Sally menepukkan beberapa tumpukan kertas yang sudah berabu itu. Ia berniat akan membakarnya saja setelah ini. Namun keinginannya itu ia urungkan setelah melihat buku itu kembali.
Hari sudah mulai terang. Namun Sally kembali terduduk dengan tumpukan buku itu di pangkuannya. Ia tersenyum melihat tulisan-tulisan kecil yang terpampang jelas disana. Sedikit air matanya jatuh membasahi lembar buku itu.
Seperti hari-hari yang selalu Sally lewati. Setelah membereskan dirinya dan rumah. Ia akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk adiknya. Adiknya yang masih dalam kondisi koma pasca kecelakaan beberapa bulan lalu.
Sangat di sayangkan. Karena mungkin saja setelah adiknya itu sadar. Ia akan lebih memilih kematian dari pada harus hidup. Sally menangis membayangkannya. Ia tak akan sanggup melihat wajah adiknya itu menangis dan menderita setiap harinya. Tapi apa yang harus Sally lalukan? Uang adalah segalanya, bukan? Jika kau memiliki uang. Maka segala kesakitan dan kesusahan yang menimpa mu akan mudah terselesaikan. Dan itu masalahnya sekarang. Sally bukanlah orang yang memiliki banyak uang.
Kehidupannya jauh dari kata sederhana. Orang tuanya? Sally tidak punya lagi, dan kini dirinya harus menanggung segala kesusahan. Rumah yang tak bisa di katakan rumah, dan pekerjaan yang tak bisa di katakan pekerjaan. Tapi Sally tetap semangat. Ia semangat demi adiknya.
Jika bukan karena adiknya. Ia lebih memilih untuk mati saja dari pada harus menanggung hidup sebegitu menderitanya.
"Kinara. Tulisan kamu cantik sekali, sayang" ucap Sally menangis memandangi tulisan rapi dari anak seusia kinara. Walaupun kinara masih duduk di bangku taman kanak-kanak tapi ia mempunyai tulisan yang bahkan orang dewasa pun kalah di buatnya.
Sally terus memandangi buku tulis milik Kinara adiknya itu dengan deru air mata. Setelah ini, apa masih bisakah adiknya menulis secantik ini? Oh Tuhan! Sally tak bisa membayangkannya.
Sally memutuskan untuk menyudahi tangisannya. Sekarang, waktunya untuk menjumpai adik kecilnya itu. Tiada satu pun orang yang akan menjenguk adiknya. Karena Kinara hanya mempunyai Sally seorang. Dan Sally hanya mempunyai Kinara.
***
Sesampainya di rumah sakit. Sally langsung di sapa oleh beberapa suster yang sudah mengenalnya. Dan seperti biasa pula, Sally langsung membalas sapaan mereka dengan senyuman.
"Sal" panggil seorang dokter kepada Sally. Dokter muda yang sudah merawat adiknya selama ini.
"Iya, dok?"
"Bisa kamu ke ruangan saya?" Tanya dokter itu.
"Oh.. bisa dok. Tapi saya harus ke kamarnya Kinara dulu" ucap Sally yang di jawab dengan anggukan oleh dokter tampan itu.
Setelahnya, Sally langsung masuk ke dalam kamar rawat adiknya. Sally masuk sambil membuang nafasnya dengan berat. Masih sama... kondusif adiknya tetap tidak berubah. Mata cantik itu belum terbuka juga. Oh! Betapa Sally rindu melihat wajah polos ini tertawa.
Sally menghampiri adik kecilnya itu dan memegang tangannya dengan gemeratan.
"Kinara. Kapan kamu buka mata kamu sayang? Kakak rindu. Hiks... kakak rindu bermain bersama, makan bersama. Kakak rindu sama Kinara" air mata tak bisa berhenti membanjiri wajah Sally. Ia sangat merindukan adik kecilnya ini.
"Kakak sayang, sama kamu dek" ucapnya sebelum mencium kening gadis kecil yang sedang tertidur pulas itu dan tak tahu kapan tidurnya akan berakhir.
Sally bergerak keluar dan akan menjumpai dokter yang menyuruhnya tadi. Sebelum ia keluar, ia menyempatkan dirinya kembali untuk melihat adiknya. Dan saat itu pula air matanya jatuh. Sally tidak tahu kapan mata adiknya itu akan terbuka. Tapi Sally yakin. Bahwasanya Tuhan akan selalu memberikannya jalan kemudahan. Ya... Sally percaya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Pain (TERBIT)
Roman d'amour~ Sally Widya ~ Aku tidak perlu kehidupan yang harmonis dan bahagia. Karena aku sudah yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah memberikannya kepadaku. Tapi, setidaknya biarkanlah aku terus berada disisi mu walaupun kau sama sekali tidak menginginkan ku...