bab 3

22 6 3
                                    

Setelah bernegosiasi dengan pemilik rental mobil, karena kelelahan pula, Anggrek dan Sia tertidur di belakang mobil yang mereka berlima rental. Lintang berada di tengah seraya memandang keluar jendela, ia sendirian, benar-benar menguntungkan baginya. Aneh, biasanya gadis pemalas itu suka sekali dengan yang namanya 'tidur'.

"Tumben lo gak tidur, Tang." Celetuk Meghan.

"Tang, tang, tang, tang. Lo kira gue bintang kecil di langit yang biru?" Omel Lintang.

"Di langit yang tinggi, bego!" Koreksi Nanda dengan terkekeh. "Mungkin si Lintang mau look it-look it cogan Kalimantan." Kemudian ia terkekeh lagi.

"Eh, Nan, kok lo tau aja, sih. Jangan-jangan kita sehati." Seru Lintang seraya menyembulkan kepalanya diantara Meghan dan Nanda.

"Idih, najis, mau banget disaamain." Ledek Nanda dengan tatapan wtf. Sementara Lintang mengerucutkan bibirnya. Lintang pun kembali pada posisi semula.

"HAHAHAHA!" Meghan tertawa lepas.

"Eh, kita mau kemana, nih? Penunjuk jalannya aja udah ngorok." Tanya Nanda seraya menggaruk-garuk kepalanya, bingung.

"Iya, ya. Soalnya gue liat tadi si Sia sama Anggrek udah kayak emak-emak nawar harga baju di pasar. Sampe gue liat si Anggrek mandi keringet. Gue sih cuek aja dan makan coklat gua. Toh, gue gak bisa nawar." Meghan terkekeh pelan setelah mengutarakan kalimat panjang tersebut.

"Kenapa, sih, di otak lo cuman ada makanan?" Nanda mulai kesal dengan kalimat Meghan yang benar-benar sembrono.

"Kalo lo gak makan, lo bisa sakit, dan kalo lo sakit, lo bakal mati. Fin." Jawab Meghan dengan santai.

"Tapi serius, kita bakal kemana-" kalimat Nanda terpotong karena,

"OEMJI GUUYSS!! INI ROK TUTU KENAPA DISKON 30% PAS GUA BOKEK!! SHIT!! MADAFAKA!!" Teriak Lintang seperti orang kesurupan. Membuat Anggrek dan Sia terbangun seperti orang bodoh.

"Berapa, sih, berapa? Jangan-jangan itu rok tutu harganya goceng serauk." Ledek Meghan lagi.

"Ini ada apa, sih? Kalian berisik banget tau. Saya dan Anggrek 'kan sedang tidur. Kalian tidak punya etika, ya?" Sia mengusap-ngusap mata dan dadanya karena kaget. Begitupun Anggrek.

"Nah! Karena petunjuk jalannya udah bangun, jadi lo, Meghan, harus tukeran tempat sama Sia." Perintah Nanda.

"Hell yeah, gimana caranya gue tukeran tempat? Aduh Nanda.. Nanda." Meghan menepuk jidatnya.

"Nah iya, gimana tuh?" Celetuk Lintang.

"Kejap, ye, kejap." Nanda menepikan mobil itu di pinggir jalanan. "Gece turun!" Perintah Nanda pada Meghan yang sedang memasang muka kesal. Sekarang Sia sudah duduk di kursi depan dan Meghan di samping Lintang.

"Eh kutil, lo ngapain duduk di samping gue?!" Lintang yang merasa terganggu akan kehadiran Meghan di sampingnya memprotes atas hal itu.

"Terserah gue dong, emang nih jok mobil punya lo?!" Meghan pun mulai terpancing emosinya.

"Gue udah boking ini jok buat ngeliat cogan di kanan kiri!" Lintang membalas dengan mata yang hampir keluar.

"Kalian. Berisik." Komentar Anggrek dengan pelan.

Hening.

Ya, begitulah, mereka semua tidak dapat memprotes Anggrek. Karena, ya, Anggrek memiliki aura suram yang tidak tertandingi.

.

.

"Sia! Rumahnya bener yang ini?" Tanya Nanda tidak yakin. Kini mereka berempat dihadapkan dengan sebuah rumah tua dengan cat yang telah mengelupas. Terdapat tangga berbatu agar sampai di teras rumah tua tanpa internit itu. Sebuah bangku dari bambu yang bertengger diteras pun terlihat telah reyot dan usang. Dua buah pohon beringin nampak disisi kiri dan kanan rumah. Akar gantung pohon itu menjuntai hingga ke tanah.

