Kenyataannya menjadi mahasiswa akhir memang memusingkan dan aku selalu mencoba melupakan. Nikmati saja, toh inilah hidup yang ku pilih.
Sesampai di rumah perantara aku selalu bisa menjadi diriku. Aku suka mereka, yang kukira bukan lagi temanku. aku sudah seperti abang dan adik dikalangan penghuni rumah itu.
Baiklah ku kenalkan dulu mereka. Ahh sial, sepertinya aku lupa menganalkan siapa aku.
Ku ulangi saja.
Nama ku Husni Akbar, bertubuh tinggi tak terlalu kekar. Mahasiswa abadi, tidak-tidak itu candaan. Dari keluarga yang seperti sempurna. Anak kedua dari dua bersaudara. Hobinya futsal dan sibuk berorganisasi.Masa SMA-nya lenyap dalam kemalasan yang tak berwawasan, kalau di kampus bisa dibilang kupu-kupu. Selama perkuliahan saja aku baru menjadi manusia yang sewajarnya. Tapi itu menurut ku, dan aku lebih yakin banyak yang menilai berbeda tetang diri kita. Manusia mana, yang bisa menilai dirinya sempurna. Terlalu egois kurasa.
Beberapa yang bukan teman dirumah itu adalah manusia yang ku jumpai semasa perkuliahan. Lucunya, setiap teman mengiranya itu teman-teman lama ku.
Sesampain dirumah hanya ada Amin di sana. Amin adalah sosok panutan. Perawakannya lucu, namun lucu itu menjadi hilang jika keseriusan datang. Banyak ilmu yang harus kucuri darinya. Mulai dari gaya bahasa, cara berteman, sampai ide mengolah perempuan pun dia paling cakap perangainya.
Akupun memulai percakapan :
Min yang lain lagi pada kemana? Ngampus bos..
ko ngak ke kampus? Ngak lagi ada urusan ni, bentar lagi aku mau cabut juga.
Jadi rumah kosong? Kan ada ko yang jagain, tenang aja dia gak akan pergi kok.
Anjayy hampir tersangsang aku, untung awak bukan cewek. Aku cabut dulu yaa.. Siap..Tak lama setelah kunikmati kesunyian, handphone ku berdering. Berisikan pesan WhatsApp, ni ko dimna? kami di warkop yaa.. tanpa membalas pesan aku langsung menuju warkop yang ditujukan.
Disinilah, orang bilang waktu remaja sekarang terbuang. imajinasi, teman dan kopi mulai terdiskriminasi, padahal para pelaku adalah mereka yang melihat dari sebelah sudut pandang. Aku sangat mengecewakan hal itu.
Bahasan (pembahasan bicara) Dawa (debat) tak pernah habis tertuang oleh secangkir kopi yang dikatakan jahat,
Diskusi antar kepala selalu menjadi wacana tanpa muslihat. Aku selalu berjuang untuk mengatakan, ini hal hebat kepada para pejabat. Perlu kau tau, terkadang meja kopi adalah tempat silaturahmin yang tepat.Semoga nanti orang yang bilang itu tak lagi melihat dari sebelah pandangan. Hal rancu demikian biasa di luruskan dengan bahasa "Jak beu troh, kaloen beu deuh" yang berarti pergi sampai tujuan, lihat sampai tampak.
Aku bukan pembaca yang baik dalam buku-buku ber-ideologi hebat. karena versiku membaca itu memang baik, tapi kita tak menemukan bahasan dawa di sana. Dan disini aku menemukannya. Disini, dimeja kopi.
BERSAMBUNG...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bahagia Tangisan Dalam Tawa
SonstigesAku sangat ingin mengatakan pada setiap rekan tentang kesunyian. mengatakan apa yang ku pikirkan, meski yang terbayang hanya prihal merindukan keramaian.