Seoul, Korea
07:45 AMSeorang gadis keluar dari salah satu bangunan goshitel. Dinginnya pagi karena musim dingin membuatnya harus berpakaian tebal. Ia sedikit merapihkan sweaternya yang terlihat sudah usang. Tangan berbalut sarung tangannya menyapa para penghuni goshitel yang lain, begitu ramah dan menyenangkan membuat siapa saja yang bertemu menarik senyuman. Saat berada di lantai dasar goshitel, gadis itu tak sengaja melihat jalan dan menemukan seorang nenek tua yang sedang kesulitan.
"Nek biar aku bantu."
"Prilly."
"Nenek jangan dibiasakan mengangkat benda seperti ini. Lain kali kalau mau belanja banyak bilang saja padaku. Nenek kan sudah tahu tempatku dimana."
"Terima kasih cu, kau selalu saja membantuku, padahal kau sendiri akan berangkat ke kampus." sahut nenek tua tersenyum menatap Prilly.
"Tidak apa nek, aku senang membantumu." Prilly membalas senyuman nenek tua.
"Kau gadis yang baik dan cantik. Pasti banyak yang mengincarmu. Sepertinya kau harus ku jodohkan dengan cucuku sebelum ada yang mendahului." pujinya membuat Prilly bersemu.
"Nek, mana ada yang mau dengan gadis miskin sepertiku. Nenek bisa saja."
"Cinta sejati akan menuntunmu pada laki-laki yang akan benar-benar menerimamu apa adanya."
Ucapan nenek tua mampu membuat hati Prilly tersentuh.
Akhirnya kedua wanita berbeda generasi itu sampai disebuah rumah sederhana namun asri, sekelilingnya ditumbuhi banyak bunga yang menarik mata Prilly. Meski ini musim dingin, tapi rumah itu tetap terlihat indah.
"Rumah nenek selalu saja terlihat indah. Begitu asri dan segar. Sepertinya akan damai jika tinggal disana." celoteh Prilly tanpa mengalihkan pandangan.
Nenek tua itu tersenyum, "kapan-kapan kau bisa tinggal disana, temani nenek cu, mau kan?"
Prilly mengangguk antusias. Tangannya beralih menyimpan kardus didepan pintu masuk atas suruhan nenek tua, awalnya Prilly menawari untuk membawanya masuk tapi nenek tua menolak dengan halus, ia takut kalau Prilly akan telat masuk kampus.
"Baiklah nek, aku pergi dulu ya, jangan lupa jaga kesehatan." Prilly melambaikan tangan dan dibalas lambaian pula. Nenek tua menatap punggung Prilly yang semakin menjauh dan hilang di tikungan jalan.
"Kau pantas mendapat kebahagiaan."
.
.
.
.Prilly melangkahkan kakinya menelusuri pinggiran jalan menuju kampus yang terletak cukup jauh dari tempat tinggalnya. Hampir setiap hari ia berjalan kaki, sengaja agar menghemat uangnya.
Meskipun tinggal di tempat yang kurang layak tapi Prilly sangat bersyukur, setidaknya ia memiliki tempat untuk berteduh. Harga yang murah membuat ia tertarik untuk tinggal disana.Beberapa meter lagi sampai di gerbang kampus, gadis berbalut sweater cream serta celana putih gading itu menghentikan langkah kakinya. Mata hazelnya memandang sekumpulan mahasiswa yang sedang menyantap makanan di sebuah kedai. Prilly meneguk air liurnya, tangannya beralih mengecek saku baju. Ia menghembus nafas pelan, menggeleng perlahan lalu kembali melangkahkan kakinya dengan semangat.
Sebuah klakson mobil dibelakangnya membuat Prilly tersentak kaget.
"Kau pikir ini jalan nenek moyangmu?" sentak seorang laki-laki dengan angkuhnya.
"Ali beri saja dia pelajaran."
"Ide yang bagus!"
"Sudah hentikan. Kau membuat jalan menjadi macet." sahut sebuah suara dingin membuat Ali berdecak kesal. Kepalanya beralih menatap kaca spion, memperlihatkan sederetan mobil yang akan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Treasure, Throne and Love
RandomSebuah cerita klasik tentang harta dan tahta yang menduduki segalanya. Mengesampingkan rasa dan mementingkan ego. Namun cinta hadir menjadi penyekat, apa bisa sebuah perasaan murni itu meruntuhkan keegoisan mereka? Ali dan Prilly akan membuktikannya...