~nathan pov~
Aku menghempaskan bahuku ke sofa kemudian memejamkan mata. Tubuhku letih plus masuk angin, penjara rasanya tak cocok buat badanku meskipun cuma satu malam.
Semalam saat aku dan genk motorku mengadakan balapan liar, ada kawanan polisi sialan itu mengadakan razia dadakan, kami langsung kabur.
Tapi sialnya motorku macet disaat segenting itu, aku menstaternya berkali-kali atau mengengkolnya tapi nihil!
Hingga aku harus menerima kenyataan, kepalaku dipentung polisi dan badanku ditendang habis-habisan sebelum digelandang ke kantor polisi beserta beberapa temanku yang juga sama sialnya.
Tapi begitu paginya orang tuaku langsung membayar denda setelah berdiskusi sekian lama dengan sang polisi, dan disinilah aku sekarang. Di rumah megahku tapi hawanya kaya neraka.
"Lihat! Gini ya kelakuan anakmu, mempermalukan keluarga saja! Mama kalau gak becus jaga anak, berhenti saja bekerja!" teriak papa emosi kepada mama, tepat di depanku yang sedang bersantai. Aku menatap dingin.
"Dia juga anak papa, ingat! Anak laki-laki papa, harusnya papa yang mengajari dia bagaimana seharusnya laki-laki bersikap!" teriak mama gak kalah nyolot.
"Nyalahin papa lagi, papa itu tugasnya nyari uang dan mama yang harusnya urus rumah tangga! Pokoknya mulai besok mama gak boleh lagi ke kantor, mama harus berikan perhatian penuh pada Nathan anak semata wayang kita!"
"Gak.. Gak bisa pah! Papa egois ya, dari awal pernikahan juga kita komitment mama tetap jadi wanita karier. Kalau begini lebih baik kita cerai.."
"DIAAAM!!! Orang tua gak punya otak!" teriakku geram, menunjuk-nunjuk kepalaku sebagai isyarat gak punya otak. Aku berjalan keluar dan membanting pintu, segera kunyalakan motorku yang juga berhasil di bawa pulang tadi pagi.
Aku menghela nafas panjang, mentalku bisa rusak dengan guncangan yang sudah rutin terjadi di rumah. Harusnya aku biasa saja, tapi aku paling tidak tahan jika harus mendengarkan teriakan kedua orang tuaku. Ingin rasanya aku kabur, sehingga aku lebih sering meluangkan waktu di luar hingga tengah malam atau pagi dari pada di rumah dengan suasana mencekam.
Rumahku yang besar ini terasa begitu sepi jika mereka sedang bekerja di siang hari namun jika mereka datang terasa sangat rame, bukan karena bercengkrama layaknya keluarga normal, justru karena makian mereka.
Aku menangis sepanjang jalan, kenapa aku harus berada di dalam keluarga setan ini!! Aaarghh.. Aku membutuhkan kasih sayang, berlibur bersama, menonton bersama, diusap dan dicium.
Dan dadaku semakin nyeri ketika di pinggir jalan aku melihat ada anak TK yang dicium kedua orang tuanya penuh kasih sayang dan diusap kepalanya sebelum masuk ke dalam sekolahnya.
Entah berapa lama aku tak merasakan moment indah itu, hingga hatiku mati rasa sekarang.
Aku yang tak tau menuju kemana, setelah beberapa jam berkeliling kota akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Aku duduk di pinggir jalan dan menghela nafas panjang-panjang.
"Kata orang, menghela nafas itu mengurangi hidupmu satu tahun.." ucap suara dingin yang membuatku mengangkat wajah.
Aku melihat seorang tukang bakso yang mendorong gerobaknya sedang berjalan di depanku acuh, namun akhirnya dia menghentikan gerobaknya kemudian merapikan kursi-kursi di sekitar dan juga mempersiapkan jualannya, rupanya ini lapaknya sehari-hari, aku baru kali ini mampir di sini.
"Sotoy lu.. Zaman sekarang masih pake mitos pula.." ucapku ketus dengan tatapan menusuk.
Dia mendelik, "Itu bukan mitos, itu kenyataan. Kehidupan yang dimaksud adalah makna hidup yang sesungguhnya. Ketika kita menghela nafas penuh dengan beban maka disaat itulah kita kehilangan makna dan kenikmatan hidup, hanya mengeluh dan menganggap diri paling malang di dunia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bakso Nano-Nano
Teen FictionNathan adalah cowok tampan yang berasal dari keluarga kaya yang bertemu dengan Pedagang bakso nano nano yang bijaksana tampan dan sederhana dan bertemu dengan murid baru bernama dendy yang imut manis dan tampan bagaimana ya kelanjutannya ? look 😁