1

16 3 0
                                    

Ada yang mengatakan bahwa setengah kebenaran itu terkadang lebih menakutkan daripada sebuah kebohongan.

Dan aku rasa itu benar.

Setengah kebenaran itulah yang membuat kita pecah.

Setengah kebenaran itulah yang membuat kita hancur.

Ditengah bumi yang terguncang ini kita saling memisahkan diri.

Apakah ada kemungkinan gelas yang pecah utuh kembali?

*****

Sepasang mata itu perlahan - lahan terbuka. Mengerjap dengan pelan, mencoba menyesuaikan dengan cahaya.

"Ma!, Mama!!. Mbak Nur bangun Ma! cepetan Ma!" teriak seorang anak laki - laki.

"Eh iya - iya sayang ada apa? "

"Panggil Dokter Ma! Mbak Nur sudah bagun. "

"Apa?  Be.. Benarkah?  Iya - iya Mama panggilkan. "

*****

Setelah tiga tahun berlalu, semuanya kini tampak berbeda.

Semuanya berubah ketika aku terbangun dari mimpi panjang ku. Rasanya baru kemarin kami menghabiskan waktu bersama dengan tertawa bersama.

Tapi, sekarang semua itu sirna.
Teman - teman dimana kalian sekarang?

*****

"Sekarang coba kamu ceritain apa sebenarnya yang terjadi sama kamu dek! Sudah satu tahun semenjak kamu bangun dari koma, tapi kamu masih tetap seperti ini. Dokter mengatakan kamu sudah benar - benar pulih. Tapi kenapa kondisi kamu masih seperti ini?  Apa sebenarnya yang terjadi sebelum kamu kecelakaan Dek?  Coba kamu cerita sama Kakak biar Kakak bisa tahu apa masalah kamu! "

Kak Devan masih terus membujukku agar aku bicara. Selalu itu yang dia bicarakan ketika dia melihat ku sedang melamun. Bahkan Kak Devan sempat memanggil Dokter psikis untuk memastikan kondisi ku. Namun, lagi - lagi aku masih tetap dengan keterbungkaman ku.

Kejadian itu masih melekat di benak ku. Setiap detik seakan menikam ku.

"Aku baik - baik aja Kak. Kakak gak usah khawatir. "

"Hmm, selalu itu yang kamu jawab. Ya sudah sepertinya hari ini Kakak gagal lagi membujuk kamu. Tapi ingat Dek! Kakak akan selalu ada untuk mendengarkan cerita kamu."Lagi - lagi akhirnya Kak Devan menyerah.

"Mas! Ada orang di depan. " tiba - tiba seorang wanita masuk ke dalam kamar. Dia adalah Kak Dewi, Istri dari Kak Devan.

"Siapa yang datang? " tanya Kak Devan.

"Ehm seorang pria, masih muda. Dia bilang ingin bertemu Nur." jawab Kak Dewi.

"Bertemu Nur? Mengapa dia ingin bertemu dengan Nur? Dimana dia sekarang? " tanya Kak Devan.

"Di teras depan Mas."

"Ya udah, kamu disini dulu sama Nur! Biar Mas yang lihat. " Ujar Kak Devan lalu berjalan keluar.

Kak Dewi berjalan menghampiri ku. Dia langsung duduk di samping ku dan memeluk ku kemudian berkata.
"Tidak apa, kita lakukan perlahan. Kakak yakin kamu bisa. "

Entah mengapa apa yang di ucapkan oleh Kak Dewi membuatku langsung menangis. Air mataku tumpah begitu saja.

"Keluarkan semuanya agar hatimu merasa lebih ringan. Kamu tak bisa mengeluarkan semuanya sekaligus. Karena itu akan semakin menyakitimu. Lakukan semuanya secara perlahan. " Ucap Kak Dewi menenangkan sambil mengelus punggung ku.

"Kakak tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi, Kakak yakin kamu kuat. Kamu pasti bisa melewatinya. "

"Kak.. Hiks.. Aku. Hiks.. Aku.. "

"Hush hussh, tenangkan dirimu. Jangan terlalu di paksakan!"

Kak Dewi melepas pelukannya dan menghapus air mata ku.

"Sudah terlalu banyak air mata yang kamu keluarkan. Sekarang saat nya berdamai dengan masa lalu."

Aku masih sesenggukan. Kak Dewi benar sekarang saatnya aku berdamai dengan masa lalu. Karena aku tak bisa melupakan masa lalu. Semakin aku mencoba melupakannya maka semakin sakit rasanya.

"Dek. " panggil Kak Devan yang membuat ku segera menoleh ke arah nya.

"Ikut Kakak, ada yang mau ketemu. " sambung Kak Devan.

"Siapa Kak? " tanyaku.

"Ayo ikut saja dulu. " Kak Devan kembali berkata.

Kak Dewi mengelus tangan ku sambil mengangguk dan berkata. "Pergilah, temui dia. "

Akhirnya aku pun mengangguk dan beranjak dari kasur mengikuti langkah Kak Devan menuju ruang tamu.

Dalam hati aku berdoa semoga orang yang ingin menemuiku bukanlah orang yang aku takutkan.

Dan semua ketakutan ku itu semakin bertambah ketika aku tiba di ruang tamu.

Dia. Pria itu. Seseorang yang aku takutkan sekarang berada di sini.
Seketika itu pula kakiku berhenti melangkah.

Pikiran ku kosong. Aku hanya memandang lurus ke arahnya dengan pandangan kosong.

"Nur! "

*****

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menanti Cahaya Di Ujung SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang