3

10 3 1
                                    


>>>|<<<

Bolehkah aku tau bagaimana rupamu sekarang?
Aku merindukanmu...
aku merindukan tatapanmu yang hangat, senyummu yang menguatkanku.
Bagaimana dulu kau menuntunku agar aku tak terjatuh
Bagaimana dulu kau selalu di sampingku kala aku sakit.
Berjuta doa dan kata rindu selalu ku lantunkan untukmu.
Ayah ijinkan aku bertemu denganmu.
Walau hanya satu kali dan kau tak mengenaliku.
Begitupun cukup bagiku.
Asalkan kau masih ada dan tersenyum untuku.

_Safira Senjaya_

“Hayoh, nulis apa kamu”

“Astagfirullahhaladzim” aku berjengkit kaget dan tanpa sengaja menjatuhkan bukuku.
Sebelum temanku mengulurkan tangan untuk mengambil buku itu, buru-buru aku mengambilnya. Dan dia hanya tersenyum takzim ke arahku.

“Kamu suka banget nulis ya?” ya dia teman sebangku-ku, nama panggilannya Cika, kalau nama panjangnya 'Rizka andanis'.
Aku gak begitu dekat dengan dia, karena aku lebih sering menutup diri dan mengobrol seperlunya. Tidak hanya dengan Cika tapi yang lainnya juga sama.

‘Tapi kita tidak tau kedepannya seperti apa kan?’
Aku haya tersenyum sekenan-nya. Aku bukan orang yang gampang bersosialisasi, seperti memulai obrolan, dan lain-lain. Aku cukup kaku untuk itu.

“Kayanya udah mau mulai jam belajar, bu Meri udah masuk” dan lagi-lagi hanya tersenyum sekenannya kemudian mengangguk.
Menghela nafas aku mengeluarkan peralatan untuk belajar hari ini semoga saja aku beruntung hari ini.

“Kita akan melakukan praktikum di Lab untuk menguji adanya Enzim Katalase dalam hati ataupun ginjal. Ibu bagi kelompok, setelah itu persiapkan untuk praktikumnya dengan berdiskusi dengan anggota kelompoknya masing-masing”
Dan kelompok ku beranggotakan Ratih, Aku sendiri, Cika dan satu orang cowo namanya Adi.

“Jadi gimana?” diskusi diawali dengan pertanyaan dari ketua kelompok Adi.

“Ya siapin bawa apa aja dulu lah Di, bagi-bagi aja dulu” sahut Ratih dan aku hanya menyimak dan membalas apa saja yang seperlunya aku jawab. Dan aku kebagian bawa es batu dan tusuk sate apaun itu namanya.

“Jadi clear ya? Besok harus bawa semuanya. Wajib. Dan sekian diskusi kali ini” setelah selesai kita semua kembali ke tempat duduk masing-masing.

“Mmm, kamu mau gak ke pasar swalayan bareng aku, aku gak ada temen buat beli Ati ayam sama sekalian kan kamu meu beli tusuk sate”

Aku meliriknya dan mengangguk saja yang di sambut cengiran lebar dan pelukan gereget dari Cika. Nih anak oper banget sih, baru tau aku. Dan aku hanya tersenyum sekilas setelah dia melepas pelukannya dengan cengiran yang masih sama pada posisinya.

“Jadi kapan? Nichhhh” tanpa sadar aku terkekeh melihat tingkahnya. Dan baru sadar saat dia melongo ke arahku. Buru-buru aku mengembalikan kembali ekspresiku setelah berdehem.

“Nanti pulang sekolah”.

______


“Saf maafff banget, aku berangkatnya gak bareng kamu. Brian maksa banget pengen nganter aku. Gimana dong?” dongkol sih sebenernya, nungguin di halte cukup lama menurutku. Tapi ya mau bagaimana lagi.

“Gak papa” tersenyum maklum ke arahnya.

“Mmm, bentar deh” aku mengalihkan tatapan ke sosok yang bernama Brian tadi, kulihat dia melambaikan tangan setelah bersuit cukup nyaring. ‘Dasar cowo aneh-aneh tingkahnya.’

“Sini bro!” aku melirikan lagi mataku, sekarang ke sosok yang sedang berdiri di hadapan Brian. Cowo bermata sipit dan tajam. Kok berasa pernah liat ya? Tapi dimana?

“Mau minta tolong gue, anterin temen pacar gue ya ke pasar, tadinya mau naik angutan umum mereka Tapi gue gak ngijinin Cika naik itu.” penjelasan dari Brian hanya dibalas dengan mengangkatnya satu alis tebal milik cowo sipit itu. lalu tanpa alih-alih dia mengalihkan tatapannya ke arahku dan spontan aku langsung menunduk.

“Bentar ko ya Ga ya, abis itu lo boleh pulang kok” ujar Cika angkat bicara.

“Hmm” udah titik. Itu doang yang keluar dari mulutnya setelah Brian bicara cukup panjang. Aku aja orangnya cuek gak gitu-gitu amat sih. Masih bisa hargai orang yang bicara.

“Ok, lo di bonceng sama si Jingga dan gue tentu saja bareng my beauty Darl gue” satu timpukan melayang ke arah kepala Brian. Sepontan aku meringis melihatnya.

“Lebai curut” Dia mengalihkan tatapannya lagi ke arahku.

“Ikut gue” ucapan dengan nada yang penuh perintah. Aku benci itu mengingatkanku akan ‘satu hal’, ok! Ini bukan saatnya untuk mellow kayak gitu safff!.

“Kemana?” tanyaku datar, tak kalah datar dengan orang yang kini sedang menatapku tajam.

“Miris gue liatnya kalau ‘misalnya’ kalian pacaran, kaku kaya kenebo kering. Suram banget liatnya.” Aku dan cowo tadi sepontan melihat ke arah Brian.

“Apa?” tanyanya dengan muka di buat dengan apa yang dia ucapakan tadi tidak ada apa-apanya.

“Kenapa gak pulang?” menatap aneh dia yang tak beranjak pergi setelah sampai di tujuan ‘pasar’.

“Ck, bukannya bilang makasih, kamu malah ngusir saya?” aku meringis dibuatnya. Lupa!

“Iya maaf lupa, makasih udah nganterin saya. Udah? Jadi...” aku menatapnya sangsi dan dia menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu.

“Lo lupa sama gue?” aku melongo mendengar responnya.
Bukannya jawab malah balik nanya.’

“Hah?” tanyaku gak mudeng.

“Lupain!” setelah itu dia berlalu begitu saja. aku mengedikan bahu tak peduli, menyusul Cika yang sudah berlalu duluan dengan pacarnya. ‘Ini perasaan aku aja atau emang di sini aku berasa banget joness-nya?’

-----

Subang, Maret 2018
    Salam hangat dari pacarnya Froy :*

Senja Untuk Jingga (Di private)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang