Vincent berangkat cukup pagi dari biasanya hari itu, ia mengenakan jas formal dengan rapi dengan membawa berbagai macam buket bunga. Dan kini ia melirik jam tangannya dengan posisi berdiri di halte yang masih cukup sepi itu, menanti bus yang akan membawanya ke tempat tujuannya.
Tak lama setelah itu, bus berwarna oranye dan merah itu datang. Mata Vincent otomatis tertuju pada jendela bus yang segera menangkap sesosok gadis berambut hitam gelap panjang dengan coat merah mudanya. Sebuah senyuman mulai terlukis di bibirnya, sembari kakinya melangkah masuk ke dalam bus itu dengan semangat.
Bus pada jam segini belum terisi begitu banyak penumpang, membuat pandangan Vincent semakin terfokuskan pada gadis itu, Lucyna Krakowski, yang kini menggunakan earphone sembari meletakkan kepalanya di jendela bus. Menyadari bahwa gadis itu belum sadar akan keberadaannya, Vincent mulai usil. Ia duduk di kursi kosong sebelah gadis itu, mengambil satu tangkai mawar merah dari salah satu buket bunganya, dan menyodorkannya dihadapan Lucy dengan posisi tanpa menoleh kearahnya, namun sedikit meliriknya.
Mata Lucy membelalak terkejut namun tetap dengan santai melepas earphonenya dan menoleh kearah Vincent. Wajahnya yang terkejut perlahan berubah santai. "Ah, sudah ku duga," ucapnya tanpa menerima mawar itu.
"Kau sudah tahu aku disini?" tanya Vincent sedikit merengut kecewa. Lucy menggeleng.
"Saya tidak tahu tapi saya sempat terpikirkan Vincent," jawab Lucy dengan wajah tanpa ekspresinya seperti biasa.
"Kau memikirkanku?"
"Tidak. Maksud saya—saya tak mengenal siapa-siapa dengan dekat kecuali Vincent," jawab Lucy dengan cepat. Mungkin takut ucapannya yang sebelumnya akan menimbulkan kesalahpahaman. Vincent terkekeh pelan sebelum mengacak-acak rambut gadis itu.
"Cobalah untuk mencari teman."
"Kan Vincent—"
"Yang lain lah," potong Vincent sebelum Lucy selesai berkata. Lucy sedikit menunduk pelan. "Yah, tapi, mungkin kau punya alasan sendiri." Lucy hanya diam dan menatap keluar jendela.
"Um, Wiosna Gelato berarti tidak buka hari ini?" tanya Lucy seketika baru sadar.
"Ah, iya, aku lupa memberitahumu. Kau bisa istirahat setelah dari kampus," jawab Vincent dibalas dengan anggukan oleh Lucy. Bus berhenti di halte dekat University of Warsaw, Lucy yang hampir tak menyadarinya sedikit terkejut dan kelabakan. Vincent hanya tertawa meledek ketika gadis itu tampak kebingungan. Ketika Lucy hendak berdiri, tangan Vincent kembali menyodorkannya setangkai mawar merah tadi.
"Hmm?"
"Jangan ditolak, nanti harga diriku hancur." Lucy tertawa pelan sebelum menerima setangkai mawar itu dari tangan Vincent.
"Terima kasih!" ucapnya terdengar sedikit riang dari biasanya sebelum turun dari bus itu. Dan Vincent yang masih duduk disana sedikit menutupi wajahnya yang merah padam setelah melihat Lucy tersenyum hingga kedua bola matanya menyipit.
Namun lamunan akan bayangan senyum Lucy tadi seketika terpecah ketika ponselnya berbunyi tanda ada pesan masuk.
Apa kau akan menghampiri Ibu?
***
Aron berjalan menyusuri tiap sudut taman pusat kota dengan tangannya menenteng tas biola kesayangannya. Alunan musik dari Chopin Fantasie Impromptu Op. 66 terdengar di seluruh sisi taman saat itu. Senyum merekah lebar di bibir Aron. Rasanya sungguh bahagia, dapat dengan bebas dan bangga membawa biolanya.
Berjalan sedikit jauh dari taman pusat kota, Aron berhenti di dekat air mancur untuk mengeluarkan biolanya. Rasa nervous yang sebenarnya sangat tertutupi dengan rasa excitednya itu membuat telapak tangannya sedikit berkeringat. Namun, akhirnya ia memainkan biolanya, dengan segala melodi yang ada di pikiran dan hatinya. Musik itu terdengar bahagia, hingga beberapa orang mengelilinginya dengan memasang senyuman menikmati permainannya.
YOU ARE READING
Wintersweet
Teen FictionGadis itu memiliki sifat terlewat diam dan berbahasa sopan, membuat teman sebayanya menganggapnya kuno. Lucyna Krakowski, mahasiswi Psikologi yang memiliki bakat seni terpendam, tanpa sepengetahuannya telah membuat musim semi di tengah dinginnya mus...