Ketika Jodoh Menjemputmu

125 3 2
                                    


"Sesungguhnya Allah menciptakan kamu berpasang pasangan..."
.
.
.

Insani selalu menjalani hari harinya seperti biasa, kariernya didunia bisnis begitu menjanjikan. Ia seorang manager disalah satu perusahaan bergengsi, diusia 26 tahun Insani dituntut untuk mencari pasangan hidup oleh kedua orang tuanya.

"udahlah Ma, aku bisa jaga diri sendiri kok Ma, Pa, karier yang aku punya cukup ko buat aku hidup mandiri.." Insani selalu mengucapkan penolakan itu jika orang tuanya selalu bertanya masalah pernikahan dirinya.

"San, kamu sudah dewasa, bagaimanapun kamu itu mesti menikah, ingat nak, nikah itu juga penyempurna ibadahmu.." nasehat Siti sang ibu yang begitu mengkhawatirkan putrinya.

"udahlah Ma, laki laki itu sama aja! Jarang yang ada seperti Papa di zaman sekarang, Ma" sanggah Sani.

"San, tidak semua lelaki itu sama seperti yang kamu bayangkan, benar yang Mama-mu bilang, menikah itu penyempurna ibadah mu nak."

"udahlah Pa, Ma, nanti aku telat nih!" Sani menyalami orang tuanya dan berlalu meninggalkan rumah.

Sedangkan orang tua Sani hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berharap Allah bisa mengubah hati putri semata wayangnya itu.

***

"Habib?"

Merasa namanya dipanggil, Habib menoleh dan meninggalkan pekerjaan menyapu halaman mesjid, ia menghampiri pria paruh baya yang memanggilnya. "iya pak Hasan, ada apa?"

"ini, tadi kami membuat makanan lebih untukmu, semoga suka.." Ucap Hasan.

"ah benarkah Pak Hasan? saya jadi sungkan, bapak sangat baik kepada saya" Habib menyeka tangannya ke bajunya, lalu mengambil rantang yang dibawa Hasan dengan sopan. "wah, dari baunya saja sudah enak pasti makanannya enak sekali, terima kasih Pak Hasan"

"ah kamu nak Habib, bisa saja.."

"oh iya pak Hasan ingin mampir dulu, pak Hasan mau saya buatkan kopi?" tawar Habib.

"ah, tak usah repot repot, oh iya nak Habib, besok jadikan bawa orang tuamu kerumah?" tanya Hasan.

"masalah itu, insyaallah pak"

.....

Hari Sabtu adalah hari libur bagi setiap pekerja di kantoran, begitupun dengan Insani. Ia lebih memilih untuk berdiam diri di dalam kamarnya untuk menikmati waktu istirahatnya.

"San, Insani.." Suara yang tidak asing itu berasal dari ibunya-Siti.

"hem, iya Ma"

"sholat nak," ucap sang ibu.

"iya Ma nanti, Sani lelah Ma"

"San, kamu taukan kalau kamu itu udah nanggung dosa sendiri? Neraka itu panas lho nak.."

"iya ma, iya, nih Sani duduk mau ke kamar mandi.." Sani akhirnya mengikuti ucapan ibunya, ia beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

....

Ting Tong..

Bunyi bel menghiasi rumah keluarga Hasan, sedangkan sang pemencet bel sempat merasa ragu dan ingin membawa kembali orang tuanya pulang.

Mahar Satu DinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang