Pagi ini rencananya aku dan para sahabatku akan menyebarkan undangan pernikahanku.
Entahlah aku sedikit gerogi hari ini, padahal baru menyebar undangannya, bagaimana kalau pas pernikahan nanti? Semoga bisa sedikit terobati.
Kali ini aku tidak meminta Fikri untuk menemani. Dan aku tidak ingin bertemu dengannya. Karena bisa jadi aku akan lebih gerogi dari sekarang. Tapi tidak mungkin aku bilang bahwa aku tidak ingin bertemu dengannya hari ini, maka dari itu aku menyuruhnya untuk menyebarkan undangan untuk teman-teman dan para kerabatnya bersama Bang Hassan tentunya.
Kami memutari rumah-rumah untuk menyebarkan undangan yang bertuliskan namaku dan Fikri.
Aku mendatangi rumah kawan-kawan lamaku. Ada yang terkejut, dan ada juga yang ikut senang.
Saat ini aku menemui Fitri, seorang gadis cantik yang dulu pernah menaruh hati pada calon suamiku.
"MasyaAllah, Barakallah ya Un, semoga acara walimahannya lancar, dan kalian langgeng sampai Jannah-Nya kelak." Kata gadis itu.
Fikri pasti menyesal untuk saat ini, dulu ia menolak gadis itu dikarenakan pakaiannya yang menurutnya tidak sopan dan juga kelakuannya yang tidak mencerminkan perempuan baik-baik. Tapi sekarang? Fitri yang dulu berpakaian minim, menjadi syar'i, auratnya tertutup sempurna, dan kata-katanya yang lemah lembut.
"Syukron ya Fit, oiya, maaf ya sebelumnya, kok kamu bisa berubah 180° dari kamu yang dulu?" Tanyaku penasaran.
"Iya Un, gara-gara Fikri." Jawabnya, aku sedikit terkejut. "Iya, jadi dulu setelah Fikri menolakku untuk kesekian kalinya, aku mikir: ya mana mungkin orang sebaik Fikri dapetin cewek senakal aku yang dulu? Kan nggak mungkin, jadi aku memutuskan buat Hijrah, aku sadar kalo perempuan baik untuk laki-laki yang baik, begitu juga sebaliknya. Tapi aku juga sadar kalo hijrah buat jodoh itu salah, yang benerkan hijrah karena-Nya." Jelasnya.
"Jadi?"
"Jadi.... sekarang aku udah bisa move on dari Fikri. Dan Alhamdulillah aku sedang menjalankan ta'aruf, dan ada rencana untuk menikah setelah puasa." Sontak aku terkejut dan juga ikut senang.
"MasyaAllah, selamat ya Fit." Seruku sambil memeluknya. "Yaudah, aku langsungan aja, masih ada satu undangan yang belum kuantar. Syukron ya Fit, Assalamu'alaikum."
"Iya Un, Wa'alaikumsalam."
Selanjutnya kami melanjutkan kegiatan kami. Undangan yang terakhir adalah undangan untuk seseorang yang telah membuat jurang terdalam di hatiku. Siapa lagi kalau bukan Alif? Sebenarnya aku sangat malas untuk bertemu dengan makhluk itu, tapi amanah tetap amanah dan harus tetap dijalankan.
"Un, kamu yakin?" Tanya Novi saat dalam perjalanan.
"Ya gimana lagi."
"Tapi perasaanku kok nggak enak ya? Mending kamu ngabarin Bang Hassan deh." Ujar Novi.
Aku pun patuh dan kemudian menelfon Bang Hassan. Kami janjian bertemu di suatu tempat yang tak jauh dari rumah Alif.
"Eh, Una, Novi, aku sama Ica pamit dulu ya, aku ada urusan dadakan, tiba-tiba Umi telfon. Maaf ya nggak bisa bantuin lebih banyak. Assalamu'alaikum." Ujar Illa yang terlihat terburu-buru. Belum sempat kami jawab salamnya, gadis itu sudah mengegas motor maticnya.
"Wa'alaikumsalam." Jawabku dan Novi heran. Mempertanyakan kenapa gadis itu sangat terburu-buru.
"Kenapa sih mereka?" Tanya Novi padaku yang tentunya juga tak mengetahui apa yang akan mereka lakukan.
"Ya mana kutau." Jawabku sambil mengangkat bahuku.
"Assalamu'alaikum." Suara berat Fikri mengagetkanku dan Novi.
"Wa.. wa'alaikumsalam." Aduh, kenapa aku gelagapan gini? Mungkin karena gerogi ketemu calon suami kali ya? Hwhw..
"Udah nggak usah gerogi kali Un, bentar lagi juga halal. Wkwkw.." goda Bang Hassan yang sepertinya tau apa yang sedang dirasakan adiknya ini.
Aku pun menundukkan kepala, tak bisa mengelak perkataan Bang Hassan yang sangat sangat benar sekali. Dan sepertinya pipiku mulai memerah, aku tak bisa menahan senyumku yang terus menampakkan wujudnya.
"Loh loh kok dua-duanya pipinya merah gini?" Goda Novi.
Astaghfirullah, gadis itu ikut-ikutan yang nggak bener aja.
"Udah ah ayo, keburu panas nih, ntar item." Kataku yang kemudian menancap gas.
"Sejak kapan kamu takut panas Un?" Tanya Novi.
"Sejak tadi." Kataku spontan. "Udah ah Nov nggak usah dibahas."
"Wkwkwk iya Un iyaaa..."
Aku mengerem mendadak saat rumah Alif sudah di depan mata. Astaghfirullah, entah kenapa hati ini belum bisa memaafakannya sedikit pun, melihat rumahnya saja sudah membuatku teringat masa lalu.
"Astaghfirullah Un, kenapa sih?" Tanya Novi yang tentu saja kaget.
Bang Hassan ikut berhenti. "Astaghfirullah Una, kamu kenapa? Kok ngerem mendadak? Untung di pinggir jalan." Tanya Bang Hassan.
"Eee... Bang, kalo yang ke rumah Alif Bang Hassan sama Fikri aja gimana?" Tanyaku.
"Ya nggak bisa lah, kan yang mau nikah kamu sama Fikri, kalo Bang Hassan sama Fikri yang nikah ya nggak papa kamu nggak ikut." Jawab Bang Hassan.
"Dih." Ucap Fikri yang seketika menjaga jaraknya. Mungkin ia mulai ilfeel saat Bang Hassan berkata demikian.
"Nggak bisa diwakili?"
"Ya bisa sih Un, tapi kan kamu udah sampe sini. Dan kamu juga harus bisa belajar memaafkan, Allah aja Maha Pemaaf, masa kamu enggak?"
"Tapi Bang, Aku kan manusia, buka Allah yang Maha Pemaaf. Una nggak sesempurna Allah. Apa salah kalau aku masih sakit hati? Apa salah Una nggak mau melihat orang yang menyakiti hati Una?" Kataku yang tak bisa menahan air mataku. Novi yang sedang berdiri di sampingku mulai menenangkanku.
"Coba kalo udah halal, udah aku peluk Un." Lirih Fikri yang terdengar samar-samar tapi aku tak peduli.
"Apa Fik?" Tanya Bang Hassan yang tentunya dengar perkataan pria yang ia boncengi.
"Nggak papa Bang, hehe.."
"Un, kali ini aja, ini yang terakhir." Pinta Bang Hassan.
"Yaudah iya..." Aku menghapus air mataku. Sampai kapan aku seperti ini kalau aku masih sakit hati, tandanya aku belum bisa move on.
Semoga aku bisa memaafkan pria itu, walaupun belum sepenuhnya memaafkan, setidaknya bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang ia perbuat. Aku juga masih punya Fikri, yanh diberikan Allah kepadaku, yang ditakdirkan menjadi imam masa depanku, dan dia akan menjadi Abi dari anak-anakku.
Di depan pintu besar rumah Alif, aku menghela nafas. "Assalamu'alaikum." Salamku sambil mengetuk pintu rumah keluarga Alif.
Tak berapa lama kemudian seorang wanita yang tak begitu aku kenal datang membukakan pintu. "Wa'alaikumsalam. Maaf, cari siapa ya?" Tanya wanita itu, sepertinya beliau adalah pembantu baru di rumah Alif.
"Maaf bu, Alif nya ada?" Tanyaku.
"Waduh, den Alif nya baru keluar, ada keperluan apa ya? Barangkali bisa saya sampaikan?"
"Oh, nggak, ini saya cuma mau nganterin undangan walimahan." Kataku sambil menyodorkan undangan. Setelahnya berpamitan.
Syukurlah, Alif tidak ada di rumah. "Assalamu'alaikum." Suara berat seorang lelaki mengalihkan pandangan kami berlima.
••••••••••••••••••••
Assalamu'alaikum!!!
Sebelumnya selamat menjalankan ibadah puasa yaaaaa :3
Maaf kalau selama proses pembuatan PH author ada salah ya 😄
Dan terimakasih udah mau nunggu PH yang update nya lama banget karena ngejar target 😅
Ok, semangat ya puasanya :3
がんばっえ!!!
Wassalamu'alaikum ❤
Next? 250 vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Halal
ДуховныеTEMUKAN DI DAFTAR CERITA ISTIMEWA PILIHAN WATTPAD :3 "Makasih udah jaga diri kamu sendiri buat aku. Dan makasih sudah bersedia menjadi bidadari yang insyaAllah mendampingiku di JannahNya." Aku membuka mataku. "Nggak usah berterimakasih, karena itu...