9th (Gone Cold)

1.4K 214 14
                                    

TOK! TOK! TOK! Terdengar bunyi pintu ruang kerja Hanbin diketuk. Ketukan pada pintu berhasil mengambil atensi pemuda yang saat ini tampak sedang menulis laporan mengenai perkembangan kondisi para pasiennya.

“Masuk!” ucap Hanbin pada sosok yang mengetuk pintu ruang kerjanya.

Pintu ruang kerja Hanbin terbuka dan menampakkan sosok asistennya yang kini sedang berdiri di depan pintu dengan tampangnya yang menyiratkan ekspresi panik, membuat Hanbin mengerutkan keningnya karena merasa heran.

“Ada apa?” tanya Hanbin pada asistennya.

“Ngg….anu…dokter Kim, istri Anda pingsan lagi,” kata asisten Hanbin dengan takut-takut.

Pasalnya, selama ini Hanbin merupakan tipikal dokter yang temperamen terhadap para bawahannya. Hanbin tidak suka jika mereka mengerjakan pekerjaan mereka dan memberikan hasil yang tidak sempurna. Kim Hanbin yang merupakan sosok perfeksionis tentu tidak akan langsung memberikan pujian atas hasil kerja bawahannya. Pada intinya, Hanbin mudah sekali marah terhadap hal-hal yang mengusik ketenangannya. Dan kabar mengenai istrinya yang pingsan tentu saja akan mengusik ketenangannya bukan?

Kedua mata Hanbin membulat. Rahang pemuda itu tampak mengeras. “Dimana istriku? Kamu bagaimana sih! Kan sudah kubilang padamu untuk mengawasi Hayi agar tidak memaksakan dirinya bekerja! Kenapa kamu tidak becus dan membiarkan istriku pingsan? Untuk apa Rumah Sakit ini menggajimu jika merawat ibu hamil saja kamu tidak bisa?” bentak Hanbin secara beruntun pada asistennya.

Wajah sang asisten kini sudah merah padam karena suasana hatinya yang begitu buruk akibat terkena semprotan atasannya. Ingin rasanya ia membalas perkataan Hanbin dengan mengatakan bahwa Hayi sendiri yang keras kepala dan masih ingin bekerja karena dipaksa oleh ayah gadis itu dan ayahnya Hanbin. Tapi, posisinya sebagai seorang asisten tidak mungkin memberikan dirinya keberanian untuk berontak. Bisa-bisa ia dipecat jika berani mengatai istri atasannya sebagai sosok wanita yang keras kepala.

“Do….dokter Hayi sekarang ada di ruang seratus satu dan sudah dalam penanganan dokter kandungan lainnya,” jawab asisten Hanbin dengan suaranya yang terdengar semakin memelan.

Hanbin berdecak kesal. Pemuda itu mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerjanya tanpa mempedulikan asistennya yang tidak sengaja ia tabrak. Biar saja. Untuk saat ini, hanya keselamatan Hayi yang menjadi prioritas Hanbin.

Hanbin berlari dengan napasnya yang terdengar menderu. Jas dokter berwarna putih yang ia kenakan sudah bersimbah keringatnya yang sedari tadi membanjiri tubuhnya. Sesungguhnya, saat ini berbagai pikiran berkelebat di benaknya. Ia benar-benar merasa khawatir pada Hayi dan di sisi lain ia benar-benar kesal pada ayahnya dan ayah Hayi yang masih saja memaksa Hayi untuk bekerja meski pun istrinya itu sedang dalam kondisi Hamil.

Apanya yang menginginkan seorang cucu. Mereka bahkan tampak sama sekali tidak peduli dengan calon cucu mereka yang berada di dalam rahim Hayi.

Sesampainya di ruang seratus satu, pada awalnya Hanbin ingin segera mendobrak pintunya dan menghampiri Hayi yang mungkin saat ini masih terbaring dengan kondisi tubuhnya yang lemah. Namun, pemuda itu mengurungkan niatnya kala samar-samar, dirinya mendengar suara dua orang yang sedang bercakap di dalam ruang rawat Hayi.

“Kenapa masih bekerja sih? Tidak bisa meminta kepada ayahmu untuk memberimu keringanan?”

Hanbin yakin sekali bahwa itu merupakan suara Mino, kekasih Hayi. Well, Hanbin sama sekali tidak merasa heran sih dengan kehadiran Mino yang mendahului dirinya. Akhir-akhir ini, setelah mendengar kabar bahwa Hayi sedang mengandung, Mino selalu menyempatkan dirinya untuk pergi ke Rumah Sakit dan mengunjungi Hayi sembari membawa berbagai macam kebutuhan ibu hamil seperti susu untuk ibu hamil, buah-buahan, dan juga minyak angin untuk berjaga-jaga ketika Hayi merasa mual.

Mix & Match! (Mino X Jennie X Hanbin X Hayi) Privated ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang