BCC 2. SEBUAH NAMA Bag 2

4.6K 308 2
                                    

Sejak papanya meninggal, Anggara tidak hanya berperan sebagai seorang anak sulung dengan segala tanggung jawab terhadap kehidupan mamanya. Dia juga berperan sebagai seorang ayah untuk adik-adiknya. Menjaga, melindungi dan membiayai kehidupan mereka. Dia juga harus menjadi wakil papanya menjalankan usaha.

Usaha keras tidak akan pernah mengecewakan hasilnya. Anggara yang muda sudah dituntut untuk bekerja keras disaat teman seumurannya masih enak mendempel orang tua. Dia dituntut mengelola perusahaan keluarga. Sedangkan dia sendiri juga memiliki kewajiban sebagai staff di Bea Cukai. Waktunya benar-benar telah terkuras. Kini di usianya yang memasuki angka tiga puluh tahun, semua yang dia usahakan membuahkan hasil. Mobil, rumah dan beberapa rupiah dalam depositonya menjamin kelangsungan hidupnya. Meski begitu, Anggara tidak lantas bersantai. Dia tetaplah Anggara dengan segala semangatnya.

Bukan kehidupan kalau hanya ada satu cerita. Begitu pula dengan cerita Anggara. Untuk masalah ekonomi Anggara dalam mode terkecukupi, nyatanya cerita cintanya tidak semulus itu. Sejak diputuskan sepihak oleh Rusliana, Anggara sudah tidak pernah lagi terlihat serius dengan seorang wanita. Puluhan wanita yang dia kencani kurang lebih dua tahun terakhir ini adalah penghibur penatnya. Sebagai lelaki normal, Anggara juga butuh asupan batinnya, meski itu sebatas perhatian dari lawan jenisnya. Selebihnya, hubungan itu tidak akan mengarah ke jenjang pernikahan.

Mama Zahra, ibunya itu seakan tidak rela anaknya berulah. Mama Zahra menginginkan putranya segera mengakhiri masa lajangnya. Usahanya untuk menjodohkan dengan putri kenalannya juga tidak kurang-kurang. Dasarnya Anggara, dia malah membuat para perempuan merasakan kecewa. Anggara selalu menolaknya. Dan berakhir para kandidat pilihan mamanya bersikap balik kanan dan ngibrit mengesankan mereka yang meninggalkan Anggara.

Liburan natal maupun bergantian tahun baru kemarin, Anggara lebih memilih menghabiskan waktu berkunjung ke Vietnam daripada memilih menjadi obat rindu untuk mamanya. Sengaja dia menghabiskan masa cuti tahunannya itu sebagai kamuflase. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Dia sedang menghindari keluarganya, terlebih sang mama tercinta dan Tiara, adik angkatnya dengan begitu getol masih belum kapok menjodohkannya.

Baginya pulang ke Jawa hanya sesuatu yang percuma, kalau yang dia dapatkan bukan liburan yang sesungguhnya setelah penat bekerja selama berbulan-bulan. Apalagi omelan mamanya mengenai pendamping hidup. Masya Allah... Anggara sampai bisa menghafal letak kalimatnya.

Anggara bukankah laki-laki pada umumnya. Tegar dan mudah membuka hati setelah terluka. Dia belum mendapatkan perempuan yang klik dengan hatinya. Dua kali ditinggal karena alasan laki-laki lain. Sudah cukup menjadi koleksi pahit cerita hidupnya.

Pantang menyerah. Sekuat tenaga yang bisa Zahra lakukan. Sekali ditolak Anggara, Zahra akan maju tujuh kali untuk mencarikan pasangan lagi. Sebelum putra kebanggaannya mengiyakan, Zahra tidak akan berhenti. Kecuali, dengan legowo Anggara membawa pilihannya ke rumah. Tapi sayangnya, sampai detik ini Anggara tidak kunjung membawa pilihannya kehadapan Zahra.

"Angga pulangkan long weekend tahun baru China? Mama sudah tidak sabar ingin mencicipi susu coklat yang pernah Mama pesan," kata mamanya penuh keantusiasan.

"Lebaran saja, Ma. Sekalian Angga nambah cuti," elaknya. Bukan lagi yang jarang pulang ke Jawa, Anggara juga menghindari panggilan via telephone sang mama.

"Lebaran masih tiga bulan lagi, Anggara. Iya kalau Mama masih punya waktu. Kalau tidak, berarti Mama tidak bisa mencicipi susunya dong," jelas mamanya santai. Meski sudah berumur, Sang mama tetaplah mamanya yang selalu memiliki jiwa muda. Yang selalu merengek ini dan itu. Meski terkadang sikap berlebihan mamanya membuat Anggara dilanda rasa jengah, namun sang putra tetap akan membuatnya bahagia. Apapun itu. Bukan pernikahan. Anggara belum bisa.

"Dosa lho Ma, mendahului takdir Allah," Anggara mengingatkan. Bukan, dia hanya sekedar berkilah agar mamanya berhenti untuk memaksanya pulang ke tanah kelahirannya. Paling tidak dalam waktu dekat ini.

"Dan kamu juga akan menjadi anak durhaka kalau selalu membantah dan menolak kemauan Mama. Coba papa masih ada, Mama tidak akan merepotkan anak-anak Mama," skak mat dari mamanya.

Mendengar keputusasaan mamanya membuat Anggara terasa sulit hanya untuk menelan ludahnya. Kerongkongannya terasa kering kalau mamanya selalu membawa alm. papanya dalam setiap obrolan mereka. Anggara pernah berjanji pada alm. papanya, dia akan menjadi anak yang berbakti dan akan membuat mamanya selalu bahagia. Dan selama ini dia merasa sudah lebih dari cukup membuat mamanya bahagia kecuali menuruti perjodohan dari mamanya beberapa bulan terakhir ini.

"Ya sudahlah kalau kamu enggak bisa pulang, mungkin keinginan Mama minum susu itu harus dipending dulu," kali ini mamanya mengeluarkan jurus pasrah dan menerima, tidak berarti mengalah. Mamanya tahu, cepat atau lambat Anggara akan mengabulkan keinginannya. Mamanya tidak akan peduli meski manjanya akan terlihat berlebihan melebihi Syaquella, cucu pertama di keluarga Anggara.

"Ok... Anggara akan pesan tiket untuk hari itu," putusan Anggara setelah beberapa lama menimang-nimang permintaan sang mama.

"Masya Allah... Anggara mau?" nadanya sudah kembali bahagia.

"Iya Mama cantik... Insya Allah anak mu ini pulang," sekali lagi jawabnya untuk meyakinkan hati mamanya.

"Alhamdulillah... Ini baru anak Mama. Ya sudah Mama tutup dulu, kesayangan. Mama mau kabari maminya Kimora. Calon besan Mama."

"Besan Ma?"

"Iya..."

Mengingat mamanya yang telah curang beberapa waktu yang lalu, Anggara hanya bisa menghela nafas kasarnya seraya menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Semua oleh-oleh untuk keluarganya di Jawa sudah dia kemasi dengan rapi. Baju, coklat, kue dan beberapa miniatur oleh-oleh keliling negara tetangga akhir tahun kemarin. Yang paling utama susu coklat sesuai yang mamanya minta, hanya bisa dia dapatkan 12 dus.

Mamanya pesan kalau ingin merasakan susu coklat yang di import dari Malaysia. Dari yang mamanya ceritakan rasa coklat dari susunya jauh sangat beda dengan rasa susu coklat yang dijual di supermarket. Sebenarnya kalau mamanya mau, bisa beli di supermarket terdekat dengan nama yang sama. Kalau yang dari import perpaduan coklatnya lebih terasa kental, berbeda dengan yang dijual diumum. Tidak seenak yang imporan.

Jujur saja sejak permintaan mamanya dia sanggupi, bukan berarti dia gampang membeli pesanan mamanya. Dengan susah payah Anggara bisa mendapatkan dengan bantuan temannya.

Awal mula keinginan sang mama karena dikasih incip oleh teman arisan yang kebetulan anaknya pulang berlayar dari Batam.

"Mama kan bisa beli di supermarket dekat rumah?" Anggara menolak.

"Katanya teman Mama, hanya Batam yang mendatangkan imporan susu coklat itu. Kalo yang di supermarket enggak seenak itu."

Setelah usaha kerasnya membuahkan hasil, dia baru menyadari ternyata permintaan susu mamanya hanya pengalihan yang anggun untuknya agar mau pulang dan bertemu dengan perempuan yang akan dijodohkannya. Dan sialnya, dia tertipu seperti anak kecil oleh mamanya sendiri di usia ke tiga puluh tahunnya. Sangat memalukan bukan?

Di dalam kamarnya yang super bersih, Anggara melayangkan matanya kelangit-langit. Pikirannya melalang buana. Perjodohannya dengan perempuan yang bernama Kimora benar tidak dipungkiri menggelitik hatinya. Seperti apakah perempuan yang akan dijodohkan dengannya lagi sampai membuat mamanya rela membohongi dengan cara yang aneh seperti itu. Istimewakah perempuan itu? Atau kesamaan nama akan seperti orang dimasa lalunya?

Tapi tenang saja, Anggara punya cara untuk membalaskan kekesalannya pada perempuan itu.

*****

K I M O R A √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang