(10) It Hurts

1.6K 229 75
                                    

KRIIING~

Keduanya dikejutkan oleh suara ponsel Jinhwan yang berdering. Pria mungil itu segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku coat. Wajahnya menyeringai ke arah Hanbin.

"Ini alarm makan malamku." Ucapnya tak berdosa. "Aku selalu men-set alarm pukul tujuh agar tak lupa untuk makan malam ketika lembur. Hehe."

Hanbin hanya berdeham mendengar ucapan Jinhwan. Apakah dia akan melanjutkan ucapannya? Tentu!

"Jadi, apa yang ingin kau katakan, Hanbinie?"

Hanbin terdiam beberapa saat. Mengambil nafas secara perlahan sebelum kembali membuka suara. Dia sungguh gugup!

"Ehm.. Jinanie, sebenarnya-"

Dumb dumb dumb dumb_

Kini suara ponsel Hanbin yang berbunyi. Pria tampan itu mengumpat sebelum akhirnya mengeluarkan ponsel miliknya.

"Sajangnim?" Matanya melebar. Dia segera mengangkat telepon masuk itu.

"Yeoboseyo?"

"....."

"Ne, sajangnim. Aku akan segera kesana."

"....."

"Tentu, sajangnim."

Pip.

Hanbin mendengus. Wajahnya terangkat menatap Jinhwan.

"Jinanie, maafkan aku. Tapi, sajangnim memintaku untuk datang ke kantor. Sepertinya kencan kita kali ini sampai disini saja." Hanbin berujar dengan berat. Benar-benar sial, pikirnya. Saat dia sudah menemukan momen yang pas untuk menyatakan perasaannya, tiba-tiba saja ada gangguan yang datang.

"Tidak apa-apa, Hanbinie. Kau pergi saja, aku akan pulang sendiri." Ucap Jinhwan seraya tersenyum.

"Tidak! Aku akan mengantarmu dulu sebelum pergi k kantor. Kau tidak boleh pulang sendiri."

"Ck, aku ini sudah dewasa, Kim Hanbin. Berhentilah memperlakukanku seperti anak-anak." Jinhwan mempoutkan bibirnya lucu.

Hanbin terkekeh lalu dengan gemas mengusak rambut secokelat madu itu. "Bagiku, kau tetap harus dilindungi, Jinan-ah.."

"Ish, kau menyebalkan!" Tangannya menepis tangan Hanbin yang bertengger diatas kepalanya. "Aku akan pulang sendiri. Kau akan terlambat ke kantor jika harus mengantarku dulu, Bin-ah."

"Hmm.. Kalau begitu kau ikut saja denganku. Cukup tunggu saja di studio selama aku menemui Yang sajangnim. Mungkin tidak akan lama. Dan kita akan pulang bersama."

"Apakah tidak apa-apa?" Jinhwan tampak ragu.

"Tentu saja tidak. Lagipula ini hari libur, tidak ada yang datang ke kantor kecuali mereka yang memiliki kepentingan mendesak dengan pimpinan."

"Baiklah kalau begitu."

.

.

Jinhwan mengamati setiap sudut studio tempat Hanbin dan Jaewon bekerja itu. Ada dua komputer diatas meja kerja panjang, sofa dan meja kaca di pojok kanan, mic dan beberapa alat yang tak dimengerti oleh Jinhwan. Hanbin keluar beberapa menit yang lalu menyediakan berbagai camilan untuk Jinhwan. Agar pria itu tidak terlalu merasa bosan ketika menunggu.

Pria mungil itu membayangkan bagaimana Hanbin sedang mengerjakan musiknya. Wajah serius yang terlihat tampan dan berkharisma itu bisa terbayang oleh Jinhwan. Senyumnya merekah hanya dengan membayangkan sosok Kim Hanbin. Dan Jinhwan tahu dirinya kini sudah gila. Ya, dia gila oleh Kim Hanbin.

Love Scenario ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang