"Revan, beneran gak papa kan. Lo gak marah kan?"
Revan, pria itu menatap tajam ke arah lelaki di depannya yang juga menatapnya dingin. Tak pernah terbayangkan sekalipun jika Cinta dengan lelaki angkuh itu akan pulang bersama. Ya, dia Arga si senior angkuh nan sombong yang selalu Cinta umpati. Entah apa yang sudah lelaki itu lakukan Cinta, bahkan hanya sepersekian detik dirinya meninggalkan Cinta untuk mengambil motornya dan ketika berada di sana ia sedikit terkejut melihat Cinta dan Arga yang tengah berbicara.
"Hati-hati."
Setelah mengatakan hal itu, Revan langsung menancapkan gasnya meninggalkan kedua orang itu disana, mengabaikan teriakan Cinta yang berpesan agar dirinya berhati-hati ketika mengendarai motor.
"Gue cukup sadar diri, gue bukan siapa-siapa melainkan hanya seorang sahabat yang gak bisa melarang lo untuk pergi sama siapa aja dan gak bisa meminta lo untuk menjaga hati gue yang-
Cittt
Revan menghentikan laju motornya secara tiba-tiba. Ia membuka helm full facenya dan menggelengkan kepala.
"Astaga, mikir apa sih gue barusan. Sadar van sadar, Cinta itu sahabat lo, Arghhh," tak ada yang bisa memungkiri jika lelaki itu tengah berusaha membuang ego nya dan mengubur dalam-dalam tanpa mau menyadari apa yang terjadi pada perasannya.
Disisi lain, fikiran Cinta tak terasa tenang. Sedari tadi ia hanya memikirkan apakah Revan marah padanya? Melihat jawaban ketus Revan yang secara tiba-tiba membuat Cinta berfikir bahwa Revan marah padanya. Ketika di perjalanan pun hanya ada keheningan di antara keduanya, beberapa kali Cinta menoleh ke arah Arga yang tengah memegang kemudi.
Pria itu sama sekali tak merasa terusik karena Cinta mencuri pandang ke arahnya. Padahal jika dibandingkan dengan Revan, Cinta akan sangat cerewet dan berisik lelaki itu juga akan dengan senang hati meladeni ucapannya meskipun berkali-kali mengatakan untuk Cinta tak kembali berisik.
"Cinta, bener itu nama lo?"
"Huh, oh iya itu nama gue," Cinta merasa canggung ketika Arga mulai membuka pembicaraan.
"Mau temenin gue makan sebelum gue anter pulang?"
"Suka makan apa, mau di restoran mana?" tanya nya lagi karena Cinta tak kunjung menjawab.
"Suka, lo makan pecel ayam?"
"Kayaknya kita gak perlu ke resto, kalau lo mau gue punya langganan nasi goreng di deket-deket sini."
"Lo seriusan gak mau di resto?" Cinta menggelengkan kepala nya membuat Arga mengangguk.
"Bukannya gak mau sih, tapi gue lagi pengen aja atau kalau lo gak mau gak usah juga gapapa kok. Secara orang modelan kayak lo ini pasti paling gak biasa sama makan-makanan pinggir jalan kan?"
Arga nampak diam sebentar seperti tengah menimbang-nimbang, ia ragu untuk mengiyakan ajakan Cinta atau tidak, jika ia menolak bagaimana kalau gadis itu akan merasa tersinggung? Arga menganggukkan kepalanya pertanda setuju.
"Oke, kita makan di tempat langganan lo itu, gak masalah," Cinta menganggukkan kepalanya, ia kira bahwa Arga akan menolak ajakannya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang sesuai dengan arahan yang Cinta berikan sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah kedai nasi goreng yang tidak terlalu ramai, hanya beberapa orang disini yang sedang asik menyantap makanan mereka. Cinta dan Arga menuruni mobil dengan Cinta yang memandu jalan di depan.
"Mang Diman, nasi goreng nya 2 ya."
"Atuh siap neng Cinta. Waduh, ngomong-ngomong sama siapa nih? Tumben ga bareng si mang Revan?" Cinta tertawa kecil menanggapi pertanyaan mang Diman yang tengah menggodanya.
"Revan lagi sibuk pak, udah gak punya waktu buat saya," ujarnya dengan nada jenaka.
"Yahh bakal jarang makan bareng si neng lagi dong nantinya disini? Eh iya sekarang udah ada gantinya ya," Cinta menggelengkan kepalanya tak ingin kembali menyahuti ia memilih tempat duduk untuk keduanya tempati.
Setelah selesai makan, Arga segera mengantar Cinta pulang karena hari sudah hampir gelap. Sebenarnya ia hanya ingin menghindar takut Cinta akan ingat akan pertanyaannya lagi. Berbeda dengan gadis disampingnya ini, ia terus mengerutkan keningnya kala melihat Arga yang nampak santai dalam menyetir seolah-olah mengetahui dengan betul dimana letak rumah Cinta. Sedari tadi otaknya terus berusaha mengingat jika ia sama sekali belum memberitahu alamat rumahnya pada Arga.
"Lo gak mau turun?"
"Hah?"
Cinta membuyarkan lamunannya dan menatap Arga dengan ekspresi wajah yang bingung, matanya mengikuti arahan yang lelaki itu berikan untuk dirinya melihat ke arah luar jendela. Benar, mobil Arga benar-benar berhenti tepat di depan pintu pagar rumahnya.
"Sorry gue ngelamun tadi."
"It's Okay, makasih lo udah mau pulang bareng dan maaf soal kejadian basket tadi."
"Gakpapa, yaudah kalau gitu gue masuk dulu, lo hati-hati."
Revan, lelaki yang tengah berdiri tepat di balkon rumahnya itu menatap nanar ke arah bawah sana. Dimana Cinta yang baru saja keluar dari mobil Arga. Mobil berwarna silver itu pergi dari pekarangan rumah Cinta meninggalkan wanita itu yang kini membalikkan badannya dan menatap Revan sambil tersenyum. Cinta melambaikan tangannya namun balasan yang ia dapatkan justru tak sesuai ekspetasinya. Revan pergi dari sana dengan tatapan dingin yang tak pernah Cinta lihat sebelumnya, sekalipun lelaki itu tak pernah mengabaikannya seperti sekarang.
Tak ingin mengambil pusing, Cinta memasuki pekarangan rumahnya. Mengenai Revan, ia hanya berfikir positif tentang hal itu mungkin saja lelaki itu tengah kecapean sampai tak merespon tindakannya, biarkan besok Cinta akan menanyakannya langsung kepada lelaki itu.
CERITA TELAH DITERBITKAN SEJAK TAHUN 2022 OLEH PENERBIT MR PUBLISHER
TERSEDIA VERSI LENGKAP HANYA DALAM BENTUK PDF, INFO SELANJUTNYA BISA MELALUI DM PENULIS🤳🏻📄
PASTIKAN KAMU DAPATKAN SPESIAL CHAPTERNYA😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Jadi Cinta [TELAH TERBIT]
Romance[SUDAH TERBIT !] DAPAT DI PESAN MELALUI INSTAGRAM @MR_PUBLISHER12 Revan Mandala Sosok pria yang terlahir dari keluarga terpandang, Hidupnya yang berlebih tak mampu membuatnya sombong atas apa yang ia punya. Gayanya yang cool mampu menarik hati wani...