Dira masih dengan acara terkejutnya. Mencoba kembali menetralkan degup jantungnya yang tidak aturan karena adegan bak film-film, ataupun novel-novel yang ia baca.
Ia merasa apa yang ia alami adalah sebuah cuplikan film yang ia perankan, tanpa ia tau alur ceritanya. Ya begitulah hidup, kita sebagai manusia hanya bisa melakukan peran-peran yang telah Tuhan tuliskan namun kita sendiri tak mengetahui skenario yang akan kita perankan. Kita hanya mengikuti, dan mengikuti.
Nampak seorang kembali merengkuh bahu Dira dari samping. Dira yang masih dalam proses pengumpulan kesadaran, sontak terkejut pasalnya ia tak melihat seorang pun di dalam kelas itu, dan dia masih dalam posisinya berdiri di depan papan tulis.
Ditengok lah ia, melihat siapa yang sedang merengkuhnya dari samping. Betapa terkejutnya ia ketika ia melihat wajah Asep dari jarak yang begitu dekat. Hingga napas keduanya pun saling terasa satu sama lain.
Dikala Dira mencoba menahan napas karena jarak yang begitu dekat dengan Asep, cowok itu malah tersenyum puas. Senyuman itu, ya senyuman yang kala itu mampu membuat rasanya tangan Dira ingin mencakar-cakar si empunya wajah tersebut.
Sekuat tenaga Dira menampis rengkuhan Asep, dan sekuat tenaga pula mendorong tubuh Asep hingga menjauh.
"APASIH LO? DEKET-DEKET GUE. MESUM LO. " teriak Dira kalap.
Kening Asep mengkerut, tak biasanya ada cewek yang berlaku sebrutal ini terhadapnya. Entah kenapa hatinya seperti dilecehkan. Ia tak terima atas perlakuan cewek di hadapannya ini. Rasanya ia seperti baru mengenal gadis ini, padahal dua tahun sudah ia sekelas dengan gadisnya ini. Kemanakah ia selama dua tahun belakangan ini?
"Eh lo tu jadi cewek belagu banget ya? " dengan nada songong andalannya, Asep berkata sembari menatap Dira serius.
"Biarin, diri diri gue juga. Napa lo yang sewot? " sewot Dira menanggapi.
"Lo tu harusnya bersyukur bisa jadi cewek gue. Di luaran sana masih banyak cewek yang rela antri demi bisa jadi cewek gue. Gak kayak lo yang belagu gini. " Asep mulai marah terhadap kelakuan dan perkataan yang dilontarkan Dira. Sungguh perkataannya sangat memancingnya naik darah."Yaudah. Napa lo minta gue jadi cewek lo? Jadiin aja cewek yang rela antri demi jadi cewek lo itu. Tapi gue turut prihatin ya, liat cewek yang rela antri demi dapetin lo. Hanya cowok yang gak berguna dan bisanya hanya gantungin hidup pada orang lain kayak lo, dia mau antri. Gak punya otak kali tu cewek. " sinis Dira.
Sontak perkataan itu mampu menyulut emosi Asep dengan mudahnya. Hanya beberapa kalimat, namun baginya Asep arti dan makna dari kalimat itu sangat mendalam yang perih di hati. Seperti halnya sayatan luka yang dalam dan lebar, kemudian tanpa belas kasihan luka itu kembali ditarik lebih lebar sehingga menjadi luka yang tak tersembuhkan. Mungkin begitulah arti ucapan Dira bagi Asep. Tak kan terobati dan mungkin tak kan terlupakan oleh seorang Septiano Brandon alias Asep ini.
Rasanya jikalau orang yang di hadapannya ini cowok, tak usah pikir panjang lagi Asep akan membabak belurkan orang di hadapannya ini. Namun, saat ini, tidak mungkin ia melakukan hal tersebut. Tak mungkin. Mau menjadi apa citra seorang Asep yang terkenal sangat menjunjung tinggi harkat martabat seorang cewek. Jikalau ia berani main tangan terhadap seorang cewek. TIDAK!! Rasanya sebentar lagi kepalanya hampir pecah.
Wajah yang tadi teduh dan sedikit ganteng. Upsss apa yang telah aku lakukan. Abaikan saja kata terakhir tadi. Ya walaupun tak termasuk kategori jelek juga tu anak.
"Oke. Liat aja nanti. Akan gue pastiin lo gak bisa hidup tanpa gua. " ucap Asep penuh penekanan di setiap katanya.
"Haa... In your dream. " ucap Dira meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bravo
Teen FictionSeptiano Brandon. Entah apa yang ada di pikirannya, ia berusaha mewujudkannya. Walau apa yang ia lalui, ia tak mengapa. Gentar Victorio Abraham. Walau yang di depan matanya itu nyata. Ia hanya menganggapnya semu. Walau bumi yang dipijaknya ada, ia...