Surga untuk Insani

76 6 4
                                    

Habib terbangun untuk melaksanakan sholat subuh, ia tak pernah lupa untuk melakukan kewajibannya.

Matanya menangkap sosok sang Istri yang masih pulas tertidur, dirapikan rambut wanita itu hingga menampakkan seluruh bagian wajahnya. Habib tersenyum, ia kembali mengingat dimana saat pertama kali bertemu dengan Insani.

Kenangan yang mungkin dikatakan buruk atau mungkin dikatakan baik, saat itu Insani hampir menabrak dirinya yang sedang kesusahan untuk mencari tempat menginap. Saat itu Sani sedikit ramah dan seakan tak peduli, meski akhirnya Sani mengantar dirinya ke mesjid An - Nur hingga ia bisa menjadi garim disana.

Kapan waktunya datang untuk kamu bisa mencintaiku, Insani?

Habib menghela napas, lelaki itu membangunkan istrinya untuk melakukan sholat bersama. Tak seperti biasa kali ini Sani bangkit tampa menolak.

"Habib, Abi...b," panggil Sani, suaranya terdengar tercekat.

"San? Kamu baik baik aja kan?" Habib memeriksa suhu tubuh Sani dengan tangannya. "kamu demam San.." Habib beranjak mencari obat penurun panas, lelaki itu juga membantu Sani untuk meminum obatnya.

"Abib.. Ma, Pa.." panggil Sani.

"ssttt, aku disini,"

Sani memeluk Habib, ia menyandarkan kepalanya di dada lelaki itu sambil memejamkan matanya.

......

"San, beneran kamu mau masuk kerja hari ini?" tanya Hasan, Ayah Sani.

"hem, iya Pa, banyak kerjaan" balas Sani.

"yakin, nak?" tanya Siti penuh perhatian.

"iya Ma,"

"tenang saja Ma, Pa. Aku yang akan menunggu Sani sampai selesai bekerja" Sahut Habib.

"bukannya kamu kerja, nak Habib?" balas Siti.

"sepertinya Sani lebih membutuhkan aku Ma"

Selang beberapa lama kegiatan sarapan pagi itu usai, Habib benar benar memutuskan untuk meminta izin di tempat kerjanya. Semenjak mobil melaju Sani tampak enggan untuk berbicara, ia begitu letih karna kesibukannya.

"San"

"hem?"

"nanti lembur?"

"nga"

Sani benar benar tak ingin banyak bicara dan ingin memejamkan matanya, ia merebahkan kepalanya ke kanan dan menyamankan dirinya hingga rok kerja Sani sedikit naik.

Habib menepikan mobilnya, lelaki itu langsung menutupi paha Sani dengan jacketnya. Lalu kembali melajukan mobil itu.

"kenapa?"

"maksudnya?" Habib balik bertanya pada Sani.

"kenapa kamu tutup? Bukannya kamu suamiku?" ucap Sani masih memejamkan matanya.

Habib tersenyum, lesung pipi lelaki itu tampak jelas. "aku hanya mencoba menjaga pandanganku, aku tau kamu tak akan suka hal demikian"

Apa bener yang Papa, Mama bilang kalau Habib berbeda dengan pria diluar sana? Batin Sani.

"Tidak ada salahnya jika kamu mendengarkan kami, San"

"Habib akan menjaga kehormatanmu sebagai istri dan keluarganya.."

Kalimat yang diucapkan orang tuanya kemarin masih terngiang ditelinga Sani, ia menoleh memperhatikan Habib dari samping.

Mungkinkah dia surga untukku?

Mahar Satu DinarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang