Suara siulan Kai memecah sepi di koridor sekolah. Suasana memang sudah lengang, hanya tinggal beberapa panitia Porseni saja yang masih tinggal dan Pak Sardi yang setia menunggu. Kelima anak perusuh tadi pagi dihukum menyapu seluruh koridor sekolah dan tak diijinkan pulang sebelum semua bersih.Pak Sardi sengaja membagi Lea dan Kai di koridor tengah agar tidak bergabung dengan Lintang dan kawan-kawan. Hal ini dianggap efektif oleh Pak Sardi sebagai cara untuk mencegah terulangnya perkelahian.
"Mulutnya bisa diam tidak?" tegur Pak Sardi sontak membuat Kai menghentikan siulannya.
"Udah Pak!" Lea yang bersuara, "Bapak ini aneh, masak saya sama Kai ikutan dihukum juga!" protesnya.
"Kalo kebanyakan protes mau ditambah nyiram bunga hukumannya?" ancam Pak Sardi.
"Kok nambah?"
"Mending diem deh lo!" Kai angkat bicara, berkacak pinggang menatap Lea kesal. "Makin sering lo protes, makin lama kerjaan selesai!" omelnya.
"Kalo Kai selesai duluan, langsung ke ruangan Bapak, tanda tangan, terus boleh pulang," ujar Pak Sardi sebelum akhirnya beranjak pergi.
Keadaan berubah canggung sepeninggal Pak Sardi. Lea memilih untuk menyapu di sudut kiri, berseberangan dengan Kai. Ia sendiri bingung harus bercakap apa, sedangkan permintaan maaf dan ucapan terima kasihnya tak ditanggapi oleh Kai. Lelaki ini hanya melirik tajam tiap kali Lea berusaha mengajaknya bicara.
"Jangan ngomong!" sentak Kai yang melihat Lea siap membuka mulutnya.
"Apaan? Gue mau nyanyi!" balas Lea gelagapan, tertangkap basah.
"Gue cuma nggak suka ada cowok mukul cewek. Jadi lo nggak usah ngerasa gue ngelindungin lo atau apalah. Sama sekali nggak kepikir di otak gue," Kai berusaha membuat benteng tinggi agar Lea tak salah paham dengan sikapnya.
"Gue tau," lirih Lea.
"Sakit?" tanya Kai datar.
"Apanya?"
"Tamparannya Lintang," terlihat Kai berusaha menahan tawanya.
"Sakitlah. Lo pikir gue manusia karet kayak di manga apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvailles
Dla nastolatkówLea tak pernah mengira bahwa rasa kagumnya terhadap si urakan Kai akan membawa perasaannya terjatuh begitu dalam. Dia hanya tertawa saat surat cinta itu disampaikan Dinda pada sekelompok anak bandel yang selalu membuat gaduh upacara bendera. Kairanu...