"Menurut buku panduan, iya, kok." Sia membetulkan letak kacamatanya.

"Idih, rumahnya serem amat." Komentar Lintang.

"Iya-iya serem banget. Kaya muka lu." Tambah Meghan pada Lintang. Yang langsung mendapat hadiah satu buah jitakan mesra dari gadis itu.

"Ish, udah-udah. Diem-diem aja kenapa. Dari tadi, kok, berantem engga ada habisnya. Liat, tuh, Anggrek aneh banget." Nanda berbisik diakhir ucapannya sambil menyikut dua gadis di sisinya itu. Lintang dan Meghan pun mengalihkan pandangannya ke Anggrek yang kini tengah menatap lekat rumah tua itu, seperti enggan mengalihkan. Sesekali mata gadis pemilik mata batin itu memincing dan melirik ke dua pohon beringin kembar yang terdapat di kedua sisi rumah. Sampai Sia menyadarkannya.

"Anggrek, kamu sedang apa?" Sia menepuk bahu Anggrek. Hanya dibalas gelengan kecil.

"Hati-hati." Tanpa ekspresi, Anggrek memperingati.

"Ada apa?" Sia bertanya sekali lagi.

"Jangan berpencar dan jangan menyentuh sesuatu apapun yang bukan milik kita." Aura intimidasi tiba-tiba merekah keluar melingkupi mereka berlima begitu Anggrek mengucapkan kalimat kedua. Keempatnya hanya mengangguk sebagai jawaban.

Mereka mulai mendaki tangga kecil berbatu menuju rumah tua itu, dengan Anggrek memimpin di depan. Disusul Lintang dan Meghan yang berjalan dengan lengan yang saling terpaut. Kemudian diikuti oleh Sia dan Nanda yang berjalan berdampingan, namun Sia memeluk buku tebal bertajuk 'panduan', sementara Nanda matanya terus menjelajah sekitar.

Rumah itu memancarkan aura aneh yang mampu membuat siapa saja bergidik ngeri. Disamping itu, Anggrek juga merasakan ada suatu hal yang tidak beres pada rumah tua itu. "Biar gue yang ketok pintunya." Ucap Meghan dengan gagah dan berani.

Baru saja Meghan ingin mengetuk pintu itu, Anggrek dengan cepat memegang tangan Meghan dengan kuat agar tidak bersentuhan langsung dengan pintu kayu berlapis cat hitam yang memudar.

Awan yang membungkus bumi kini tak lagi bersahabat. Warna kelabu hitam yang mistik itu konon membuat siapa saja takut untuk keluar rumah. Dengan dirundung rasa takut yang amat sangat ditutupi, Anggrek menjawab, "biar saya saja." Selapis kantung mata tiba-tiba saja menghiasi wajah misterius Anggrek. Meghan menggangguk penuh rasa takut.

Tok.

Tok.

Tok.

"Cari siapa?" Tanya sebuah suara serak khas orang tua dari bawah. Lekas mereka berlima menoleh ke arah kakek dengan dua buah keranjang yang ia pikul dengan kayu.

"Ca-ca-ca..." Lintang ketakutan.

"Kami mencari pemilik rumah. Kami dari Universitas Pandawa, kami ditugaskan untuk menjelajah kalimantan." Jawab Anggrek dengan datar seraya turun kebawah lewat tangga berbatu.

Kakek itu menatap Anggrek yang sedang berjalan ke arahnya. Kini, Anggrek sudah berada tepat dihadapan sang kakek.

"Kakek tahu dimana pemilik rumah ini?" Kakek itu tetap diam menatap Anggrek. Tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya selama beberapa detik.

Tiba-tiba saja senyum ramah tersungging dari bibir kakek itu. Menciptakan rasa lega bagi kelima mahasiswi yang tadinya merinding itu.

"Ahh, kalian murid-murid pak Bagas, saya pikir siapa. Maklum, saya sangat tidak suka orang asing." Meghan dan Lintang bernafas lega. Sementara tiga lainnya masih mencurigai kakek tua ini. "Kalau begitu, ayo masuk ke dalam, akan saya tunjukan kamar kalian."

Entah mengapa Nanda memiliki firasat tidak enak akan apa yang terjadi di masa depan.

TBC +++

Akhirnya setelah sekian lama update juga hehehe

-skiesooblue

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UnpredictableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang