Hari kedua di semester ganjil. Kelas 11 IPA 4 di High Space terlihat tenang. Mereka sedang menunggu wali kelas mereka masuk. Ketika guru lelaki bernama Pak Alex masuk bersama seorang murid tambahan, beberapa dari siswa di dalam kelas tersebut bersorak kegirangan. Singkat cerita mereka hari ini kedatangan murid baru. Seorang anak laki-laki yang Kayra tak peduli karena kini ia sedang membaca novelnya dengan tekun. Ia tak sempat memperhatikan wali kelasnya yang kini sudah sibuk menjelaskan apa saja yang perlu dipersiapkan di mata pelajaran yang akan ia ajar.
Adimasnuel Aulya. Anak laki-laki yang kini tak begitu tertarik dengan penjelasan guru yang tadi mengantarnya hingga ke kelas. Pak Alex masih menjelaskan dengan tekun, memaparkan study plan yang dibuatnya menjadi bentuk slide power point. Dimas, begitu biasa anak itu dipanggil, tadi pagi dengan kecepatan super harus membelah kemacetan Jakarta untuk tiba di sekolah barunya. Padahal jika tidak macet tempatnya dengan sekolah hanya membutuhkan waktu 15 menit tak lebih. Namun karena kesiangan, ia terpaksa telat sampai 45 menit.
Pikirannya mengenai sekolah barunya, telat di hari pertama hingga guru yang kini belum berniat mengakhiri penjelasannya tiba tiba terhenti. Ia merasakan mejanya terdorong kasar oleh kursi di depannya akibat beban di sandaran kursi berimbas ke mejanya. Siswa yang baru saja mengakibatkan kegaduhan karena kursinya bermasalah mengendikkan bahu karena seisi kelas menatapnya. Tak lama mereka kembali memperhatikan penjelasan guru. Dimas meneliti mengapa kursi tersebut bisa oleng mengenai mejanya. Ternyata karena salah satu kaki kursi bagian belakangnya patah. Siswi di depan Dimas juga terlihat tak nyaman karena kursi tersebut kini ia tak dapat bergerak dengan nyaman. Takut mengakibatkan ia kembali membuat gaduh.
Kayra menggeser duduknya sedikit demi sedikit, takut kejadian tadi kembali berulang. Ia menilik kaki kursi yang tadi terasa ada yang salah. Dan benar saja karena ada sesuatu yang patah. Sialan, ia sudah menduga jika akan ada waktunya kursinya menjadi seperti ini. Kemarin ia mendapati kaki kursi yang terbuat dari besi atau apa pun itu sudah bengkok. Namun ia tak menyangka akan secepat ini kerusakan yang ditimbulkan. Ia berniat untuk membenarkan letak kursinya kini sedikit miring namun tak berani karena ia tak tahu apa yang akan terjadi, lebih patah mungkin saja terjadi pada kursinya. Meski ia tidak bisa melihat, namun ia bisa merasakan kursinya tiba tiba bergeser karena dorongan sesuatu. Kini posisi duduknya suudah benar kembali, ia dapat menatap lurus ke depan dengan benar. Kayra sadar, anak baru di belakangnya membatunya membenarkan letak kursinya. Sekuat itukah tangannya mendorong kursinya. Atau memang karena memang mudah baginya hanya untuk mendorong kursinya. Entahlah, yang jelas meski sudah dibantu, Kayra merasa tak perlu mengucakan terimakasih.
Kayra tidak jadi membuka pintu bilik tempat ia selesai berganti baju untuk pelajaran olahraga. Beberapa suara di luar mencegahnya melakukan hal tersebut.
"Gue gak nyangka gue bakal liat langsung muka si Kayra kayra itu. Gila sih, masih berani juga ya dia keluar dari rumah setelah apa yang diperbuat sama nyokabnya. Kalo gue jadi dia sih uda minta pindah keluar negeri. Urat malunya uda putus kali tu orang."
"Gue denger sih dia udah ga dianggep juga sama keluarga Dininta."
"Kasian banget, nyokabnya jadi perusak rumah tangga orang, anaknya yang kena imbasnya."
Suara-suara tersebut kemudian hilang seiring dengan langkah kaki yang mengindikasikan mereka keluar dari toilet. Pegangan Kayra pada gagang pintu seketika terlepas. Ia menunduk dalam meresapi segala apa yang didengarnya barusan. Ia sadar, tak semua hujatan dapat diabaikan olehnya. Kadang ia bisa sebegini emosionalnya karena ucapan yang orang lontarkan terlalu menyakiti hatinya.
Kayra datang terakhir ke lapangan basket tempat kegiatan pagi itu dilaksanakan. Setelah meminta maaf karena telat, ia kemudian bergabung bersama Tasya dan teman-temannya. Pak Edy, guru olahraga mereka kembali melanjutkan penjelasan mengenai aturan-aturan bermain basket serta Teknik-teknik apa saja yang mereka perlu praktikan. Selesai memberi penjelasan, mereka segera membentuk kelompok untuk berlatih mengenai teknik-teknik yang tadi dijelaskan oleh Pak Edy. Kayra dan Tasya berpisah karena absen mereka terletak jauh. Kayra yang tadinya bersemangat untuk mengikuti kegiatan olahraga, kini berjalan malas ke arah kelompoknya.