00 4 00

504 64 0
                                    

Daniel lagi nge-dribble bola pake tangan kanannya, siap-siap mau ngoper ke Donghyun yang lagi berdiri di bawah ring, waktu tiba-tiba aja ada suara benda jatuh yang bikin Daniel berhenti, bikin Haknyeon yang emang posisinya di hadapan Daniel berhenti juga, ekspresinya langsung berubah diam sambil melotot kaget selama sepersekian detik.

"GUANLIN!!"

Teriakan Jihoon. Orang-orang yang ada disana berlari ke arah belakang Daniel. Membuat Daniel sendiri langsung berbalik. Terjadi dalam waktu hampir bersamaan.

Guanlin udah tergeletak pingsan. Hidungnya mimisan karena nyosor kerasnya semen lapangan. Entah gimana, Jihoon yang berhasil duluan sampai, langsung bersimpuh, dan memindahkan kepala Guanlin pelan ke atas pangkuannya. Tangan kosongnya sibuk bergerak mengusap darah yang terus ngalir dari hidung Guanlin, bodo amat mau jadi kotor, atau bau amis. Jihoon enggak geli, Jihoon enggak jijik. Jihoon cuma panik setengah mati.

Daniel sendiri langsung jongkok juga persis di sebelah Jihoon. "Kita bawa Guanlin ke rumah sakit aja ya Hoon.."

Jihoon noleh kearah Daniel. Matanya udah merah, penuh air, bibirnya udah bergetar, dan Jihoon merasa enggak percaya diri untuk buka suara. Jadi dia cuma ngangguk. Ngebiarin Daniel ngegendong Guanlin ala-ala penganten. Ngebiarin siapapun—orang yang ada di belakangnya, menarik Jihoon dan membimbingnya menuju pinggir lapangan, membantunya membasuh tangannya yang penuh darah.

Mata Jihoon udah terlalu keruh untuk ngeliat siapa yang bantuin dia sekarang, jadi Jihoon cuma menggumam "Terimakasih.." pelan, kemudian langsung berlari secepatnya menuju mobil Daniel.

Daniel tentu aja masih nungguin Jihoon, tersenyum tipis, berusaha menguatkan waktu Jihoon masuk mobilnya, kemudian segera memacu sedan silvernya itu, tidak terlalu peduli pada peraturan kali ini, matanya terlalu sibuk melihat bayangan Guanlin yang ia baringkan di jok belakang dari kaca.

*

"Tangan lo belum beneran bersih Hoon.."

Daniel berujar pelan, meraih kedua tangan Jihoon yang masih bergetar, menariknya lembut, kemudian membimbingnya menuju wastafel terdekat. Jihoon masih belum bersuara sejak tadi, membiarkan orang lain membantunya cuci tangan sekali lagi. Bayangan ketika badan Guanlin seolah menyerah dan terjatuh tanpa perlawanan terputar jelas di kepala Jihoon.

Percayalah, Jihoon takut pada banyak, tapi sore ini, pengalaman ini, akan menjadi hal paling menakutkan dalam daftar teratasnya.

"Hoon.." Daniel yang sudah selesai mengeringkan tangan Jihoon dengan beberapa lembar tisu, mengangkat dagu Jihoon untuk menatapnya, "Nangis aja, cuma ada gue sekarang.."

Jihoon tertawa kecil tapi segera memeluk Daniel, menyembunyikan wajahnya di dada bidang Daniel, mengeluarkan butiran-butiran air yang kemudian segera tidak terkendali, dan Daniel untuk sesaat hanya membiarkannya, membuat usapan-usapan di punggung Jihoon, berharap dapat menenangkannya, berharap dapat menenangkan dirinya sendiri juga.

"Gue—Bang—Gue—takut.."

"Sama Hoon," Daniel berbisik pelan, "Gue ya takut, ya khawatir, campur aduk. Bukan lo doang.."

"Harusnya tadi gue galakkin aja dia, gue seret pulang ke rumah, tadi dia udah keliatan sakit kan, Bang ? Kemarin pas sore-sore gue nemenin dia tidur di kelasnya itu dia berkali-kali bilang capek Bang, harusnya gue enggak nyepelein gitu aja, iyakan ? Tadi pagi juga, harusnya kita kurung aja dia di kamarnya, bukannya malah biarin dia pergi enggak jelas lagi, harusnya—"

Jihoon mulai agak histeris diantara sela tangisnya, membuat Daniel mengeratkan pelukan diantara mereka. Berulang kali berkata "Jangan nyalahin diri lo sendiri.." walaupun diam-diam jatohnya, dia juga berusaha bilang itu untuk dirinya sendiri.

Seberapa Pantas || PanWinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang