"Kamu di mana sekarang, Hon?"
.
"Di butiklaah. Emang napa?"
.
"Ada sms dari Sigit, gak?"
.
Aku mengerutkan kening. Ini pacarku ngapain coba? Mana lagi sibuk banyak pembeli cuma buat nanyain itu.
.
"Gak tau, aku blom cek sms. Aku lagi banyak yang beli, Hon."
.
"Ya udah, Rio kan shift 2, gak bisa nyamperin kamu. Jadi kamu take care ya, Hon. Tutup butiknya jan kemaleman."
.
"Iya!"
.
Aku menutup saluran telepon dengan kesal. Care nya ngalahin Si Teteh!
.
Selepas Ashar aku baru bisa ngaso.
.
Lalu iseng nge-cek pesan masuk.
.
[May, bisa ketemu gak?]
.
Aku mengerutkan kening, ngapain Sigit masih ngajak ketemu?
.
Aku memutuskan menelepon Rio. Aku gak mau dia salah paham.
.
"Iya, Hon," sapanya ketika telepon tersambung.
.
"Sigit ternyata sms aku," ucapku.
.
"Udah Rio duga, semalem dia ngobrol sama Dewa pas kita mo latian. Katanya dia mau ajak kamu ketemuan. Rio sebenernya udah muak sih, tapi takut ribut aja."
.
"Jangan Hon. Biarin aja."
.
"Tapi kamu malah jadi direndahin, padahal dia udah mutar balik fakta. Stupid banget sih dia."
.
"Ya kenapa kamu gak jelasin ke anak-anak lain, kalo kita udah..."
.
"Udah apa?" nada suara Rio menggoda kini.
.
"Ya udah... udah..."
.
"Udah official pacaran? Gituh?" tanyanya.
.
"Iya," ucapku, mencoba sedatar mungkin.
.
"Aku takut kamu masih ragu, Hon. Kamu kan tipenya rada angin-anginan. Siapa tau malem itu nrima cinta Rio hanya karena kesambet setan Jababeka."
.
Aku ngakak.
.
"Kalo deket, aku pasti toyor kamu!" ucapku gemas.
.
"Kalo deket, udah pasti aku sentil kamu," ucapnya.
.
Aku mencibir, lalu aku baru sadar bahwa Rio gak bisa lihat aku mencibir.
.
"Pasti lagi mencibir kamu ya," ucapnya.
.
Haisss...
.
"Hon, mending kamu jelasin kalo kita udah... udah official. Jadi biar diem dia."
.
"Siap, Mam!"
[Sorry Sigit, aku lagi sibuk. Lain kali aja ya.]
.
Aku mengetik balasan, dan menarik napas panjang.
.
~~
.
Jam tujuh malam aku sudah ada di kosan dan menonton televisi sambil menyantap mie rebus yang kupesan di warung dekat gerbang.
.
Ponselku berdering, sedikit menyebalkan karena aku sedang kepedasan.
.
Aku menekan tombol hijau setelah minum dengan terburu-buru, sialnya aku tersedak.
.
"Hon, kamu kenapa?"
.
"Aku keselek," ucapku, rasanya perih sekali di tenggorokan.
.
"Ya ampun, pelan-pelan dong makannya. Kamu di kosan, kan?"
.
"Iyaa, emang dikiranya aku di mana?"
.
"Aku mo pastiin kamu gak nemuin Sigit."
.
Aku memutar mata.
.
"Soalnya dia koar-koar mo ngajakin kamu ketemuan."
.
Aku diam, pelan-pelan menyantap sisa mie rebus di mangkok yang mulai dingin.
.
"Rio takut kamu berubah pikiran, Hon."
.
Mau gak mau aku ngakak.
.
"Ngetawain lagi!" rutuknya.
.
"Kamu sinih napa, Hon, aku mau toyor," ucapku gemas.
.
"Rio lagi kerja, Sayang."
.
"Kamu gemesin kalo lagi jealous," ucapku.
.
"Besok Rio ke sono ya, sepulang shift 1."
.
"Iyaaa...."
.
~~
.
Waktu terus berjalan. Tak terasa hubungan kami telah berjalan 5 bulan. Anak-anak di base camp akhirnya tahu hubungan kami. Dan akhirnya semua berjalan terkendali.
.
Hampir setiap pulang kerja Rio menemuiku di butik, kecuali ketika dia shift 2. Dia sangat intens mengawasi kegiatanku. Udah kayak sipir penjara.
.
Kebalikannya, Teteh melonggarkan semua unsur dalam hidupku. Dia seakan yakin bahwa aku akan diawasi dengan baik oleh Rio.
.
Apalagi Rio memang masuk ke semua sisi hidupku. Dia aktif membantu keberlangsungan usaha butik Teteh yang makin maju pesat.
.
Pertengkaran-pertengkaran kecil sudah sering terjadi, namun kami masih bisa melewatinya dengan baik.
.
Rio adalah tipe laki-laki yang sangat menjaga kontak fisik. Dia jarang mau menggenggam tanganku kecuali ketika kami menyeberang, dia mengecup keningku hanya ketika dia pamit pulang dari kosan.
.
Selebih itu, kami hanya berbincang dan kulineran setiap ada kesempatan. Mendengarkan musik, memainkan gitar, bermain ular tangga, mengisi tts, menonton motogp di televisi. Kegiatan standar yang bisa dilakukan oleh kakak adik atau sepasang sahabat.
.
Kadang aku menggelendot meminta perhatiannya, dan dia membalasnya hanya dengan mengelus pipiku.
.
Bagiku, dia adalah species langka. Karena apa? Karena kesempatan untuk bermesraan sangat terbuka lebar.
.
Aku kost sendirian, lingkungan kos sangat bebas. Tapi dia lebih memilih membuka pintu kost lebar-lebar dan menyapa tetangga kosan, berakrab-akrab dengan mereka.
.
Katakanlah aku cewek badung yang merasa tertantang untuk menaklukan cowok dingin macam Rio. Entahlah. Bagiku... semua kesan pertama yang aku dapat dari Rio langsung menguap laksana asap.
.
Dia jauh dari sifat player.
.
Dia sangat tulus menyayangiku, menjagaku, dan memastikan aku selalu nyaman.
.
Benar kata orang, jangan terlalu percaya pada kesan pertama. Jangan pula terlalu meyakini casing seseorang.
.
"Hon...."
.
"Hmm..." Rio masih asyik dengan gamenya.
.
Aku menarik ujung kausnya, meminta perhatian.
.
"Iya, kenapa?" tanyanya, dia meletakkan ponselnya, lalu perhatiannya tertuju padaku.
.
"Kita pacaran udah berapa bulan?"
.
"Lima bulan."
.
"Kok kamu gak pernah kiss aku?"
.
Rio tersenyum, kemudian mengecup keningku.
.
"Nah, udah," ucapnya lembut.
.
Aku cemberut.
.
Rio tersenyum kecil.
.
"Buru-buru amat pengen kiss, tar abis nikah kan bisa," ucapnya. Kembali bermain game.
.
See? Ajaib kan dia.
.
~~
Sore itu aku sedang mengepel lantai butik ketika ponselku berdering. Teteh yang menelepon.
.
"De, Teteh udah di jalan mau pulang kampung."
.
"Lho, kok mendadak, Teh?"
.
"Iya, sodara dari Aa ada yang meninggal. Kamu malam ini pulang ke rumah Teteh, ya. Butik tutup aja selama 3 hari, kasih pamflet kecil di rolling door-nya biar pelanggan gak pada bingung. Kamu jaga toko Teteh yang di rumah aja. Soalnya tiga hari ke depan jadwal para tukang kridit setor. Jadi harus ada orang di toko."
.
"Iya Teh, trus kunci rumahnya di mana?"
.
"Teteh tadi udah kasihin ke Rio. Dia palingan udah di jalan menuju ke sana. Teteh juga titip gamis satu karung, pesenan kamu dua hari yang lalu."
.
"Oh, okay, hati-hati di jalan ya, Teh."
