3

295 42 3
                                    

Seperti kapal  yang menabrak ikan kecil di laut.

-Nong Nong

Setelah kejadian yang mengagetkan tadi Linong kembali ke kamarnya menemui Justin. Justin tidak menanyakan apapun pada Linong karena saat itu ia sedang mengenakan masker wajah.

Linong naik ke atas kasur tingkat yang berada di atas kasur milik Justin. Ia menenggelamkan kepalanya diatas bantal sambil memejamkan matanya. Dalam sekejap ia telah berada di alam mimpi.

Malam yang dingin dengan hujan deras yang turun dari langit. Linong berdiri di depan pintu rumahnya menangis dan merintih kesakitan akibat pukulan-pukulan  keras yang terus saja membekas pada tubuhnya. Anak kecil malang ini terduduk di depan pintu tanpa tau harus berbuat apa.

"Dingin, eomma maafin Nong Nong eomma." ucap Linong lirih mengetuk pintu rumah dengan tenaga yang tersisa sedikit.

Linong terpaksa harus tidur di luar dengan ke adaan seperti ini. Malam terasa begitu lama bagi Linong kecil yang baru berusia 6 tahun.

"Appa, appa. I miss you." ucap Linong.

Paginya, pintu rumah terbuka dengan keras. Linong yang masih tertidur di depan pintu terhantam dengan keras membuatnya lagi-lagi merasakan sakit.

"Masuk!"

Linong hanya mengangguk saat diperintah oleh ibunya. Ia segera berlari menuju kamarnya lalu, mengunci pintunya rapat-rapat.

Ia masuk ke dalam almari besar kamarnya. Hanya duduk sambil memeluk lututnya dengan rasa ketakutan. Ia harus bersiap-siap sebelum kembali merasakan pahitnya hidup.

Brakkkkssss

Suara seperti ada benda yang pecah. Linong membulatkan matanya, suara itu lenyap dalam sekejap. Linong keluar dari almari ingin melihat apa yang terjadi di luar sana.

Saat ingin membuka pintu kamarnya ia melihat dirinya dari balik pantulan cermin. Anak laki-laki bertubuh kecil, kurus, rambut yang berantakan, badan penuh memar.

Mengingatkan Linong apa yang dikatakan ayahnya terakhir kali ia melihatnya, "Hei, anak Appa yang paling tampan. Kamu harus jadi pria tangguh. Potong rambutmu jangan biarkan gondrong dan tidak rapi. Jadilah laki-laki hebat dan tampan seperti Appa. Gadis-gadis akan memujamu nanti."

Lagi-lagi air matanya kembali menetes di pipinya seperti tak akan pernah kering. Linong membuka pakaiannya. Melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Tiba-tiba pintu kamar Linong terbuka. Padahal ia merasa sudah menguncinya tadi.

Saat pintu terbuka kakaknya terjatuh di depan Linong. Gadis itu juga mengalami hal yang sama seperti Linong namun, berbeda. Ibunya sangat membenci Linna kakak Linong.

Ia telah terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Melakukan sex bebas, merokok, minum minuman keras dan sejenisnya. Ia hanya pulang uangnya sudah habis.

Ibunya selalu melampiaskan kekesalannya pada Linong. Setelah ayahnya tidak ada Linna tidak ingin mendengarkan dan mempercayai siapapun.

Setiap pulang ia akan bertengkar hebat dengan ibunya. Kali ini Linna sepertinya kalah. Linong hanya menatap Linna yang terbaring lemah di lantai.

"Nong Nong-ah, apa kamu punya uang? Berikan padaku cepat!" ucap Linna.

Linong hanya diam tak bergeming. Ibunya kembali datang dan Linong berlari memberi jarak antara ia dan ibunya.

"Appa..." ucap Linong seperti meminta tolong pada ayahnya

"Kamu bilang apa hah? Appa?" tanya ibu Linong sekarang seperti ingin menerkamnya.

"Kapan Appa pulang?" tanya Linong tanpa berani menatap ibunya sedikit pun.

Ibunya bersmirk. "Appamu? Bajingan itu sudah mati! Beraninya dia meninggalkanku dengan gadis jalang dan anak kecil pembawa sial."

"Jangan salahkan Appa. Jangan salahkan Appa, Eomma."

***

"Eomma! Eomma! Eomma!"

"Hei, Nong Nong. Lo gak papakan?" Justin berusaha membangunkan Linong yang sedang mengigau.

Perlahan Linong membuka matanya. Justin menatap wajah Linong yang pucat sambil menyentuh dahinya. Ternyata Linong terserang demam.

"Lo sakit ya? Gak usah ikut pelajaran dulu aja. Nanti gua bilangin ke guru." ucap Justin.

"Enggak, gua gak sakit kok." ucap Linong yang berusaha bangun dari tidurnya.

"Alah, lu sakit. Orang demam tinggi gitu. Gua temenin ke rumah sakit nanti sore pulang sekolah. Lagian ini udah jam setengah 7 gak mungkin lu siap-siap sekarang." ucap Justin yang menahan ketawanya.

"Hais, sialan! Kenapa juga lo gak bangunin gua sih?" Linong melemparkan guling dan bantalnya ke arah Justin.

"Salah sendiri gak bangun. Yaudah ya gua mau ke kelas. Bye." ucap Justin lalu, menghilang dibalik pintu.

Linong turun dari kasur tingkatnya. Berjalan menuju depan cermin. Menatap dirinya yang sekarang seperti dirinya yang dulu. Ia membuka pakaiannya membiarkan tubuhnya terlihat. Bekas lukanya masih ada walaupun samar-samar.

Linong menyeka air matanya yang jatuh ketika ia bermimpi tadi. "Masa iya gue nangis. Lucu."

Ia mengenakan lagi pakaiannya. Ingatannya akan kakak dan ibunya membuat rasa sakit dihatinya tertanam lagi. Itulah yang menyebabkan pobianya pada wanita.

Asrama Cogan ● Chen LinongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang