Tidak ada hal yang bisa dilakukan saat teman-temanmu bertengkar selain duduk dan memperhatikan.
Alya membuang wajahnya, begitu juga dengan Sisil sedangkan Mira hanya bisa menghembuskan napas.
Sekali lagi, mereka bertengkar karena sebuah hal yang sepele. Emang sih, bukan hal yang sepele-sepele amat, soalnya ini menyangkut masalah cara pandangmu dalam hidup.
Berteman dengan mereka selama lebih dari sepuluh tahun, membuatku sering melihat mereka bertengkar-dan kembali bersama.Sejujurnya hidup udah drama banget kok! Nggak usah nonton acara FTV, cukup perhatikan sekitar dan viola! Kau akan menemukan drama paling sederhana di hidup ini.
Kami mau ke kantin, ucap Sisil lalu meninggalkan aku dan Alya berdua di kelas.Alya lalu duduk dengan pandangan masih kesal.
"Gue nggak suka ama mereka," ucap Alya dengan menggebu-gebu
"Oh," tanggapku
"Standar mereka tinggi banget, oke gue tau style fashion kayak gitu emang ngetrend tapi tetep aja gue enggak suka,"
"Hm."
"Kayaknya pergaulan mereka berubah sejak kita enggak sekelas lagi,"
"Hm."
"Sumpah! Mereka jadi nyebelin! Pokoknya elo nggak boleh nyebelin kayak mereka!"
"Hm." tanggapku lalu mengupas kulit pisang rebus, "Mau?" tawarku
"Ish! Ve! Elo ngedengerin gua nggak!?"
"Aku mendengarkan," kataku lalu menggigit pisang rebus di tanganku.
"Elo pengkhianat banget sih?!"
"Pengkhianat?" ucapku pura-pura tidak mengerti,
"Iya! Waktu itu kalian ngerayain tahun baru bersama kan?!"
"Truss?" ucapku "Emangnya kenapa?"
Alya melipat tangannya, dengan ekspresi wajah ditekuk. Sumpah deh, aku paling malas untuk kode-kodean.
Ia lalu bertanya apa saja yang kami lakukan selama malam tahun baru itu, aku menjawabnya sesuai dengan kenyataan.
"Kalian cuma masak itu? Makanan instannya banyak banget."
"Sederhana banget sih.
Elo nggak ngabisin waktu sama keluarga lo? Lo kan jarang banget libur."Ya, seperti itulah yang ia ucapkan, aku hanya menggumam dan memakan pisang gorengku saat ia berkomentar.
"Truss?" ucapku, lalu membuang kulit pisang ke dalam tong sampah melemparnya dari jendela.
"Kamu kesal?"
"Cih! Siapa yang kesal!" ucapnya sambil membuang muka,
"Oh, tapi dari tingkah dan ucapanmu, kamu terlihat kesal, emang apa yang kamu kesalkan?" ucapku.
"Ve, elo ngedukung mereka ya?!" ucapnya sambil berdiri.
Ah... lagi-lagi seperti ini, mereka bertengkar hanya karena gengsi. Tapi aku muak juga lama-lama kayak begini. Pertemanan antar cewek emang merepotkan-itulah kenyataannya, karena gengsi cewek lebih besar dari cowok.
"Aku tidak mendukung salah satu dari kalian," ujarku kalem-seperti biasa,
"Waktu itu kamu bilang kalau kamu mau merayakan tahun baru bareng keluarga, lagian waktu itu kamu menolaknya."
"Ya emang! Waktu itu aku ngerayain tahun baru bareng keluarga!"
"Lalu apa masalahnya?" tanyaku,
"Karena kamu enggak bisa ikut, maka seharusnya kami bertiga enggak ngerayain tahun baru bareng gitu? Kamu tau sendiri kan kalau kita udah merencanakan ini satu bulan sebelumnya,"Kalau kamu batal ikut bareng kami waktu itu ya enggak apa-apa, lagian itu pilihanmu sendiri, dan kami tetap akan merayakan tahun baru sesuai rencana-itu juga pilihan kami sendiri. Bukan berarti sewaktu kamu tidak ada, kami langsung membatalkan acara itu."
Dia terlihat lebih emosi dibandingkan sebelumnya, "Ve, kamu menyebalkan!"
Yep, aku memang sudah biasa dianggap menyebalkan-atau apapun istilahnya itu, jadi aku b-aja dengan tanggapannya.
"Seharusnya elo lebih ngerti gue! Kita kan deket dari kecil!"
"Aku pihak netral diantara pertengkaran kalian," ucapku memandangnya kalem,
Anya berdiri dari kursinya, "Ve! Ternyata kamu sudah berubah!"
"Aku memang berubah, dunia selalu berubah, dan manusia harus belajar adaptif untuk itu, kalo diem aja terus nggak akan maju-maju. "
"Fix! Elo berubah! Sejak kita enggak sekelas lagi! Elo bukan temen gue lagi!"
"Anya, sahabat-teman bukan berarti selalu satu persepsi, satu pandangan atapun seragam dalam segala hal." ucapku
"Kamu enggak bisa memaksakan semuanya harus satu persepsi denganmu dalam segala hal, perbedaan pendapat tiap orang itu berbeda, jangan jadikan egomu sebagai pembatas segala hal."
Anya langsung duduk kembali, "Hah gue enggak ngerti, apa gue yang salah ya?"
Aku nggak tau, tapi yang jelas kalian berdua yang salah karena membiarkan sebuah hal sepele membuat kalian bertengkar nggak jelas kayak gini. Tapi tenang aja, aku bakal selalu ada buat kalian."
Kami lalu saling diam, tidak ada yang berbicara satu sama lain. Aku lalu memutuskan untuk keluar dan tepat disaat aku keluar Sisil dan Mira masuk ke dalam kelas. Semoga aja mereka bisa menyelesaikan ego mereka.
***
Keesokan harinya aku menemukan mereka bertiga baikan. Sepertinya Anya tidak lagi terlalu memperbesarkan masalah seperti sebelumnya.
Yep setidaknya, meskipun kami mengalami seribu pertengkaran setidaknya ada sejuta hal yang akan tetap membuat kami berbaikan.
Yeah semoga saja begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cermin 1964
Short StoryKumpulan FlashFiction yang segar dan ringan. --- "Happy Birhtday happy birthday.... Happy Dieday to you...." --- "Aku akan menghajarmu Zoe!" --- "Aku bangkit sayang...." --- ".... oleh ulang kera tak berambut." ---