di sekolah.

Darah Lea makin berdesir tak keruan saat Kai bersama Kafka berjalan ke arah ia berdiri. Sambil menelan ludahnya, Lea berusaha menyembunyikan diri. Ia bergeser ke belakang Rahma, mencoba tak terlihat.

Entah kesialan atau keberuntungan bagi Lea, Kai berdiri tepat di sampingnya, asik mengobrol dengan Angga, sang hakim garis. Kai tak merasa ada yang tengah panas-dingin memandangnya dengan mata berbinar. Gadis pemujanya menatap penuh rasa kagum, berharap waktu berhenti lebih lama untuknya.

"Kita rally point kan Ngga?" tanya Kai samar-samar tapi masih bisa didengar Lea.

"Iya, dua kali kemenangan aja tapinya Bang," balas Angga yang memang sangat menghormati Kai, entah karena alasan apa.

"Masih lama berarti kelas gue maennya? Kok barusan udah dipanggil aja?" protes Kai sedikit kesal.

"Biar persiapan aja Bang. Takutnya nanti malah saling nyari. Kalo udah siap di sini kan kita bisa langsung maen. Maklum Bang, jumat hari pendek," terang Angga berusaha membagi konsentrasinya.

"Kelas lo maen sama mana?" meski protes, Kai cenderung tak suka memperpanjang urusan. Apalagi ia terkenal tak banyak bicara pada sembarang orang.

"Jadwal besok Bang, sama IPA 2," ungkap Angga sabar.

RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang