(4) I Can't Breathe

3.2K 284 38
                                    

Seminggu setelah kejadian itu. Jinhwan telah selesai mengajukan lamaran langsung ke dua kantor penerbit. Satu hari setelah dirinya mengalami sesak nafas, Jinhwan langsung memutuskan untuk segera pergi mengajukan surat lamaran karena tidak ingin menunda-nunda lagi. Dia masih harus menunggu panggilan wawancara dengan menyimpan banyak harapan agar salahsatu dari kedua perusahaan itu bisa menerimanya. Hanbin yang membantu mencari info soal perusahaan tersebut dan menemaninya untuk mendatangi keduanya,  dia meminta izin lagi kepada Teddy akan datang ke agensi siang atau sore. Membuat dirinya harus bekerja sampai dini hari. Jinhwan beberapa kali menolak, dia tidak ingin mengganggu pekerjaan Hanbin, jika Hanbin mengantarnya maka dia pasti akan bekerja sampai dini hari lagi. Tapi tentu saja Hanbin tidak bisa ditolak, dia terlalu khawatir semenjak kejadian Senin pagi itu. Lagipula, dari awal dia sudah berjanji untuk mengantar Jinhwan mengajukan surat lamaran ke perusahaan pilihannya. Hanbin tidak merasa keberatan harus mengantar Jinhwan sampai kemanapun, bahkan ke ujung dunia sekali pun. Asal Jinhwan bisa berada di sisinya, itu sudah sangat membahagiakan baginya.

.

.

Senin pagi, Jinhwan sudah selesai membuat sarapan dan bergegas membangunkan Hanbin di kamar. Selama enam hari ini rutinitas paginya adalah membuat sarapan, membersihkan apartemen dan membangunkan Hanbin. Hari Rabu dan Minggu dia mencuci semua pakaian kotor miliknya juga Hanbin. Hanbin memaksa Jinhwan untuk membawa cuciannya ke laundry saja. Tapi Jinhwan bersikeras mencucinya sendiri.

"Untuk apa punya mesin cuci jika tidak kau pakai? Ayolah Hanbinnie.. Ini tidak akan melelahkan karena aku tidak membilasnya dengan tangan."

"Baiklah, baiklah. Tapi kenapa harus dengan pakaianku juga? Pakaian kotorku terlalu banyak. Kau akan kelelahan."

"Ish. Kau diam saja, Kim Hanbin. Jangan banyak bicara dan cepat habiskan sarapanmu. Aku tidak segan-segan untuk menjahit mulutmu jika kau masih protes."

"Galak sekali."

Begitulah perdebatan mereka pagi kemarin, seperti sepasang suami istri. Jinhwan sekarang tidak pernah melihat lagi kertas-kertas yang tertempel di dinding dekat meja kerja Hanbin jika dia hendak membersihkan kamar Hanbin ataupun sekedar membangunkannya. Jinhwan takut sekali, takut hatinya kembali sakit. Takut perasaan menyesakkan itu kembali datang.

"Hanbinnie... Sudah pukul setengah tujuh. Cepat bangun dan mandi." Jinhwan menyingkap selimut yang bergulung itu. Si pria yang sedang pulas menggeliat. Kebiasaan Jinhwan sejak kecil ketika membangunkan Hanbin yaitu  meraih kedua lengan Hanbin untuk diluruskan ke atas kepalanya. Peregangan. Peregangan secara paksa. Selama seminggu ini, begitulah yang dilakukan Jinhwan. Sedangkan Hanbin hanya menggeliat sebelum bangkit dan menidurkan kepalanya di lahunan Jinhwan yang tengah duduk di tepi ranjang. Benar-benar manja. Jinhwan menepuk pelan pipi Hanbin.

"Hannie.."

"......."

"Hanbinie.."

"......."

"Hanbin-ah.."

"......."

"Kim Hanbin!"

Plak.

Love Scenario ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang