Keesokan harinya, dan beberapa hari setelahnya, Sigit rajin meneleponku. Dia mengajakku ketemuan untuk sekadar makan atau hang out berdua.
.
Sebenarnya tak masalah, beberapa bulan yang lalu kami berdua sering makan bareng atau jalan bareng. Tapi tingkah narsis dan bualannya di depan anak base camp membuatku lumayan antipati padanya.
.
Bagiku, itu norak.
.
Aku masih menjalani pekerjaanku menjaga butik. Seminggu sekali aku pulang ke rumah Teteh sekalian makan mie di kedai Emak.
.
Kata Emak, sejak diangkat kartap, Rio semakin sibuk lembur. Ada dua karyawan yang membantu Emak menjalankan kedai. Bapaknya Rio juga hanya bisa membantu sekadarnya karena memiliki usaha di kantin sekolah.
.
Keluarga Rio adalah tipe pekerja keras. Dan aku menyukainya.
.
Ketika aku turun dari angkot sepulang dari belanja bulanan di supermarket, ponselku berbunyi.
.
Sambil menyusuri gang sempit menuju kosan, aku mengangkatnya. Ardi yang menelepon.
.
"Iya, Di. Tumben lo nelepon," sapaku.
.
"May, lo besok bisa ambil libur gak?"
.
"Kenapa emang? Band kalian ikutan parade? Atau Si Dewa putus cinta lagi trus pengen dapet nasehat cinta dari Maya?"
.
"Ah elah, serius nih, besok gue mau ke Depnaker. Mo sekalian nyari lowongan di pabrik. Lo mo ikut gak? Katanya bosen jaga butik mulu!"
.
Aku terdiam sesaat, mempertimbangkan beberapa hal.
.
"Ke Depnaker sama siapa aja?" tanyaku.
.
"Sama gue aja. Pake motor bokap."
.
Berdua? Pergi berdua sama Ardi?
.
Tapi kan tujuannya jelas. Ini bukan ngedate, kan?!
.
"Oke deh, gue telepon boss dulu ya."
.
"Iya, kabarin gue ya, besok gue jemput lo ke kosan kalo emang deal lo mo ikut gue."
.
"Iyaa."
.
~~
.
Tak bisa kupungkiri, berkat Sigit, aku bisa masuk ke lingkungan anak base camp yang hampir semuanya cowok. Aku bilang hampir semua karena beberapa cewek juga suka ikut nongkrong, atau para pacar anggota tetap base camp. Pacar yang silih berganti.
.
Mereka pemuda penuh kreatifitas. Setauku, mereka gak pernah aneh aneh (misalnya mabok atau pake narkoba), meskipun aku gak bisa sepenuhnya menjamin itu karena aku gak terlalu sering gabung. Aku baru berani gabung kalo diajak Rio. Entahlah, kalo ada Rio, aku yakin bahwa aku akan baik-baik saja.
.
Perlahan, dalam hati, aku mengakui. Aku merindukan Rio.
.
Beberapa minggu ini bahkan kami tak saling chat di sms. Mungkin dia sibuk, atau enggan, entahlah.
.
~~
.
Keesokan harinya, aku dijemput Ardi. Kami menembus kemacetan kota Bekasi. Sampai di Depnaker ketika matahari belum terlalu meninggi. Bergabung dengan banyak sekali orang yang sama sepertiku dan Ardi. Mencari pekerjaan.
.
Aku mencatat beberapa lowongan pekerjaan. Bahkan Ardi yang memang membawa CV langsung melakukan sebuah interview.
.
Aku memang berniat mencari pekerjaan lain. Ingin mencari pengalaman. Mumpung masih muda.
.
Ketika waktu istirahat, kami menikmati seporsi batagor dan sebotol minuman dingin di salah satu kedai makanan yang berderet-deret.
.
Ardi asyik diajak ngobrol. Dia sangat kocak.
.
Selepas Ashar aku telah sampai lagi di kosan.
.
Tak lama ponselku berdering. RIO!
.
"Hallo, Iya Yoo..."
.
"Kamu apa kabar, May?"
.
"Baiiik. Kamu gimana? Sehat?"
.
Aku mati-matian menahan hasrat untuk bertanya histeris: kemana aja looooo?!!!
.
"Alhamdulilah sehat May."
.
Hening. Gak seperti biasanya. Kami selama ini terbiasa menemukan topik pembicaraan dengan sangat mudah, tapi kali ini kami seperti mengalami fase canggung yang rada aneh.
.
"May..."
.
"Ya?"
.
"Kamu jalan sama Ardi?"
.
Deggg!
.
Aku terdiam sesaat. Bagaimana dia bisa tahu???
.
"Iya, ke Depnaker."
.
"Berdua doang sama Ardi?"
.
"Iya."
.
Kami terdiam lagi.
.
"Ardi yang ngajakin?"
.
"Iya Yo, dia juga kan lagi nyari kerja. Baru diputus kontrak, sama kayak aku, senasib kami," ucapku, berusaha santai.
.
Rio diam.
.
"Rio pengen ketemu kamu, May. Bisa gak?"
.
Aku menimbang sesaat.
.
"Aku capek baru aja pulang, Yo."
.
"Aku ke kosan kamu aja, boleh?"
.
"Boleh, kamu di mana emang sekarang?"
.
"Masih di kantor sih, bentar lagi balik kok."
.
"Ya udah."
.
"Aku ke sana ya."
.
"Iya, tar di jalan hati-hati ya," ucapku. Kenapa aku jadi sok lembut gini ya sama dia? Kayaknya lost contact kami selama beberapa minggu ini bikin aku rada sengklek deh. Gawat!
.
"Iya, duh gayamu udah kayak cewe yang khawatir ama pacarnya deh."
.
Sialan! Tuh kan diledekkin!
.
"Elah, dia geer!" ledekku.
.
Rio tertawa di sana.
.
"Gak udah sediain minuman, Rio bawa!" ucap Rio ketika dia sampai di kosanku yang sempit. Tadinya aku mau ke warung depan untuk membeli teh botol dingin dan snack.
.
Rio membawa seplastik makanan dan minuman, kami mengganyangnya berdua. Syukurlah fase canggung yang gak wajar itu perlahan mencair.
.
"May."
.
"Hmmm." Mulutku penuh dengan roti.
.
"Kamu nyadar gak, Rio ngehindarin kamu?"
.
Aku terpegun.
.
"Iya sih, dikit. Aku rada heran aja. Sempet mikir, aku salah apa?" ucapku sambil meneguk teh dingin.
.
Rio tersenyum. Tapi senyum itu lebih mirip senyuman getir. Senyuman yang dipaksakan.
.
"Kamu baik-baik aja kan, Yo?"
.
Rio angkat bahu.
.
"Jalan yuk. Kamu masih capek ya?" ucapnya.
.
"Iya, aku baru aja pulang. Gila tadi panas banget di jalan!"
.
Rio memutar matanya, ada sedikit raut jengkel di wajahnya. Jengkel? Ah... imajinasiku doang kayaknya.
.
"Deu... yang abis ngedate sama Ardi."
.
Aku memeletkan lidahku.
.
"Ngedate apaan, Bang!"
.
Rio ngakak.
.
"Lain kali, kalo mo jalan sama salah satu anak base camp, ada baiknya kamu nanya dulu sama Rio, May."
.
Aku menyipitkan mataku heran. Sejak kapan dia posesif aneh gini?!
.
"Eh... jangan neting dulu! Kan kamu blom lama gabung sama mereka. Gak semua cowok di sana cowok baik-baik. Mereka semua temen kita. Temen Rio, temen kamu. Tapi kalo untuk jalan berdua. Ada baiknya kamu nanya dulu sama Rio. Karena Rio kenal baik karakter mereka."
.
Aku terdiam. Ada benarnya juga. Aku hanya baru beberapa bulan kenal sama mereka.
.
"Untung Ardi. Kalo Indra? Atau... Arfan?"
.
Aku kembali terdiam.
.
"Bukannya Rio mau ngomongin temen di belakang. Tapi justru Rio tau gimana track rekor mereka dalam hal relationship."
.
"Okay, aku ngerti. Laen kali aku tanya dulu deh."
,
Rio mengangguk.
.
"Kamu tentu saja berhak buat jalan sama siapa aja, Rio gak ada hak buat larang atau gimana. Tapi... tapi bisa dibilang, Rio-lah yang membuat kamu beneran masuk ke lingkungan base camp. Kalo ada apa-apa sama kamu kan Rio setidaknya bakalan ngerasa bersalah."
.
"Iya, Aku ngerti. Beneran, aku gak kepikiran ke sana, makasih ya udah ngingetin, Yo."
.
Rio mengangguk. Aku memperhatikan wajahnya kini. Dia terlihat kelelahan.
.
"Kamu kayaknya capek ya, Yo?"
Dia tertawa.
.
"Iya, biasalah May, kuli."
.
~~
Beberapa menit kemudian, Rio pamit pulang.
.
Padahal saat itu hujan mulai turun. Deras.
.
Tapi dia tetap nekat menerobosnya hanya dengan berlapis jas hujan.
.
Aku tahu, ada yang tidak beres dengan Rio. Selama beberapa bulan ini aku cukup mengenalnya, dan pertemuan kami barusan cukup menjelaskan, bahwa dia bukan dalam kondisi baik.
.
Aku menatap hujan lewat jendela, dan perlahan merapalkan do'a dalam hati, agar Rio selamat di perjalanan.
.
Dering ponsel mengagetkanku, aku merogoh saku blouse, Rio menelepon. Mustahil dia sudah sampai rumah. Dia baru sepuluh menit meninggalkan kosanku.
.
"Iya, Yo... kamu di mana? Kok nelepon?"
.
Deru hujan terdengar di seberang sana. Lengkap dengan klakson kendaraan bersahutan. Dia sedang di jalanan.
.
"Aku..."
.
"Yo, kamu kenapa?"
.
"Aku boleh balik lagi ke kosan kamu, gak?" tanyanya, suaranya parau.
.
"Kenapa?"
.
"Boleh, gak?"
.
Aku terdiam sejenak.
.
"Boleh."
.
Lalu sambungan telepon diputus.
.
Hanya berselang lima menit, motor Rio telah berada di depan teras kosan.
.
"Kok cepet banget?" seruku. Hujan begitu deras hingga aku harus setengah memekik agar Rio bisa mendengar suaraku.
.
Dia tersenyum, lalu membuka jas hujannya.
.
Aku menggelar karpet tebal di tengah ruangan, dan Rio duduk di sana.
.
"Kamu sakit?"
.
Dia menggeleng.
.
Hujan menampar nampar jendela di luar sana. Dan angin terdengar menderu.
.
"May, Rio tadinya pengen menunda ini, tapi ternyata Rio gak berhasil buat beranjak."
.
Aku beneran gak ngerti. Rio seperti orang linglung.
.
"Setelah acara syukuran pengangkatan Rio tempo hari, tepatnya setelah Rio mengantarmu pulang, Rere menelepon, dan mutusin Rio."
.
Aku tertegun.
.
"Dia, akan menikah."
.
Aku mengernyit, jadi ini yang menjadikan Rio linglung.
.
Dia menggeleng.
.
"Jangan berfikir bahwa Rio sakit hati atas keputusan Rere. Plis, bukan itu alasan Rio jadi kayak orang gila akhir-akhir ini. Karena sebenernya, putusnya hubungan kami hanya tinggal nunggu moment aja. Hubungan kami rapuh, May. Kami berbeda keyakinan. Itu gak mungkin dijalanin. Bagi beberapa orang mungkin bisa, tapi enggak buat kita berdua. Justru Rio merasa lega karena bukan Rio yang menjadi brengsek. Bukan Rio yang memutuskan hubungan. Karena Rio paling anti mutusin seseorang."
.
Hening. Tetesan anak langit terdengar berirama menimpahi isi dunia.
.
"Kenapa kamu nyeritain ini sama aku?" tanyaku hati-hati.
.
Rio tersenyum kecil.
.
"Karena Rio bisa saja hancur di moment itu, kalo Rio belom kenal kamu."
.
Aku terbelalak. Kok??
.
"Sejak kenal kamu, perasaan Rio buat Rere, semakin hambar dari hari ke hari."
.
"Sejak itu, Rio memutuskan untuk membuat jarak denganmu. Rio ingin menelaah perasaan. Apakah memang perasaan Rio ke kamu hanya sesaat? Hanya pengisi kekosongan? Rio gak bisa maafin diri sendiri kalo nanti suatu saat malah nyakitin kamu karena terlalu terburu-buru mendefinisikan rasa ini buat kamu."
.
Aku menggenggam ujung sweater biru yang kupakai erat-erat.
.
"Dan?" tanyaku.
.
"Dan ternyata, Rio kangen banget sama kamu. Rio marah dan cemburu pas tau dari anak base camp kamu dan Ardi jalan berdua."
.
Aku mengalihkan pandanganku dari tatapannya yang sangat lekat.
.
"Rio sayang sama kamu."
.
Aku memberanikan diri menatapnya kini.
.
"Dan kini Rio yakin, bahwa ini bukan pelarian," ucapnya.
.
Mau tidak mau, aku seperti diseret dalam aroma deja vu.
.
Ada satu sesi percakapan via sms yang memang melekat di benakku.
.
[May.]
.
[Ya.]
.
[Main berandai-andai yuk!]
.
[Ayok!]
.
[Kalo Rio gak punya pacar, mau gak jadi pacar Rio?]
.
[Kagak!]
.
Sepuluh menit kemudian.
.
[Kenapa?]
.
[Karena kenyataannya, Kamu punya pacar!]
.
Sepuluh menit kemudian.
.
[Kan ini hanya berandai-andai, Neng!]
.
[Tapi aku paling benci sama cowok kayak gitu, atau juga... aku paling benci sama cowok yang jadiin cewek pelarian doang, Itu jahat.]
.
Lalu chat itu tak terbalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dazzling Rio
Kurgu Olmayan"Rio sayang sama kamu." . "Dan sekarang Rio yakin, bahwa ini bukan sebuah pelarian." . Cerita nonfiksi yang digali dari memori masa lalu bersama suami author sendiri. Semoga ada pembelajaran dari kisah ini. Semoga kelak kisah ini bisa dibaca oleh an...