.
"Iya, kamu juga hati-hati jaga rumah dan toko. Catatan piutang udah Teteh selipin di buku gede. Jangan ketuker ya."
.
"Siap Teh."
.
Selang dua puluh menit, Rio dateng dengan memanggul karung berisi gamis.
.
"Teteh udah nelepon, Hon?" tanyanya, dia duduk mneggelosor di dekat etalase jilbab.
.
"Iya udah barusan."
Aku menyodorkan sebotol minuman dingin. Dia segera meraihnya.
.
Dari sana aku berfikir, sangat beruntung memiliki Rio yang akan menjagaku ketika Teteh benar-benar tak ada.
.
Pukul delapan malam kami tiba di depan rumah Teteh. Rumah yang disulap menjadi ruko sejak tiga bulan lalu.
.
"Kamu istirahat ya, besok Rio masuk shift pagi jadi palingan bisa ke sini sore hari."
.
Aku mengangguk. Rio mengecup keningku lalu beranjak pergi dengan motornya.
.
Aku mandi dan bersih bersih lalu masuk ke kamar di lantai dua. Itu sebenarnya kamar keponakanku.
.
Notifikasi sms berdenting.
.
[Jangan lupa kunci pintu dan rolling door toko, Hon. Nanti tengah malam Rio usahain cek ke depan rumah Teteh deh biar tenang.]
.
Aku terpegun. Kagum atas kepedulian pacarku ini.
.
[Gak usah, Hon. Kamu kan capek. Met istirahat.]
.
Pesan itu tak berbalas, dia pasti tertidur.
.
~~
.
Dua hari berlangsung normal. Rio datang ke rumah Teteh sepulang Shift satu sambil membawa makanan untuk makan malam, lalu kami makan malam berdua. Rio pulang pukul sembilan malam.
.
Di hari ketiga Rio tak bisa datang karena ada acara dengan teman-temannya. Tak masalah bagiku. Karena dia perlu bersosialisasi dengan teman-temannya juga. Aku gak mau menguasai seluruh waktu luangnya.
.
Tapi ternyata malam ini tak berjalan seperti malam sebelumnya. Dari pukul sebelas malam, kegaduhan mulai terdengar di teras toko. Sejak rumah Teteh direnovasi, memang tak ada lagi pintu gerbang. Semua lahan depan dijadikan ruangan toko hingga hanya menyisakan beberapa ubin sebagai teras.
.
Semua itu memungkinkan siapa saja untuk nongkrong di teras toko. Dan itu terjadi malam ini.
.
Rumah Teteh terletak di deretan paling depan dari perumahan. Dan baru ada sekitar lima unit yang dihuni karena ini merupakan blok yang baru dibangun. Suasana cukup sepi, di seberang rumah terbentang sawah penduduk lokal, lalu terbentang jalanan utama.
.
Semula, aku mencoba mengabaikan kegaduhan itu dan berharap satpam perumahan lekas datang mengusir mereka. Tapi hingga lewat tengah malam, suasana mulai menakutkan. Aku mendengar suara rolling door dibuka paksa.
.
Aku mengendap endap turun ke lantai bawah untuk melihat, benar saja.
.
Sepertinya beberapa pemuda sedang mabuk dan meracau tidak jelas. Bagaimana mungkin tak ada satpam yang berkeliling dan menyadari keributan sedahsyat ini?
.
Aku menggigil ketakutan.
.
Bagaimana bila mereka bisa menjebol rolling door itu?
.
Harusnya aku menggembok semua sisi rolling door seperti yang Rio minta, tapi tadi ketika menutup toko, aku menyepelekan usulan Rio. Sekarang sisi bagian bawah rolling door terangkat karena digeser paksa.
.
Aku menekan tombol satu di ponsel, panggilan cepat untuk Rio.
.
Di dering ke enam terdengar suara Rio.
.
"Hon?" sapanya. Terdengar suara musik di latar belakang. Aku ingat dia bilang padaku akan menonton parade di perumahan sebelah bersama anak-anak base camp.
.
"Hon, aku takut," bisikku.
.
"Kenapa? Ada apa?"
.
"Ada yang mau mendobrak rolling door."
.
Dua detik Rio tak bereaksi.
.
"Rio ke sana!" ucapnya. Lalu sambungan telepon diputus.
.
Sekitar dua puluh menit kemudian, aku mendengar beberapa motor berdatangan di depan toko. Aku mendengarkan dengan waswas.
.
Sempat ada sedikit cekcok. Tubuhku bergetar hebat. Aku yakin Rio mengerahkan anak-anak base camp ke sini. Semoga tak ada yang celaka.
.
Tak sampai lima menit, tak lagi kudengar ceracau bising itu lagi.
.
Aku tetap di tempatku. Berjongkok di balik etalase.
.
Ketukan di rolling door mengejutkanku.
.
"Hon...!"
.
Itu suara Rio. Aku membuka rolling door.
.
Ada empat motor.
.
Indra, Dewa, dan Ardi di motor mereka masing-masing.
.
"Makasih ya temen-temen," ucapku.
.
"Iya May, sama-sama. Mereka cuma anak-anak kampung sebelah. Pada mabok abis nyawer di hajatan. Parah!" ucap Dewa.
.
Mereka bertiga pamit.
.
Rio menatapku, dia terlihat cemas.
.
"Kamu takut, ya?" tanyanya sambil memegang tanganku. Jemariku masih terasa dingin karena ketakutan.
.
"Maaf ya aku ganggu acara kalian."
.
Rio mengibaskan tangannya.
.
"Ga apa-apa, lagian udah mau kelar kok acaranya. Kami nongkrong biasa aja, kamu gak apa-apa?"
.
Aku menggeleng.
.
Rio memeriksa rolling door yang dibuka paksa tadi.
.
"Gak ada yang rusak sih, hanya ada satu engsel yang jadi agak renggang. Tar Rio coba benerin."
.
Aku mengangguk.
.
"Bobo lagi gih," ucap Rio sambil mengelus kepalaku.
.
"Aku masih takut, liat tanganku masih gemeter," ucapku sambil memperhatikan jemariku yang tremor.
.
Rio menggamit lenganku, menyuruhku duduk di sofa ruang tengah, dia mengambil segelas air putih untukku.
.
Aku meneguknya hingga habis.
.
"Nanti Rio komplen sama satpam perumahan, Si Emak kenal kok sama tu satpam, dia suka makan mie di kedai."
.
Hening. Suara detak jarum jam terdengar dengan jelas.
.
Dari kejauhan terdengar gumaman perbincangan dari beberapa orang.
.
Rio menyipitkan matanya, dia melirik jam dinding.
.
"Kenapa, Hon?" tanyaku.
.
"Kayaknya temen-temen Rio deh itu yang bakalan lewat sini, mereka pada pulang shift dua," ucapnya tegang.
.
Aku mengangkat alis.
.
"Duh, abis nih diledekin sama mereka kalo tau Rio jam segini di rumah cewek," ucapnya.
.
Aku ngikik geli.
.
Rio bangkit, dia menuju ke rolling door depan, mengintip di balik celah.
.
"Mana motor Rio di teras lagi, mudah-mudahan mereka gak merhatiin," ucapnya lagi.
.
Aku mengikutinya di belakang. Ikut mengintip. Benar saja, celotehan itu makin jelas dan tak lama melintaslah lima pemuda yang asyik berbincang. Itu pasti teman-teman yang Rio maksud.
.
Satu orang sepertinya memandangi motor Rio, dari pandangan matanya, pemuda itu seperti menerka-nerka, lalu memandang rumah Teteh.
.
Tiba-tiba Rio berbalik.
.
Dan, wajah kami berhadapan, hanya berjarak sekian senti.
.
Kemudian, naluri kami berdua yang mengambil alih.
.
Kami berpagut.
.
Beberapa detik yang melenakan baru saja kami lalui.
.
Hingga salah satu pihak tersadar dan memutuskan untuk melepaskan. Pihak itu adalah Rio, tentu saja.
.
Dia mengumpat pelan.
.
"Rio pulang, ya," ucapnya pelan, sekilas bibirnya menyentuh keningku, lalu berbalik, menggeser rolling door dan keluar begitu saja, tanpa menengok lagi.
.
Aku terengah-engah.
.
Lalu menutup rolling door dan berlari ke kamar di lantai dua.
.
Mencoba menenangkan jantung yang berdetak tak beraturan.
.
Sekitar sepuluh menit aku terbengong-bengong seperti orang bego, dering ponsel membuatku terperanjat. Konyol sekali.
.
RIO.
.
Aku berdehem, bahkan aroma bibirnya masih kurasa di bibirku.
.
"Iya, Hon?"
.
"Motor Rio ada gak di teras kamu? kok Rio pulang malah jalan kaki."
.
Aku sekuat tenaga menahan tawa.
.
"Rio linglung, Hon," ucapnya.
.
"Aku cek dulu ya," ucapku.
.
Aku membuka rolling door, tak lama kulihat Rio sedang berjalan di kejauhan.
.
Dia tersenyum kecil.
.
"Kunci motornya di meja Hon, bisa ambilin gak? Kalo Rio yang ambil ke dalem tar malah gak pengen pulang," ucapnya
.
Lagi-lagi aku sekuat tenaga menahan senyum.
.
Aku mengambil kunci motornya, lalu menyerahkan ke tangan Rio.
"Rio pulang, ya. Kamu kunci rolling door yang bener, pake kunci gembok atas bawah," ucapnya.
Aku mengangguk.
.
Dia tersenyum lembut.
.
"Masuk, gih, biar Rio pastiin dulu kamu kunci yang bener," ucapnya lagi.
.
Aku menurut. Setelah aku mengunci rolling door, kudengar motornya semakin menjauh. Dan aku tersenyum seperti orang gila.
.
Kini sekitar dua belas tahun setelah kejadian itu. Dan aku mengecap pahit dan manisnya hidup bersama seorang Rio.
.
Bertahan di sisinya walaupun banyak sekali kesakitan yang aku alami.
Karena tak ada hidup tanpa kendala. Karena tak ada hubungan pernikahan tanpa problematika.
.
Rio bukan laki-laki sempurna, seperti juga diriku bukanlah seorang wanita yang sempurna.
.
Aku beberapa kali mengecewakannya dengan kejam.
Dia beberapa kali membuatku menangis karena kekecewaan pula.
.
Kami pernah saling menyakiti, pernah berniat saling meninggalkan.
.
Kami pernah ingin menyerah, pernah pula merasa membenci satu sama lain.
.
Tapi pada dasarnya, kami sangat saling mencintai.
.
Mungkin klise bila kami mengatakan, bahwa cintalah yang selalu membawa kami pulang.
.
Membawa kami pada titik awal dari perjalanan panjang hubungan kami. Titik awal yang dilandasi oleh sebuah cinta.
.
Sekitar sebulan setelah first kiss kami, Rio menghadap ke rumah ortuku dan meminta tanggal pertunangan.
.
Sekitar satu tahun setelah bertunangan, kami menikah.
Bulan juli tahun ini, kami genap menikah selama sebelas tahun.
Sore ini, ketika Rio beranjak ke kamar mandi setelah seharian bermain bersama anak bungsu kami, aku memintanya memelukku.
.
Dia mengecup keningku lembut.
.
Pelukan yang sama. Hangat yang sama, dan cinta yang sama.
Kami hanya dua anak manusia yang saling mencintai.
.
End~~
Mas Ary, Hon, aku ingin merayakan cinta kita setiap harinya.
.
Sampai... selamanya.
.
Sampai kita menua berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dazzling Rio
Non-Fiction"Rio sayang sama kamu." . "Dan sekarang Rio yakin, bahwa ini bukan sebuah pelarian." . Cerita nonfiksi yang digali dari memori masa lalu bersama suami author sendiri. Semoga ada pembelajaran dari kisah ini. Semoga kelak kisah ini bisa dibaca oleh an...