prolog

6.9K 231 16
                                    


Aku memandang sepasang anak kembarku,di bening bola matanya, kudapati wajahku, ibunya menatap dengan senyum tulus. Aaah... Anoraga yang tampan dan Anindiya yang cantik.

Anoraga mewarisi mata ayahnya yang hitam, sedang Anindiya matanya nampak lebih coklat seperti mataku.

Hidung keduanya mancung mbangir dan lihat rambutnya berombak bak rambut dewa dewa mitology Yunani.

Mereka begitu tampan dan cantik, keduanya wangi semerbak harum aroma jasmine. Aroma yang disukai ayahnya.

Aku cium pipi mereka yang kenyal dan gempal dengan rasa gemas.

phffff....Sayang suamiku tidak begitu menyukai mereka, jarang sekali dia mau memperhatikannya, menanyakan keadaan mereka pun enggan. Rasa sedih tiba-tiba menyelimuti dadaku. Menekan hingga ulu hati... Berat dan sesak

Mungkin saja suamiku cemburu, ya,mungkin cemburu karena aku mencintai kedua kembarku melebihi cintaku padanya.

Walau sudah berulang kali aku berusaha menjelaskan bahwa dia tetap akan menjadi cinta pertama dan terbesarku, tentu setelah cintaku pada anak2. Masih nampak diroman wajahnya rasa cemburu itu. Toh mereka, anak- anak yg rupawan itu anak - anaknya juga.

---- $$$$$ -----

"Ajeng, kamu dimana?" Terdengar suara berat seorang lelaki dari ruang depan. Lelaki itu suamiku. Nampaknya Dia sudah pulang dari kantor

Duh aku terlalu asyik dengan anak - anak, hingga terlupa menyiapkan makan malam untuknya.

Pasti dia akan marah bila melihatku menghabiskan waktuku seharian bermain dan bercengkerama bersama Anoraga dan Anindiya, kubujuk anak - anak untuk pura - pura tidur . Aku bersegera menyambut Suamiku pulang.

"Kamu dikamar anak -anak lagi ya seharian ini"

suamiku penuh selidik seraya melirik kamar anak – anak , aku lupa menutup rapat pintunya.

Aku diam, membuat lebih curiga Suamiku, aku buru – buru berlari ke ruang dapur, membuatkannya segelas wedang uwuh , wedang rempah khas Jogja, berharap semoga kehangatan dan aroma jahenya membuat Dia sedikit lebih tenang.

Jahenya membuatnya perutnya lebih nyaman dan badannya lebih hangat, apalagi dia belum makan malam.

"Aku siapin makan malam dulu ya mas" Kataku seraya mengangsurkan gelas wedang uwuhnya.

Dia hanya mengangguk kemudian meneguk pelan. Terdengar lirih desahan nya disetiap tegukan.

"Ajeng, aku tidak melarang kamu bermain di kamar anak-anak, hanya saja..." suamiku membuka percakapan ditengah keheningan kami makan berdua.

"Kenapa kamu secemburu itu pada mereka?" tanyaku dingin

"Bukan begitu, sayang , lihat tubuhmu semakin kurus" Katanya memberi alasan.

Aku diam, aku tahu dia hanya cemburu, aku memaafkannya.

---- $$$$$ -----

"Mau kemana?"

suamiku terbangun ketika aku mengendap endap turun dr ranjang.

"Anak - anak menangis" Kuhentikan

langkahku sejenak, "kau dengar kan?"

Aku lihat sorot kesal di kedua mata Suamiku.

"Tetap disini!" Dia bangkit dari pembaringan kemudian keluar menuju kamar anak.

Aku berlari menyusulnya, aku takut dia melakukan sesuatu pada anak - anak .

"Apa yang akan kamu lakukan?! " ku hadang langkahnya, Nafasku memburu, wajahku serasa panas.

"Melakukan apa yang sedari dulu harus kulakukan" sergahnya kasar menghalauku yang menghalangi jalannya.

kusambar vas dibibir jendela, kupegang kuat dan kuangkat tinggi diatas kepalanya.

PRAAAK...

Dia mengaduh , memegang kening lalu tersungkur. Aku terisak , telapak tanganku teras perih. aku tidak mau dia menyakiti kedua anakku.

Tidak! Tidak seorangpun boleh melakukannya, tak seorangpun bahkan walaupun itu suamiku. Salah satu lelaki yang amat kucintai setelah Papa.

------- $$$$$$$ ----------

Aku memandang istriku dari balik kaca, betapa hatiku sangat tersiksa melihatnya seperti ini. Entah sampai kapan masa lalu itu menyergapnya,  membelenggu kesadarannya. 

Malam setelah kejadian  itu Ajeng pergi ke kantor polisi, melaporkan pemukulannya padaku dengan pot bunga hingga tak sadarkan diri.

Aku sungguh mencintainya , karena itu aku ingin dia seperti dulu lagi.

Seperti saat dia hamil, dia begitu cantik ketika hamil, ini adalah kehamilannya yang kesekian, setelah beberapa kali keguguran.

Dia begitu bersemangat menunggu kedua bayi kembarnya.

Tapi takdir membawa kami pada kekecewaan ketika bulan ke 5 kedua anak kami harus dilahirkan prematur.

Dan tidak bertahan sampai sebulan setelah dilahirkan.

Kenyataan itu ditolak begitu keras oleh jiwanya.

Dia terpukul, sangat terpukul.

Sudah sekian lama aku bersabar, mengikuti "drama" nya.

Tapi kesabaranku ada batasnya, aku tak bisa membiarkannya hidup dalam imajinasi semunya.

"Anton, mari kita pulang"  Helena meraih lenganku, mengajakku pulang. Helena selalu ada disaat - saat seperti ini.  Selalu setia dan menghiburku. 

Sekretaris yang menemani kesepianku ketika Ajeng terjebak dalam dunianya.

SenjakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang