—Far From Home – Undone
"Apa yang terjadi? Kenapa berantakan sekali?!", panik Jimin
"..."
Seulgi masih tidak mau membuka mulutnya setelah melihat Irene kabur dari apartemennya. Irene berani kabur dari apartemennya dengan luka yang terbuka seperti itu. Membuat Seulgi melongo sendiri di apartemennya, sampai Jimin menyusulnya dan ikut terkejut melihat isi apartemennya acak-acakan.
"Seulgi-ah? Gwanchana? Aku akan bereskan semuanya, kamu istirahat saja", kata Jimin yang mulai membereskan kekacauan.
Jimin yang sibuk mondar mandir di apartemen Seulgi, yang seharusnya terlihat jelas di mata Seulgi tapi ini tidak. Apa yang Seulgi rasakan sekarang kosong, melihat Irene yang merupakan cerminan Seulgi pada dirinya di masa lalu. Semua orang tahu, tapi Seulgi sudah menghapus ingatan itu dan berjanji akan menjalani hidup seperti orang normal setelah kehilangan keluarganya.
Tapi melihat Irene, Seulgi dengan percaya diri bisa membuat Irene tenang dan hidup seperti orang normal lainnya. Memangnya Seulgi tahu apa soal masa lalu Irene? Rahasia yang Seulgi simpan, tumpah dan berbalik pada orang lain. Orang itu justru datang dan ikut mengacaukan hidup Seulgi.
Tidak tahu berapa lama Seulgi melamun, tapi Jimin sudah selesai mebereskan apartemennya.
"Seul.. kamu tidak apa-apa?"
"... aku rasa"
"Siapa yang membuat kekacauan ini?"
"Orang.."
"Siapa namanya? Akan aku hajar nanti!"
"Jangan!", larang Seulgi, "Dia tidak bersalah"
"Tapi dia sudah membuat apartemenmu seperti—"
"Aku rasa, dia sama sepertiku, Jimin...", lirih Seulgi
"Apa maksudnya? Bagaimana kalian bisa saling kenal?"
Seulgi diam. Seulgi semakin menundukkan kepalanya,
"Kami tidak pernah berkenalan, kami hanya tahu nama secara terpaksa", kata Seulgi.
Jimin memeluk Seulgi, "Shh... kamu akan baik-baik saja"
"Aku takut.."
"Aku akan melindungimu, Seul.."
Bukan itu. Aku takut, Irene terluka lagi, kata Seulgi dalam hati.
;;;
Irene menatap kedua lengannya yang baru saja ia gorek. Tidak ada lagi masa depan di mata Irene, yang Irene pikirkan adalah; kematian satu-satunya jalan yang ia punya sekarang.
Ingatan Irene yang membuat Irene seperti ini masih menempel lekat di otaknya. Irene tidak membuang ingatan itu, dia tidak bisa membuang ingatan itu. dia tidak akan bisa. Tapi, dia hanya bisa lari, lari, lari, dan terus lari. Irene mengira dia lumpuh, padahal dia sama sekali tidak lumpuh. Hatinya bisa merasakan sesuatu, hanya saja sugesti yang selalu ada di otaknya membuat semuanya terjadi begitu saja.
Benar, seperti dia bertemu dengan Seulgi. Irene heran kenapa masih ada manusia seperti Seulgi. Seulgi ingin menyelamatkan hidupnya, kalau orang lain mungkin menyuruh Irene untuk segera mati. Irene ingin tertawa sekarang, kalau orang-orang ingin dia mati, lantas kenapa pula dia harus hidup.
Irene sendiri memilih untuk mati daripada menderita di dunia ini.
"Semua kalimat yang keluar dari mulutku, seakan keluar dari mulut orang lain"
Irene sekarang berdiri dipinggir gedung, tanpa ada pagar atau pengaman lainnya. Irene berdiri di gedung dimana tempat Seulgi bekerja. Pemandangan indah dari sisi Kota Seoul di malam hari bisa membuat orang-orang tenang dan kagum. Tapi, Irene tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu.
Kaki Irene sudah dekat dengan kematian. Satu langkah lagi Irene akan jatuh dari lantai 5. Detik itu, Irene tidak bisa berpikir apa-apa kecuali melangkah ke depan. Irene tidak percaya lagi tentang adanya masa depan, adanya kehidupan yang baik. Irene hanya berpikir; menyerah itu kuat, dia tidak perlu menjadi pahlawan, dia hanya butuh cinta, dia membutuhkan kehormatan.
Tapi, Irene menyerah duluan sebelum mencoba itu semua.
Akhirnya, Irene melangkahkan kakinya, lalu tubuhnya ditarik oleh gravtasi bumi.
"IRENE!!!"
Irene kaget dan membuka matanya. Dia melihat Seulgi menahan kuat-kuat tangan kanannya, Irene bisa melihat jelas keringat yang ada di wajah Seulgi, dan juga ekspresi itu. Ekspresi saat pertama kali mereka bertemu. Irene belum jatuh, tangan kanannya masih di pegang erat oleh Seulgi. Sedangkan Seulgi sendiri sedang menahan beban agar keduanya tidak jatuh kebawah.
Seulgi berdecih, "Kenapa, Irene.."
"...", Irene tidak merespon apa-apa, tapi mulutnya terbuka sedikit karena dirinya benar-benar tertegun.
"Irene, kumohon...", Seulgi masih menahan berat Irene, ".. pegangan yang kuat"
Sekarang Seulgi menggunakan kedua tangannya untuk menggenggam tangan Irene. Seulgi tidak berpegangan pada apa-apa untuk menahan dirinya agar tidak terseret ke bawah. Seulgi melihat ekspresi Irene. Kali ini, akhirnya Irene mengeluarkan ekspresi khawatir.
Tuhan, tolong aku. Aku akan hidup normal bersama temanku, Irene! Aku tidak akan bermalas-malasan lagi. Aku akan bekerja dan menabung, dan juga masuk ke Universitas terbaik! Aku juga ingin memperlihatkan toga saat aku lulus dari Universitas di depan pemakaman keluargaku! Aku akan berteman dengan banyak orang, dan aku juga akan mengejar teman-temanku! Tapi, kali ini.. izinkan aku menyelamatkan Irene!, kata Seulgi dalam hati.
Keringat Seulgi mengalir ke bawah lalu mendarat di pipi Irene. Menyadarkan Irene dari lamunannya. Irene melihat Seulgi sekuat tenaga menarik Irene ke atas. Seulgi menggertakan giginya, dan memejamkan matanya.
"I-Irene!", lirih Seulgi
Seulgi, ya?, kata Irene dalam hati.
Manusia dengan kotak jus?
Aku tidak membuang kotak jus itu. Tapi, aku meminumnya.
Kamu gak kesal kan?
Aduh..
Aku belum berterima kasih padamu, Seul.
"Kalau begitu... Seulgi, aku...", lirih Irene, ".. ingin hidup!"
Dengan begitu Seulgi menarik Irene sekuat tenaga. Kedua tangan Irene sudah berpegangan pada pinggiran, tapi.. Seulgi melupakan dirinya sendiri.
Seulgi terlalu memfokuskan tenaganya untuk menarik tubuh Irene tanpa membagi kekuatannya untuk dirinya sendiri. ketika Irene berhasil berpegangan pada pinggiran, Seulgi terbawa gravitasi bumi. Irene sempat melihat Seulgi jatuh ke bawah, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebelum Seulgi terhantam tanah. Seulgi sempat melihat Irene sedang berpegangan, Seulgi senang bisa menyelamatkan hidup Irene.
Beruang itu tersenyum sebelum menyentuh tanah.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
She Saved Me ─ Seulrene ✓
Historia Corta❝Ini aku, yeoja dengan kotak jus! :D❞ ©Seulgibaechuu, 2018.