Hurt

154 11 2
                                    

Lupakan kejadian kemarin, ya walaupun kalau sedang didekat Darren, rasanya agak canggung. Tapi ya mau gimana lagi. Lagian, katanya dia juga nggak melihat aku telanjang. Agak melegakan sih. Tapi. Ya gitu deh. Susah untuk dijelaskan.

Aku hampir melangkahkan kaki ke dalam kelas. Namun sebelum itu terjadi, aku berhenti tepat di pintu masuk kelas. Melihat arah kanan dan kiri. Sepi. Yang benar saja. Apa iya hari ini hari libur? Nggak mungkin lah ya.

Kemudian aku merasakan ada yang mendorongku ke dalam keras dengan kasar. Dengan sigap, aku langsung menoleh ke arah pintu dan yang kutemukan adalah pintu yang telah tertutup serta Ariana dengan para sidekick-nya. Are you kidding me? Beraninya keroyokan. Payah.

"Gue tau lo bakalan lupa kalau hari ini adalah hari persiapan untuk festival kembang api," tebak Ariana dengan sombongnya.

"Geez!" aku menepuk dahiku spontan. "Ciye perhatian sama gue," ledekku dengan muka mencemooh.

Ariana memutar bola mata dan kemudian memberikan isyarat kepada suruhannya untuk mengunci gerakanku dengan memegang tanganku dan membanting tubuhku ke arah tembok.

"Ugh!" hampir saja aku mengumpat, tapi kuurungkan niatku dan memilih untuk diam. Aku ingin melihat apa yang ingin dilakukannya padaku.

Lalu selanjutnya, mereka mendudukkan serta mengikat tubuh dan meletakkan tanganku kearah belakang serta memborgolnya. Holy shit, bagaimana bisa mereka mendapatkan borgol sungguhan?

Oh, aku lupa. Salah satu sidekick Ariana adalah anak dari seorang polisi.

"This is for you," Ariana mengeluarkan ulat bulu yang tentu saja yang memegangnya adalah Jessie -- suruhan Ariana. "Karena lo udah naroh cicak di dalam tas gue dan mengusulkan ide tidak bermutu untuk stan festival kembang api kelas." kemudian Jessie mulai meletakkan satu ulat bulu ke tangan kananku dan satu lagi di tangan kiriku, dua di wajahku dan satu di leherku serta dua masing-masing menempel di paha dan kakiku. Bisa dihitung sendiri berapa banyak ulat-ulat bulu yang menempel di tubuhku.

Otomatis, aku berontak dan menggerakkan seluruh badanku agar ulat bulu yang menempel di badanku terlepas.

"Jadi, lo beraninya keroyokan dan pake ulat bulu? Haha," ujarku yang mulai merasakan rasa gatal seraya melemparnya dengan tawa mengejek.

"Nggak usah banyak bacot, deh," dia mulai berbalik dan akan meninggalkanku.

"Pantes Dwayne kabur dari lo," ucapku spontan yang membuat Ariana langsung berbalik menatap manik mataku.

"Tau apa lo, huh?" tanyanya sengit.

"Iya, dan bukannya bersama lo, dia malah nyamperin gue. Dia cerita, kok ke gue," jawabku jujur dan membuatnya cemburu.

"Oh, lo kurang puas dengan hanya ulat bulu?" ucapnya seraya mengangkat kaki kanannya dan menancapkan highheels 5cm nya ke paha kiriku. Gils! It hurts!

"Kak Wal..." hampir saja aku keceplosan memanggil nama Walter. Kalau sampai keceplosan, maka identitas yang aku sembunyikan selama ini akan terbongkar. Rahasiaku sebagai adik Walter akan diketahui. Dan aku nggak mau itu terjadi. Call me weirdo or whatever tapi aku ya aku.

"Silahkan teriak! Nggak ada orang yang akan denger teriakan lo. Hahaha," iya, satu-satunya orang di sini hanya aku. Semuanya setan.

Aku merasakan air mata yang akan keluar. Tidak, aku tidak boleh menangis di hadapan Ariana.

Aku menggerakkan kakiku untuk melepaskan kakinya dari atas pahaku.

"Wo, sakit ya? Mau lagi?" dia mulai melepaskan highheel terkutuknya itu. "Bagaimana dengan ini?" dia menamparku keras.

Cotton CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang