Bagian Ketiga

16 1 0
                                    

"Tanpa menatap sumber suara?" Walau agak ragu ia memberanikan diri untuk memberi kode pada Jassi bahwa ia ingin melihat wajahnya.

Jassi mengerti apa yang dibicarakan Davi, ia langsung duduk di samping kursi yang sedang diduduki Davi.

"Emmm apa nama panjangmu?" Davi mengulang pertanyaannya.

"Jassilya Gamisaza Jorne" masih terlihat cuek.

"Jorne? Ada turunan bule nya ya?" Davi kepo.

"Kakek Jerman, nenek Solo mereka lama tinggal di Bandung" tanpa mengalihkan pandangannya dari langit yang mendung di malam itu.

"Oh ya? Kamu sering ke Bandung dong?"

"Ya iya lah, ya kali kakek di Bandung gue ke Kalimantan"
Davi membalas dengan tawa geli.

"Kamu gak mau nanya ke aku?" Davi.
Jassi hanya diam karna ia bingung harus jawab apa.

"Jass?" Davi yang mulai kesal dengan sikap diam Jassi, menegaskan maksudnya.

"Yaudahlah Jass, gue tau elo jutek kaya gini karna lo gak mau dijodohin kan? Gue tau Jass, gue juga sebenernya gak mau dijodohin, gue terima perjodohan ini tuh atas dasar hormat dan sayang gue buat almarhum kakek gue".
Jassi dengan spontan menoleh Davi.

"Maksud lo?" Jassi.

"Iya, lo dijodohin ama kakek lo kan? Lo nerima karna elo sayang kan ama dia? Gue juga sama, gue sayang kakek gue. Lo masih bisa minta maaf langsung kalo lo punya salah, lah gue?? Lo harusnya bersyukur karna lo masih punya kasih sayang kakek, gak kaya gue" Davi berkata serius dengan penuh pengertian.

Jassi menarik nafas panjang dan kembali menatap ke depan.
"Maafin gue, gue emang bukan orang baik Dav, dengan penjelasan lo tadi, gue semakin yakin kalo elo tuh gak cocok buat gue, lo terlalu baik bagi gue" Jassi.

"Gue bukan orang baik Jass"

"Hmmm?" Jassi tidak mengerti dengan perkataan Davi.

"Iya, waktu SMP gue tuh nakal, bahkan paling nakal di sekolah, sayangnya gue baru nyesel pas kakek gue udah gak ada, padahal disaat gue dimarahin nyokap bokap yang jadi pendingin emosi mereka tuh kakek, kakek gue yang selalu nenangin dan ngasih nasihat ke gue, tapi karna gue terlalu menganggap diri gue jago, jadi gue gak pernah dengerin omongan kakek gue. Makanya kenapa detik ini gue ada di depan lo, karna gue mau banggain kakek gue, dengan cara gue nurut ke apapun nasihat ataupun perintah orangtua gue" Davi dengan mata yang sebenarnya menahan tangis karena mengingat kakek yang tak pernah lepas dari fikirannya.

Jassi merasa ia kurang bersyukur dengan apa yang menjadi takdirnya kini, saat ini ia berniat untuk belajar banyak dari Davi dan berusaha untuk menerima Davi.

"Kita buat kakek kita bangga, ajarin gue jadi orang baik Dav" Jassi menepuk bahu Davi.

Davi menarik tangan Jassi yang berada dipundaknya.
"Lo bisa nerima gue aja itu udah termasuk kebaikan Jass" Davi membuat Jassi tersenyum untuk pertama kalinya.

"Ekhemm!" Ternyata sedari tadi Kevin mengintip dari jendela.
Sontak saja Davi melepaskan tangannya dari Jassi.

"Belom sah mas broo" Kevin muncul dari pintu.

"Yehh, ngintip ye lu, bintitan mampus lo" Jassi beranjak dari duduknya dan masuk kedalam rumah meninggalkan Davi dan Kevin di balkon.

"

Jadi gimana?" Kakek bertanya soal kepastian yang diputuskan Jassi dan Davi.

"Davi mau kalo Jassi juga mau"

"Gimana Jass?" Seorang ibu yang disebut bunda oleh Davi.

Dengan canggung Jassi menjawab
"Jassi nerima Davi, selama Davi bisa nerima Jassi".

Di malam itu, dibicarakan lah semua perihal tentang mereka untuk kedepannya seperti yang dibicarakan kakek beberapa saat yang lalu.

#Hari pertama Jassi sekolah.

"Udah siap tuan putri?" Seorang lelaki tampan menjemput Jassi di depan pagar rumah dengan motor cross nya
.
"Jijik gue dengernya, udah ayo, gue gak mau terlambat, tuan Davi!!" Jassi mengambil helm dan segera memakainya.

Sesampainya di sekolah, Davi mengantar Jassi ke ruang kantor. Selama mereka berjalan, banyak yang memerhatikan dan bicara yang tidak tidak tentang Jassi, seperti "anak buang-an dari sekolah lain" "anak yang gak keurus orangtuanya" dan banyak lagi. Jika Jassi lupa akan niatnya, mungkin ia sudah melototi mereka satu persatu.

"Lu sabar atau gak gue colok mata lo Jass!" Davi berbisik wanti wanti pada Jassi.

"Dari tadi juga gue udah sabar vida!" Jassi.

"Udah sana, temuin bu Yunita, ketemu dikelas ya, calon istri gue" Davi berkata pelan di akhir kalimatnya.

"Iiissshh elu!" Melototi Davi dan mencubit pinggangnya.
Davi menjerit pelan dan langsung berlari ke kelas karena takut Jassi semakin menjadi.

Semoga menghibur dan bermanfaat.😇
Maaf jika ada salah penulisan.🙏
Terimakasih😊

"PROMISE TO BE TOGETHER"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang